بسم الله الرحمن الرحيم
Segala puji bagi Alloh jalla wa ‘alaa yang telah menurunkan Al-Qur’an sebagai Penjelas, Petunjuk dan juga Pembeda antara yang Haq dan Bathil. Sholawat dan Salam kami panjatkan kepada Imaamul Mujahidien Muhammad Shallallohu ‘alaihi wa Sallam.
Alloh jalla wa ‘alaa berfirman :
ياايها الذين أمنوا إن جاءكم فاسق بنبإ فتببنوا
“Wahai orang-orang yang Beriman, jika seorang Fasiq datang kepadamu membawa sebuah berita, maka periksalah dengan teliti”
Nabi SAW bersabda,
“Barangsiapa yang menjamin untuk apa yang ada di antara kedua jenggotnya (mulut) dan apa yang ada di antara kedua kakinya (kemaluan), maka aku menjamin baginya jannah.” (HR. Al-Bukhari)
Jika anda mengetahui Nabi telah bersabda demikian, maka andapun akan mengetahui bahwa jaminan itu tentunya berhubungan urusan yang agung.
Melaksanakan hadits di atas merupakan bentuk penjagaan syari’at terhadap kehormatan kaum muslimindan mencegah tindakan menyakiti mereka, baik gangguan yang menimpa kehormatan, agama, keturunan, harta, badan maupun akal.
Aduhai betapa banyak pengaruh yang menyakitkan dari pekerjaan orang yang suka mencela lagi memfitnah, bagi para pelakunya sendiri, karena dia telah menempuh selain jalan kaum mukminin. Dia adalah orang yang celaka, tertolak berdosa, perusaka akhlak agama dan umatnya.
Orang seperti ini telah melakukan segala perkataan buruk dalam berbagai bentuknya, dia mendapat bagian sebagai tukang fitnah, tukang dusta, tukang adu domba, dan tukang ghibah. Dia menjadi pentolan para pendusta yang membuat kedustaan dalam urusan yang paling berharga pada diri seorang muslim, yakni akidah dan kehormatannya.
Alloh SAW berfirman,
“dan orang-orang yang menyakiti orang-orang yang mukmin dan mukminat tanpa kesalahan yang mereka perbuat, maka sesungguhnya merka telah memikul kebohongan dan dosa yang nyata.” (QS. Al-Ahzab: 58)
Bahkan terkadang, kedustaan itu dapat menimbulkan pelakunya keluar dari islam (murtad) misalnya saja dia mengatakan terhadap orang yang mengamalkan ajaran Islam dengan sebutan orang yang terbelakang atau (kuno). Dan dapat membaca masalah seperti ini di dalam bab Riddah baik dalam kitab-kitab, hadits, dan fiqih. Oleh karena, ibnu Qathlubugha menulis risalah yang berjudul Man Yakfur Walam Yasyu’ur (kafir tanpa sadar).
Itulah akibat terburuk bagi orang yang larut dalam fenomena ini, disamping masih banyak pengaruh lain yang ditimbulkanya, di antaranya para pencela itu tidak akan dihormati oleh orang lain, orang akan beranggapan bahwa dia seorang yang bodoh, gegabah, lemah agama, dan pengikut hawa nafsu. Hawa nafsu dan pikiranya yang picik menyebabkannya tidak bisa membedakan antara kebenaran dan kebatilan, lalu hal itu menjerumuskanya kepada sikap memusuhi dan menyerang pembawa kebenaran tanpa dasar yang benar.
Bahkan, kerusakan terbesar yang ditimbulkan adalah timbulnya anggapan dari para pelaku (fitnah) bahwa ia mengharapkan pahala karenanya. Ia beranggapan bahwa tindakan yang rusak itu termasuk perintah agama, sehingga ia membungkusnya dengan baju syari’at, serta merasa senang menyebut-nyebut dan menyiarkanya.
Sungguh orang seperti ini telah menodai sejarah dan dirinya sendiri dia telah menyakiti sejarah dan dirinya sendiri. Mengapa dia tidak mengucapkan perkataan yang baik-baik saja, sehingga dia beruntung. Mengapa dia tidak diam saja, sehingga dia selamat. Maka, kepada orang-orang yang benci dalam catatan sejarah yang tidak diberi ucapan duka cita, saya katakan,
Sesunggunya orang yang sengsara
Tidak akan dapat menolaknya
Jika kesengsaraan itu telah menimpa dirinya.
Betapa banyak derita yang menyakitkan yang dialami oleh orang yang dilukai akibat tuduhan bathil ini, gejolak dalam dada, air matanya berderai, gemetaran dihadapan Rabbnya di tengah malam. Ia berketepatan hati untuk mengungkapkannya, seraya menengadahkan kedua tanganya kepada Dzat yang maha menolong orang-orang yang terdzolimi.
Sedangkan orang yang dzolim itu tidur mendengkur sementara anak panah (doa pengaduan) orang-orang yang dizoliminya meluncur dari segala penjuru, yang bisa jadi salah satunya akan menjadi penyebab kematianya.
“Aduhai, alangkah bedanya orang yang tidur sementara mata-mata manusia bergadang mendoakan kebaikan untuknya. Dan orang yang tidur sementara mata-mata manusia bergadang mendoakan keburukan untuknya” (Ibnu Qayyim rahimahulloh).
Betapa banyak bencana yang diakibatkan oleh tipu daya ini, memperburuk citra kebenaran, menghalang dijalannya, pukulan terhadap dakwah yang dilakukan oleh tukang fitnah kepada tokoh-tokoh dengan cara menghina dan mengejek mereka, meremehkan keteguhan ilmu mereka, memadamkan cahaya mereka dan menaburkan permusuhan dan kebencian diantara mereka.
Abu Zur’ah Ar-Razi, rahimahulloh. Berkata: “jika anda melihat seorang yang mencela salah seorang sahabat Rasululloh SAW. Maka ketahuilah bahwa orang itu zindiq. Karena Rasululloh SAW itu benar, Al-Quran itu benar, ajaran yang beliau bawa benar, dan para sahabatlah yang menyampaikan semua itu kepada kita. Mereka ingin mencacimaki para saksi kita, untuk menyalahkan Al-Kitab dan As-Sunnah,orang yang mencaci mereka hanyalah orang-orang zindiq” (Fathul Mughits, 4/94)
Para ulama juga memberlakukan hukum ini kepada orang yang mencela salah seorang pengusung syari’at yang suci ini (para ulama amilin), karena mencela peghasung akan berdampak pada tindakan mencela ajaran yang dibawanya (dienulloh dan syari’at-Nya). Oleh karena itu para ulama menetapkan, bahwa di antara sebab-sebab penyimpangan adalah mencela para ulama.
Ad-Dauraqi berkata,”jika kamu mendengar seseorang menyebut-nyebut kejelekan Imam ahmad bin Hanbal, maka curigailah keislamannya.”
Imam Ahmad rahimahulloh, juga menyatakan hal serupa tentang Yahya bin Ma’in, ada juga yang menyatakan tentang Abu Zur’ah dan Ikrimah rahimahumulloh. Sufyan bin Waki’ berkata, “Di sisi kami Ahmad adalah ujian, barang siapa yang mencela Ahmad, menurut kami ia adalah orang fasik.”
Al-hafizh ibnu Asakir rahimahulloh, berkata, ” ketahuilah wahai saudaraku, semoga Alloh memberikan taufik dan keridhaan-Nya kepadaku dan kepadamu, menjadikan kita termasuk orang-orang yang takut kepada-Nya dan bertakwa kepada-Nya dengan sebenar-benar takwa. Sesungguhnya daging para ulama itu beracun. Perkara Alloh membongkar kejelekan orang yang suka mencela para ulama adalah perkara yang sudah maklum. Karena mencaci mereka dengan celaan yang tidak ada pada diri mereka adalah dosa besar. Mencederai kehormatan mereka dengan tuduhan dusta, adalah kejahatan yang membahayakan. Dan menyelisihi orang yang telah dipilih Alloh untuk menegakan ilmu adalah akhlak tercela…..”
(Dikutip dari Risalah Syaikh Bakr bin Abdullah Abu Zaid “Tashnifunnas Baina Zhan Wal Yaqin”)
Wallohua’lalm bishowab
“Berdoalah untuk mujahidin yang berjihad”
Saudara- saudara antum di: Ghur4ba Comunity
http://Ghur4ba.blogspot.com