JAKARTA (Arrahmah.id) – Sejumlah guru dan honorer mengadu ke DPR, Rabu (9/11/2022). Mereka meneriakkan nasibnya yang terkatung-katung.
Mereka terdiri dari Kelompok Kerja Guru (Bahasa Inggris Sekolah Dasar) Provinsi DKI Jakarta, Forum Guru Prioritas Pertama Negeri dan Swasta (FGPPNS), dan Forum Honorer PGRI Provinsi Jawa Timur dan Forum Honorer PGRI Kresidenan Besuki.
Semuanya mendatangi Komisi X DPR RI untuk memperjuangkan nasib guru lulus seleksi Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK) yang hingga kini belum bekerja.
“Tidak semua 193.954 peserta prioritas 1 mendapatkan penempatan di tahun 2022,” papar salah satu perwakilan, Fauzia Ulhaq, lansir CNBC Indonesia.
“Mapel gemuk seperti PKWU, Bahasa Inggris, PPKN, PAI, PJOK, tidak mendapatkan penempatan,” tambahnya.
Fauziah menilai, imi karena tak ada sinkronisasi kebijakan antara pusat dan daerah. Akibatnya, di Jawa Barat misalnya, 6.500 lebih guru menganggur terlunta-lunta.
“Informasi dari Kemendikbud di tahun 2022, Provinsi Jawa Barat menetapkan kuota 10.267. Dan di sini juga dijabarkan bahwa pemda tidak boleh mengurangi kuota tapi kalau menambah boleh,” kata Fauziah.
“Hasilnya pada tanggal 13 September 2022 dan ini disahkan oleh Menpan-RB kuota Jabar itu hanya 3.800, sedangkan sisanya 6.597 prioritas 1 di Jabar itu terlunta-lunta,” lanjutnya.
Ia juga mengungkapkan, dampak lanjutan dari harapan manis pemerintah tersebut.
Beberapa guru swasta terlanjur dipecat dari yayasan bahkan guru negeri ada yang tergeser oleh PPPK 2021.
“Teman saya yang dari swasta itu banyak banget yang diberhentikan bahkan sampai diancam oleh yayasan. Dia tidak boleh mengikuti lagi PPPK padahal ini hak untuk guru tapi ada beberapa yayasan yang tidak membolehkan,” ungkapnya dengan nada sedih.
Sementara itu, Komisi X DPR menyayangkan kelambatan tersebut. Mereka membenarkan permasalahan tersebut bersumber pada peraturan yang tidak sinkron dan inkonsistensi kebijakan.
“Masalah yang dihadapi oleh teman-teman itu memang belum ada solusi yang efektif untuk menyelesaikan. Cuma memang problemnya selalu apa yang disampaikan kami setelah reses yang disampaikan teman-teman ketika raker itu selalu kemudian ada banyak alasan yang diberikan oleh pemerintah untuk setidaknya tidak ada solusi sama sekali untuk menjawab apa yang teman-teman sampaikan,” ungkap politisi Muhamad Nur Purnamasidi.
“Banyak kebijakan kita yang ahistoris. Intinya memang kita menghadapi inkonsistensi kebijakan dulu di awal disampaikan 1 juta. Dibantah bahwa ‘kami tidak pernah menyampaikan formasi 1 juta’, bayangkan, statemen awal sama statement selanjutnya berubah, jadi ada inkonsitensi,” terangnya.
(ameera/arrahmah.id)