BANDUNG (Arrahmah.com) – Pemerintah kemungkinan akan menghadapi dilema dalam persoalan UU No.1/PNPS/1965 tentang Penodaan Agama yang kini sedang dimintakan tim advokasi Aliansi Kelompok Kebebasan Beragama (AKKBB) untuk dicabut.
Menurut Guru Besar Universitas Parahyangan (Unpar) Bandung, Prof. Dr. Asep Warlan, pemerintah tentu sadar betul potensi konflik yang akan timbul jika UU ini sampai dicabut atau direvisi. Di satu sisi pemerintah akan kurang mendapat dukungan umat Islam jika UU Penodaan Agama dicabut, di sisi lain pemerintah akan mendapat tekanan Barat dan dianggap melanggar HAM jika judicial review itu ditolak. Kemungkinan besar, masalah ini akan dibuat menggantung.
“Jika demikian maka UU ini akan dibuat “menggantung”. Dicabut tidak, dilaksanakan juga tidak, dengan alasan untuk mengakomodasi semua pihak,” ujarnya kepada hidayatullah.com.
Untuk itu, Asep Warlan Yusuf yang juga pengamat politik ini menyarankan agar umat Islam menyiapkan “amunisi” baru jika sekiranya UU ini jadi dicabut.
“Menurut saya UU ini juga tidak terlalu efektif untuk mencegah terjadinya penodaan agama Islam. Buktinya masih sering muncul aliran sesat dan penghujatan terhadap Islam,” katanya.
Lebih lanjut, ia menjelaskan bahwa ini adalah hanya sebagian saja dari upaya kelompok liberal untuk melemahkan peran umat Islam dalam memasukan syariat Islam dalam hukum negara.
Asep Warlan juga mengingatkan agar umat Islam untuk terus mengawal dan memberi tekanan kepada Mahkamah Konstitusi (MK) agar menolak judicial review UU tersebut.
“Karena dari beberapa pengalaman jika isu HAM yang dimintakan, MK akan akomodatif. Jika ini sampai dikabulkan, minimal MK minta direvisi, maka tentu akan menjadi kemenangan besar bagi mereka,” jelasnya.
Menurut Asep Warlan, alasannya masalah ini akan digantung karena pemerintah sadar betul siapa yang sedang dihadapi. (hid/arrahmah.com)