Oleh: Tresna Mustikasari, S.Si (Muslimah Penggiat Literasi)
Baru-baru ini ramai menjadi perhatian publik, kasus para peternak susu sapi yang terpaksa membuang susu hasil perahannya. Sebuah video viral yang diunggah awal bulan November ini memperlihatkan peternak di Jawa Timur yang membuang susu hingga 200 ton liter banyaknya ke selokan karena tidak mampu menjualnya ke industri pengolahan. Mereka mengeluhkan harga yang terus merosot, sementara permintaan dari industri menurun. (tempo.co, 08/11/2024)
Peningkatan impor susu diduga menjadi salah satu penyebab utama sulitnya peternak sapi menyalurkan susu mereka ke industri pengolahan. Data menunjukkan bahwa volume impor susu terus meningkat setiap tahun, dengan alasan memenuhi kebutuhan industri yang tinggi. Namun di sisi lain, industri justru mengurangi penyerapan susu lokal dengan alasan kualitas yang tidak memenuhi standar dan efisiensi biaya.
Penurunan penerimaan susu lokal ini bukan hanya karena impor, tetapi juga karena standar mutu yang semakin tinggi, yang sering kali sulit dipenuhi oleh peternak kecil. Kombinasi dari dua faktor ini menempatkan peternak sapi dalam posisi sulit: mereka harus berkompetisi dengan produk impor yang lebih murah sambil berusaha meningkatkan kualitas produk dengan biaya yang tidak sedikit. Di sisi lain, peran pemerintah yang seharusnya mengedukasi serta memfasilitasi guna meningkatkan standar mutu ini justru sangat minim.
Negara seharusnya hadir sebagai pelindung rakyatnya, termasuk bagi peternak susu sapi. Kebijakan yang berpihak pada peternak sangat dibutuhkan, baik untuk menjaga mutu hasil susu lokal maupun memastikan terserapnya produk tersebut di pasar domestik. Langkah-langkah seperti pemberian subsidi untuk meningkatkan kualitas susu, dukungan teknologi pengolahan, hingga pemasaran hasil produksi lokal adalah beberapa cara yang dapat dilakukan.
Selain itu, membuat kebijakan pembatasan impor susu yang bisa merugikan peternak lokal juga perlu diterapkan. Tanpa langkah konkret ini, peternak kecil akan terus menjadi korban dalam sistem ekonomi kapitalis yang tidak adil.
Mengapa sistem kapitalis tidak adil? Karena kebijakan impor yang ada saat ini sering kali diwarnai oleh kepentingan para pemburu rente, yaitu pihak-pihak yang mendapatkan keuntungan besar dari kegiatan impor, meski itu merugikan rakyat.
Sistem ekonomi kapitalisme membuka celah bagi praktik semacam ini karena lebih mengutamakan keuntungan kaum kapital pemilik modal daripada kemaslahatan rakyat. Ditambah lagi dengan isu pajak yang tidak adil. Pajak bagi peternak lokal dinaikkan, namun sebaliknya pajak dan cukai bagi susu impor malah cenderung diringankan.
Berbeda dengan sistem Kapitalisme, Islam memandang bahwa sebuah negara wajib mengutamakan kepentingan dan kemaslahatan rakyat serta harus memastikan optimalisasi seluruh potensi yang ada di dalam negeri, termasuk sektor peternakan. Negara akan berperan aktif dalam memastikan produk lokal terserap dengan baik, baik melalui pengelolaan pasar yang adil maupun dengan memberikan dukungan langsung kepada para peternak. Negara pun tidak akan membiarkan rakyatnya bergantung pada impor jika potensi lokal mampu memenuhi kebutuhan.
Lebih dari itu, kebijakan yang lahir dari syariat akan mencegah adanya pemburu rente yang mencari keuntungan di tengah kesulitan rakyat. Semua langkah yang diambil akan dirancang untuk kesejahteraan umat, bukan untuk memperkaya segelintir pihak.
Hal ini sangat mungkin terjadi karena dalam Islam, negara harus menjadi independen, tidak terikat dengan kepentingan dan dikte pihak kapital, asing maupun aseng. Negara hanya tunduk kepada syariat islam semata. Walhasil segala kebijakan yang diterapkan baik dalam aspek politik ekonomi, serta perdagangan dalam dan luar negeri, pasti sesuai dengan tuntutan islam.
Negara Islam ideal hanya tunduk dan patuh kepada syariat Islam. Hukum-hukum Islam menjadi dasar dan panduan utama dalam menjalankan pemerintahan, tanpa kompromi terhadap aturan atau sistem lain yang bertentangan. Hal ini memastikan bahwa kebijakan yang dibuat benar-benar mencerminkan keadilan dan kesejahteraan bagi seluruh rakyat.
Kebijakan yang diberlakukan, baik di bidang politik, ekonomi, maupun perdagangan, haruslah berlandaskan pada prinsip-prinsip Islam. Dalam politik, negara bertindak sebagai pelayan umat, bukan alat bagi segelintir elit. Dalam ekonomi, distribusi kekayaan harus adil, tanpa praktik riba atau eksploitasi. Sementara dalam perdagangan, baik domestik maupun internasional, aktivitasnya harus sesuai dengan hukum-hukum syariat, seperti larangan riba, penipuan, atau praktik monopoli.
Dengan memastikan bahwa semua kebijakan sejalan dengan tuntunan Islam, negara akan menciptakan keadilan sosial, stabilitas ekonomi, dan kesejahteraan yang merata. Termasuk di dalamnya para peternak-peternak kecil seperti peternak sapi. Hal ini menjadi bukti nyata bahwa penerapan syariat Islam adalah solusi hakiki untuk berbagai permasalahan yang dihadapi umat saat ini.
Wallohu’alam bishowab