(Arrahmah.com) – Syaikh Abu Qatadah Al-Filisthini Hafizhahullah menyampaikan sebuah nasehat yang begitu berharga kepada seluruh Mujahidin yang berangkat berjihad dengan niat tulus dalam menghadapi berbagai ujian di tengah jihad mereka membela agama Allah yang sedang dilecehkan oleh para penjahat Nushairiyah dan sekutunya.
Mujahidin, menurut Syaikh, akan menemukan sejumlah ujian di tengah jihad yang menjadi kancah mereka dalam mengorbankan jiwa raga. Ujian tersebut dapat membuat para Mujahid terbagi menjadi dua, yaitu mereka yang berpikir untuk berbalik dari medan jihad diantaranya karena merasa dikecewakan oleh orang yang menyertai mereka dalam jihad, serta mereka yang tetap teguh berdiri di jalan jihad dan menghadapi ujian-ujian itu dengan mengubah haluan ke arah yang mereka rasa pernah ditempuh oleh para komandan mereka.
Kepada mujahidin yang telah dan berniat meninggalkan jihad, Syaikh juga menasehati mereka agar bertaqwa kepada Allah dalam urusan kehormatan kaum muslimin dan dalam urusan jihad ini supaya mereka tidak mehilangan keutamaan-keutamaan jihad hanya karena keburukan makhluk atau karena fitnah yang menghasut.
Selain itu Syaikh juga menekankan agar Mujahidin tidak menjadikan jihad ini sebagai pembagusan citra atas manhaj-manhaj mereka, dan menjadikan diri-diri mereka sebagai kepanjangan tangan para thaghut untuk menjalankan rencana-rencana mereka atas umat ini.
Berikut terjemah lengkap nasehat Syaikh Abu Qatadah tersebut, yang dipublikasikan Muqawamah Media pada Selasa (17/11/2015).
بسم الله الرحمن الرحيم
Segala puji bagi Allah Rabb semesta alam, shalawat serta salam semoga tetap tercurahkan kepada Nabi yang diutus sebagai rahmat untuk seluruh alam, serta kepada keluarga beliau yang mulia dan para sahabat beliau.
Amma ba’du:
Allah Ta’ala berfirman:
أَلَمۡ يَأۡنِ لِلَّذِينَ ءَامَنُوٓاْ أَن تَخۡشَعَ قُلُوبُهُمۡ لِذِكۡرِ ٱللَّهِ وَمَا نَزَلَ مِنَ ٱلۡحَقِّ وَلَا يَكُونُواْ كَٱلَّذِينَ أُوتُواْ ٱلۡكِتَٰبَ مِن قَبۡلُ فَطَالَ عَلَيۡهِمُ ٱلۡأَمَدُ فَقَسَتۡ قُلُوبُهُمۡۖ وَكَثِيرٞ مِّنۡهُمۡ فَٰسِقُونَ ١٦
“Belumkah datang waktunya bagi orang-orang yang beriman, untuk tunduk hati mereka mengingat Allah dan kepada kebenaran yang telah turun (kepada mereka), dan janganlah mereka seperti orang-orang yang sebelumnya telah diturunkan Al-Kitab kepadanya, kemudian berlalulah masa yang panjang atas mereka lalu hati mereka menjadi keras. Dan kebanyakan di antara mereka adalah orang-orang yang fasik.” [Al Hadid: 16]
Di tengah segala sesuatu yang terjadi di sela-sela Jihad Rabbani nan agung di Suriah, bumi Syam, kita wajib memerhatikan instrumen jihad sekaligus penopang yang menjadi sandaran jihad, yaitu: mujahid itu sendiri, karena di sana (medan jihad Syam) ada banyak permusuhan dan pertikaian yang berkutat di tengah-tengah konflik, yang kesemuanya berkaitan dengan para petinggi kelompok-kelompok yang ada, para penganut berbagai macam manhaj yang berbeda-beda, para agen yang menjadi kepanjangan tangan intelejen, serta proksi-proksi yang bekerja untuk kepentingan asing maupun dalam negeri, namun semuanya hanya akan menjadi kata-kata yang diucapkan, perseteruan hati yang sirna, dan memori yang akan terlupakan serta lenyap, jika kelak si mujahid ini telah tiada dan eksistensinya telah pupus.
Sang mujahid berangkat berjihad dengan satu niat yang tulus yaitu, membela agama yang sedang dilecehkan oleh para penjahat Nushairiyah beserta saudara-saudara mereka yaitu kaum Rafidhah asal Iraq dan Syam. Ia berangkat berjihad demi menyelamatkan kehormatan dan darah yang ditumpahkan oleh para penjahat tersebut, namun hampir seluruh jamaah yang terbentuk, atau sebagian yang terbentuk, dari yang tadinya hanya berstatus sebagai perantara atau sarana, oleh anggota dan petingginya dijadikan sebagai tujuan utama, akibatnya tujuan utama mereka hanya sebatas slogan-slogan kosong dalam bingkai konflik antar berbagai macam manhaj yang ada pada kaum muslimin, serta sosok para komandan kelompok-kelompok tadi, dan arahan-arahan mereka yang hanya menguntungkan kalangan mereka masing-masing, dengan berlindung kepada kemaslahatan jihad yang sengsara ini.
Sehingga rambu-rambu tindakan tergerus oleh banjir kata-kata ancaman pembunuhan antar para penganut manhaj yang berbeda, serta oleh permusuhan antar kelompok yang disebabkan oleh bodohnya hati dan jiwa. Kata-kata di dalam pernyataan-pernyataan dibesar-besarkan sehingga identitas jihad dan mujahid yang sebenarnya terkikis, sehingga semua orang mulai mengira bahwa keputusan besar mujahidin untuk menggulingkan rezim bukan lagi milik mereka, akan tetapi milik kalangan lain! Kalangan inilah yang mengizinkan agar si fulan diperangi, ia juga yang memutuskan peperangan terhadap si fulan dihentikan, dan ia pula yang menjalankan alur peperangan, terserah baginya apakah ia ingin memerangi si fulan atau tidak!
Maka hilanglah aksi nyata berganti dengan munculnya kata-kata, perdebatan-perdebatan, dan pernyataan-pernyataan, sehingga hak mujahid yang kasihan ini mulai diabaikan. Di sana ada jamaah-jamaah besar dengan reputasi yang tinggi dalam kancah jihad, namun tidak mampu mencukupi keburuhan sandang dan pangan bagi si mujahid tadi, walaupun hanya secuil!
Sang mujahid juga mulai merasa bahwa jihad yang menjadi kancahnya untuk mengorbankan nyawanya sedang berjalan ke arah alam transaksi dan jual beli, maka mulailah unsur-unsur kelemahan dan keraguan merasuki sang mujahid agung tadi, yang mana kalaulah bukan karena jihadnya tersebut, tentu tidak akan ada jamaah-jamaah serta organisasi-organisasi, padahal ia telah mengorbankan nyawanya, menggenggam bara, dan hidup ditemani dengan remah-remah roti – itupun kalau ada – namun petingginya dan orang-orang di seluruh dunia menceritakan tentangnya tanpa menghargainya.
Mujahid tersebut bukanlah orang bodoh walaupun sebagian orang mengira bahwa ia adalah tunggangan orang yang diatasnya untuk menjalankan kepentingan si atasan dan meraih kesuksesan bagi manhaj si atasan yang notabene hanya sebatas ucapan. Di dalam hati mujahid tersebut terdapat petunjuk dan cahaya, ia tahu siapa yang memperdagangkan dirinya dan siapa yang menjadikannya sebagai batu loncatan, dan ia tahu siapa yang berjuang demi menjaganya dan menyampaikannya kepada tujuan-tujuan yang menjadi alasan ia mengorbankan nyawa, keringat dan tenaganya.
Dan insting mujahid dalam hal ini tidaklah lemah sebagaimana sangkaan sebagian orang, karenanya jika ia merasa bahwa keadaan memburuk maka ia akan memilih salah satu dari dua pilihan berikut, yang pertama ia beristirahat dan meninggalkan jihad ini; karena ia enggan menjadi jongos yang melayani kehidupan orang lain, ia adalah orang yang mencari wajah Allah dan negeri akhirat, ia adalah orang yang berhijrah, bersusah payah dan berpisah dengan tanah air, keluarga dan kerabat. Sayangnya kondisi ini terjadi pada sebagian mujahid dan mereka telah menjadi seperti orang yang disebutkan di atas, dan untuk membenarkan tindakan mereka, mereka menyampaikan alasan yang berisi kumpulan keburukan yang mereka saksikan dan mereka simak, semua itu dengan tujuan beralasan untuk meninggalkan jihad, sehingga mereka layak dianggap sebagai orang-orang yang melarikan diri dari medan perang.
Pilihan keduanya adalah mereka akan mengubah haluan ke arah yang mereka rasa pernah ditempuh oleh komandan mereka, yaitu mencari jalan yang menghubungkan kepada kenikmatan dunia, dan melalui jalan yang juga bernama jihad!
Dengan ini maka hanya tersisa segelintir mujahid yang tetap bertahan menghadapi rasa sakit dan luka yang mereka alami, dikarenakan keyakinan mereka bahwa jihad ini adalah milik Allah, dan rasa sakit yang ia alami dengan izin Allah adalah rasa sakit terbaik yang merupakan bagian dari proses kemenangan dan perkembangan jihad ini, hingga tujuan utama darinya tercapai, yaitu menghilangkan kedua kalinya keterasingan islam.
Kata-kata ini saya ucapkan namun kita semua lupa siapa yang kita ajak bicara! Kita semua mengikuti setan dengan tidak memberikan arahan berupa bimbingan, tarbiyyah, dukungan dan peringatan kepada mujahid agung ini, dan kata-kata kita haruslah sampai kepada mereka dengan penuh cinta, dan sesungguhnya duri-duri yang menerpa jihad lebih baik dari pada sofa-sofa empuk apapun itu namanya.
Saya katakan kepada diri saya sendiri dan kepada siapa saja yang ingin menghapus keterlibatannya dengan jihad ini, saya katakan kepada siapa saja yang ingin mengubah haluan si mujahid yang mana haluannya tersebut ia bayar dengan kematian dan kesyahidannya, demi menegakkan negara Islam, membasmi thaghut yang berbuat kerusakan di muka bumi, dan merusak agama serta kehidupan dunia orang-orang.
Saya katakan kepada mujahid yang berangkat berjihad di jalan Allah kemudian ia meninggalkan jihad karena ia melihat ada keburukan yang muncul di sana sini, dan saya katakan kepada siapa saja yang mempersilahkan kepada thaghut untuk berbincang-bincang dengannya, bekerjasama dengannya, dan membisikinya dengan godaan keburukan.
Saya juga katakan kepada para komandan yang berjuang semata-mata ikhlas karena Allah, kemudian karena ingin menyokong jihad beserta tentaranya ini, begitu juga saya katakan kepada mereka yang tujuannya bersebrangan dengan para komandan tadi; Bertaqwalah kepada Allah, demi Allah jika kalian tidak melakukan ini (yaitu bertaqwa kepada Allah), dan kalian tidak bertaubat kepada Allah, maka sesungguhnya Allah akan menggantikan kalian dengan yang lain, nama-nama kalian akan tercatat di dalam daftar orang-orang yang berguguran dari amalan puncak agama ini, itupun jika Allah mentakdirkan bahwa jihad ini layak menjadi harapan kaum muslimin untuk menggapai pertolongan Allah bagi kaum muslimin untuk atas para thaghut dan Yahudi beserta para kacung dan para tuan mereka, karena bisa saja jihad ini hanya menjadi sebatas kancah pergolakan iman sebagaimana jihad-jihad di negeri lain. Maka coba renungkan dimanakah posisi orang-orang semacam ini dari jihad?! Dimanakah eksistensi mereka? Menjadi apakah mereka nantinya? Nama-nama mereka memenuhi dunia, orang-orang ramai memberitakan mereka berkat anugerah dari Allah kepada mereka, akan tetapi mereka akan tenggelam sebagaimana orang-orang yang dahulu hilang tak ada kabar dan jejaknya, dan ketika sejarah menulis tentang mereka, mereka tercatat di dalam lembaran hitam sejarah.
Demi Allah sesungguhnya ini adalah ujian bagi agama, akal, pemahaman, dan kemauan kita semua, maka saya katakan kepada mereka yang meninggalkan jihad dan kembali ke rumah karena melihat ada keburukan dan kekeliruan di dalam jihad, saya katakan kepada mereka, bertaqwalah kepada Allah dalam melaksanakan jihad, karena jika kalian menyaksikan kekeliruan di sebuah tempat atau kalian tidak diberi tugas oleh komandan pada bidang yang kalian inginkan, maka negeri jihad ini masih terbuka, pertempuran iman belum berhenti, ksatria-ksatria jihad yang membela kehormatan pun masih ada di mana-mana. Coba kalian pikirkan jikalau seluruh mujahid melakukan seperti apa yang kalian lakukan lalu ia meninggalkan jihad ini, hingga akhirnya ia menamakan jihad ini dengan nama yang sebagian dari kalian berikan; “Jihad Fitnah.”
Saya katakan; Pikirkanlah jikalau seluruh mujahidin membenarkan keburukan yang kalian katakan, maka siapa yang akan menghalau serangan pasukan Nushairiyah terlaknat yang kafir, zindiq lagi durjana itu? Siapa yang akan mencegah pelecehan kehormatan, penumpahan darah dan pengrusakan di muka bumi? Karena seandainya jihad ini diperburuk oleh seorang komandan, tetap saja jihad ini dikobarkan karena Allah, bukan karena komandan tadi, jihad ini dikobarkan demi agama Allah, bukan demi membesarkan nama pemimpin tersebut, biarkan saja urusan kampanye si pemimpin itu atau urusan-urusan lain yang tidak karena Allah, karena Allah sendiri yang akan memberlakukan sunnah-Nya kepada mereka; diganti dengan yang lain setelah sebelumnya disingkap boroknya, hingga jihad ini dapat bersandar kepada rahmat dan pertolongan Allah.
Maka wahai saudaraku, bangkitlah karena Allah Ta’ala dan karena kesyahidan yang menjadi tujuan keberangkatanmu, dan demi menghalau serangan orang-orang kafir, jangan hiraukan debu-debu yang bertebaran di jalanan, karena debu-debu itu tidak mampu menghalangi penempuhnya untuk sampai kepada Maqashid Al Uzhma (tujuan puncak, Khilafah – red.).
Tahanlah rasa perihmu, bersabarlah atas kezhaliman para petinggi dan orang-orang, maka dengan ini engkau akan berhasil mendapat predikat sabar dan yakin, yang dengan keduanya, hanya keridhaan Allah yang akan engkau harapkan.
Wahai engkau yang lari dari medan perang, wahai engkau yang telah bertekad untuk kembali ke rumah dan meninggalkan jihad ini – baik itu dari kalangan Anshari maupun Muhajirin – saya katakan kepadamu; Bertaqwalah kepada Allah dalam urusan kehormatan kaum muslimin, bertaqwalah kepada Allah dalam urusan jihad ini, karena demi Allah sesungguhnya engkau berada dalam kenikmatan yang agung, kenikmatan yang didamba-dambakan oleh setiap lelaki yang memahami agama Allah Ta’ala, maka jangan sampai ketika Allah mengizinkanmu untuk sampai ke bumi kebaikan, derajat-derajat yang mulia di surga, dan kesyahidan, engkau justru meninggalkannya karena keburukan orang yang menyertaimu (dalam jihad ini), atau karena fitnah yang menghasut yang itu merupakan dinamika kehidupan ini, yang tidak terikat oleh kondisi, tempat dan waktu, sehingga engkau layak mendapat kemarahan dari Allah, padahal engkau merasa telah melakukan kebaikan.
Wahai mujahid yang dilupakan oleh makhluk karena kebodohan dan lemahnya penglihatan mereka, dengan izin Allah engkau senantiasa dilihat dan diperhatikan oleh Allah, dan engkau yang terus berdiri menanti kesyahidan, berbakti dan berkorban; jangan sampai engkau mengira bahwa ada seorangpun di dunia ini yang lebih istimewa kedudukannya di hadapan Allah, tak peduli seberapa tinggi jabatannya, seberapa besar namanya, dan seberapa penting kedudukannya di mata agama, karena demi Allah engkau, ya benar; engkau, jika engkau tahu ganjaran apa yang telah disiapkan untukmu, niscaya engkau akan mati dengan dipenuhi rasa bahagia, jika engkau tahu di mana kedudukanmu di sisi Allah, niscaya engkau akan bertambah teguh dan sabar, dan jika engkau tahu apa yang didamba-dambakan setiap muslim yang faham agama Allah darimu dan dari kebaikan yang ada padamu, yaitu mereka ingin membasuh debu medan jihad yang menempel di kedua kakimu, niscaya engkau tidak akan berfikir kecuali mati dalam kondisi yang demikian.
Ketahuilah wahai mujahid, sesungguhnya engkaulah yang mencetak sejarah, engkau lah yang berhak mendapatkan kesyahidan, dan engkaulah yang berdiri tegak di atas gunung kebaikan dan derajat kemulian, tidak ada yang menyamai dirimu di muka bumi ini kecuali mujahid seperti dirimu yang berjihad di seluruh negeri kaum muslimin, maka bersabarlah, kesusahan ini hanyalah sementara, selebihnya kemenangan atau kesyahidan. Demi Allah kesusahan ini hanyalah cobaan rabbani dari Allah untuk menguji makhluknya; agar terungkap siapa yang beriman dan siapa yang munafik, serta siapa yang jujur dan siapa yang berdusta, serta siapa yang ahlus sunnah dan siapa yang bid’ah, serta siapa yang berakal dan siapa yang pandir, serta siapa yang sabar dan siapa yang gagal. Jadi ini adalah cobaan dari Allah yang akan membantah setiap klaim yang belum terklarifikasi, terungkap dan terjabarkan.
أَمۡ حَسِبۡتُمۡ أَن تَدۡخُلُواْ ٱلۡجَنَّةَ وَلَمَّا يَعۡلَمِ ٱللَّهُ ٱلَّذِينَ جَٰهَدُواْ مِنكُمۡ وَيَعۡلَمَ ٱلصَّٰبِرِينَ ١٤٢
“Apakah kamu mengira bahwa kamu akan masuk surga, Padahal belum nyata bagi Allah orang-orang yang berjihad diantaramu dan belum nyata orang-orang yang sabar.” [Ali Imran: 142]
وَلِيُمَحِّصَ ٱللَّهُ ٱلَّذِينَ ءَامَنُواْ وَيَمۡحَقَ ٱلۡكَٰفِرِينَ ١٤١
“Dan agar Allah membersihkan orang-orang yang beriman (dari dosa mereka) dan membinasakan orang-orang yang kafir.” [Ali Imran: 141]
Saya ulangi perkataan saya kepada para ulama, orang-orang shaleh dan para da’i yang mengarahkan jihad ini dengan nasehat-nasehat mereka; demi Allah sebelum kalian mengungkapkan arahan-arahan kalian kepada para mujahidin, terlebih dahulu yang harus kalian lakukan adalah mendo’akan mereka di waktu sahur. Nasehatilah mereka disertai dengan do’a dan mengharap kebaikan serta penyertaan Allah, baik itu secara sembunyi maupun terang-terangan.
Demi Allah jangan sampai kalian menjadikan jihad ini sebagai pembagusan citra atas manhaj-manhaj kalian, dan jangan kalian jadikan diri-diri kalian sebagai kepanjangan tangan para thaghut untuk menjalankan rencana-rencana mereka atas umat ini, demi Allah jika kalian melakukan hal tersebut, Allah akan mengungkap borok kalian, dan kalian akan mendapat kenangan buruk dari seluruh alam semesta.
Saya juga sampaikan kepada para komandan jihad ini; ingatlah penyertaan Allah kepada kalian, ingatlah setiap tentara dari tentara-tentara kalian serta ujian yang ia alami, ingatlah bahwa kalian telah berhasil menjauhi permusuhan antar satu sama lain, dan bernaungnya orang-orang terhadap jihad ini adalah hasil dari jerih payah dan perjuangan kalian.
Allah tahu siapa yang baik dan siapa yang buruk, maka bertaqwalah kepada Allah dalam menjalankan kepemimpinan kalian, dan ingatlah firman Allah Ta’ala:
وَٱجۡعَلۡنَا لِلۡمُتَّقِينَ إِمَامًا
“Dan jadikanlah Kami imam bagi orang-orang yang bertakwa.” [Al Furqan: 74]
Seseorang tidak akan menjadi imam bagi orang-orang yang bertaqwa hingga ia berhasil menjadi imam atau pelopor dalam hal ketaqwaan, hanya engkau tahu bagaimana kondisimu dan bagaimana posisimu dalam agama ini itulah yang diikuti oleh pasukanmu. Apabila ketaqwaan dan ketaatanmu kepada Rabbmu bertambah serta kejujuranmu kepada dirimu dan kepada jihad meningkat, maka pasukanmu juga akan demikian, jadi ini adalah hubungan timbal balik. Oleh karena itu perhatikanlah kondisi keagamaan, keilmuan dan ketaqwaan pasukanmu.
Sedangkan nasehat saya yang selanjutnya, saya katakan kepada diri saya, kepada saudara saya dan juga kepada selain saudara saya;
عَسَىٰ رَبُّكُمۡ أَن يُهۡلِكَ عَدُوَّكُمۡ وَيَسۡتَخۡلِفَكُمۡ فِي ٱلۡأَرۡضِ فَيَنظُرَ كَيۡفَ تَعۡمَلُونَ ١٢٩
“Mudah-mudahan Allah membinasakan musuhmu dan menjadikan kamu khalifah di bumi(Nya), Maka Allah akan melihat bagaimana perbuatanmu.” [Al A’raf: 129]
Di hadapan kita terpapar aturan main sejarah, banyak orang yang mendapat siksaan dan catatan buruk dari sejarah, ada pula yang diidentikkan dengan keburukan, mereka dicap dengan stempel kesesatan, kekeliruan dan ke-antek-antekan, dan banyak pula yang posisinya didoakan oleh Al Khalil (Nabi Ibrahim) Alaihis Salam, dengan do’a:
وَٱجۡعَل لِّي لِسَانَ صِدۡقٖ فِي ٱلۡأٓخِرِينَ ٨٤
“Dan Jadikanlah aku buah tutur yang baik bagi orang-orang (yang datang) Kemudian.” [Asy Syuara’: 84]
Ya Allah menangkanlah jihad ini, tempatkan para komandan dan para pelakunya pada posisi yang Engkau cintai dan Engkau sukai, kami pasrahkan kepada-Mu siapa saja yang menginginkan keburukan terhadap jihad ini, jagalah para pelaku jihad ini dengan penjagaan-Mu, lindungilah mereka dengan perlindungan-Mu, berilah mereka kesabaran serta keyakinan dan mantapkanlah keduanya di dalam sanubari mereka, karena mereka adalah tentara-tentara-Mu, sedangkan Engkau adalah wali kami dan juga mereka, segala puji bagi Allah Rabb semesta alam.
Saudara kalian,
Abu Qatadah – Umar bin Mahmud Abu Umar
(banan/arrahmah.com)