(Arrahmah.com) – Tulisan ini adalah diambil dari kitab “Waqafat Fi Tsamaratil Jihad” tulisan Syaikh Abu Muhammad ‘Ashim Al Maqdisiy (hafizahullah) no ke 19 yang ditulis secara terpisah.
Sebagai tambahan terhadap waqafat 1-18 yang sudah beliau tulis dan sebarakan jauh-jauh hari sebelumnya yang sudah diterjemahkan oleh Ustadz Aman dengan judul ” MERENUNG SEJENAK TERHADAP HASIL-HASIL JIHAD ANTARA KEBODOHAN TERHADAP SYARI’AT DAN KEBODOHAN TERHADAP REALITA” yang pernah diterbitkan oleh penerbit Jazera, Solo dengan judul yang sangat buruk dan tidak mempresentasikan isi buku tersebut dengan judul “MEREKA MUJAHID TAPI SALAH LANGKAH” padahal buku tersebut sebenarnya adalah buku yang diakui para mujahidin Afgahnistan dan Irak sebagai buku yang membantu mengarahkan jihad mereka.
Renungan ke 19 menjabarkan akhlak islam dalam memperlakukan orang kafir yang tidak menggangu kaum muslimin bahkan justeru membantu kaum muslimin dan mujahidin tanpa mengusik keyakinan mereka dalam kondisi tidak ada payung negara islam yang disegani orang-orang kafir. Semoga tulisan yang diterjemahkan oleh Ustadz Abu Sulaiman Aman Abdrrahman (fakkalah asrohu) ini bermanfaat untuk para Mujahidin yang sedang berjihad fie sabilillah dan kaum muslimin semuanya. Arrahmah.com menghadirkan tulisan ini agar mencerahkan dan mencerdaskan buat kita semua, insya Allah. Selamat membaca:
***
Renungan Kesembilan Belas
هَلْ جَزَاءُ الْإِحْسَانِ إِلَّا الْإِحْسَانُ
“Tidak ada balasan untuk kebaikan selain kebaikan pula”
Saat kami dikucilkan dari alam dan dihalangi dan mendapatkan kunjungan keluarga, kabar berita dan hubungan dengan dunia luar, saya tidak melihat dari makhluk di sel isolasi saya itu selain utusan palang merah, merpati dan burung-burung kecil yang biasa bertengger di atas teralis besi lobang sel untuk mencari potongan roti yang sering saya taburkan baginya supaya menghibur kesepian saya dengan bunyi dan kicauannya.
Dan begitulah pula apa yang dilakukan utusan lembaga internasional untuk palang merah, di mana kedatangan utusan itu kepada kami membangkitkan rasa bahagia dan senang, karena ia artinya adalah kabar baru tentang keluarga, dan surat-surat kerinduan dari orang-orang yang dicintai sebagaimana ia dalam banyak keadaan berusaha untuk meringankan tekanan-tekanan yang dilakukan kantor penjara terhadap banyak tahanan, bahkan kadang kala ia membawakan untuk kami buku-buku yang membuat kami senang dalam kondisi pengisolasian dan pelarangan buku-buku oleh pihak penguasa. Dan untuk keadaan saya secara pribadi adalah mendapatkan posisi khusus dan perhatian dari lajnah (Palang Merah Internasional / ICRC) dengan sebab lamanya masa pengisolasian yang telah saya jalani di sel isolasi.
Setiap orang yang mengenal saya dan mengenal kegemaran saya kepada buku dan bacaan akan mengetahui bahwa hukuman terbesar terhadap saya di dalam penahanan adalah penghalangan saya dari hal itu, dan kantor penjara pun mengetahui baik hal itu dan melakukannya terhadap saya, di mana mereka menghalangi saya dari buku-buku atau mempersulitnya terhadap saya atau merampasnya di saat buku-buku itu ada karena sebab hal sepele, maka utusan ICRC pun mengerahkan upaya mereka untuk melepas pemboikotan ini dari saya dengan kejujuran yang tidak akan saya lupakan bagi mereka, dan mereka mencoba dengan berbagai kemampuan dan fasilitas mereka untuk memecahkannya, dan di awal-awal mereka berhasil setelah susah payah dari memasukan majalah “Insani” yang menginduk kepada lajnah dan yang terbit per pasal, maka itu adalah awal penglihatan kami terhadap dunia luar yang terjauhkan dari kami walau dari celah isyarat-isyarat yang tercecer di dalam berita-berita dan kegiatan-kegiatan ICRC (INTERNATIONAL COMMITTEE of The RED CROSS), dan tidak akan menghargai kadar hal ini kecuali orang yang telah merasakan apa yang kami rasakan, sehingga kami selalu menunggu dengan kerinduan kepada Majalah ini walaupun sedikitnya info-info dunia di dalamnya, karena ia bukan buletin pemberitaan, namun buletin yang memperkenalkan kegiatan-kegiatan lembaga ini, akan tetapi pengisolasian yang kami alami itu menjadikannya sebagai buletin pemberitaan utama dan satu-satunya tentunya bagi kami.
Kemudian upaya-upaya utusan lajnah itu terus beruntun, sehingga mereka berhasil memasukan buku-buku kecil lajnah dan buletin-buletinnya yang beraneka ragam seperti buku Un Souvenir The Solferino (Mengenang Tragedi Solferino) milik Jean Henry Dunant, dan Al Qanun Ad Dauli Al Insani fil Islam serta yang lainnya dari terbitan-terbitan Lajnah dan Buletin-Buletinnya. Kemudian setelah usaha keras dan terus menerus akhirnya Lajnah berhasil memasukan 100 buku yang bermacam-macam yang dengannya ia memecahkan pengisolasian kami, dan darinya saya membuat perpustakaan penjara yang dipinjam secara bergantian oleh para napi setelah pelarangan yang lama terhadap buku-buku.
Dan ini adalah sebagian nama kitab-kitab yang dihadiahkan oleh ICRC sebagai perpustakaan bagi narapidana:
- Tafsir Ibni Katsir
- Shahih Muslim
- Shahih Al Bukhari
- Daulatul Murabithin
- Tarikh Al Andalus (Copian)
- Tarbiyatul Aulad fil Islam
- Qashashul Anbiya
- Shuwar Min Hayatish Shahabah
- Shuwar Min Hayatit Tabi’in
- Laa Tahzan Innallaha Ma’anaa
- Fi Wujdanil Qaryah
- Al Yaumul Mau’ud
- Ath thibb An Nabawiy
- Hubbii Ya Riihal Iman
- Shina’atul Qa’id
- Rihlatun Najah
- Al Harbul ‘Alamiyyah Al Ula Wats Tsaniyah..
Dan buku-buku lainnya dalam daftar yang panjang dan beraneka ragam…
Orang yang mengamati buku-buku ini adalah mengetahui kesalahan prasangka banyak orang yang meyakini bahwa lembaga ini melakukan kegiatan-kegiatan misionaris atau kristenisasi, karena sebagian buku-buku itu membicarakan perihal penderitaan kaum muslimin di Andalusia (Spanyol dan Portugal sekarang, pent.) dan menjelaskan apa yang mereka alami berupa pemusnahan (Holocos) di Mahkamah-Mahkamah Taftisy (Pemeriksaan) pasca jatuhnya Andalusia dan lenyapnya kekuasaan Islam di sana.
Sebahagiannya mengecam serangan pasukan-pasukan salibis terhadap negeri-negeri kaum muslimin dan berbicara tentang pembantaian yang dialami kaum muslimin saat jatuhnya Al Quds di bawah kekuasaan mereka, dan sebagiannya mengecam penjajahan modern dan membela khilafah serta mencela orientalis, budaya barat, a susila dan hal lainnya yang mana hal tersebut tergolong bukti yang menunjukkan secara jelas bahwa lembaga ini tidak ikut campur di dalam permasalahan keagamaan dan keyakinan, dan ia tidak memiliki tujuan kristenisasi atau misionaris –sesuai pengalaman saya- dan hal serupa itu yang berusaha disematkan oleh sebagian orang dengan sebab namanya dan simbolnya yang mana ia pada asalnya adalah pembalikan bendera Swis negara tempat domisili dan lahirnya Lembaga ini…
Padahal sesungguhnya yang harus dijadikan barometer itu adalah hakikatnya bukan penamaannya terkhusus lagi apabila penamaan itu hanya sekedar simbol dan pamflet yang dikosongkan dari isinya dan dipalingkan atau dipindahkan dari makna-makna asalnya, di mana berapa banyak negara atau organisasi di zaman kita ini yang menjadikan dari ayat-ayat Qur’aniyyah atau syahadatain atau takbir atau hilal (bulan sabit) sebagai simbol baginya sedangkan ia tidak mengenal dari islam itu kecuali namanya dan tidak ada padanya dari simbol-simbol ini kecuali tulisannya saja bahkan bisa jadi tidak memahaminya dan tidak mengenalnya dengan makna-makna asalnya dan penunjukan-penunjukan yang sebenarnya, dan justru malah memerangi makna-makna itu dan memusuhi penganutnya…
Dan juga sudah diketahui oleh setiap orang yang merujuk kepada sejarah lahirnya dan perintisan lembaga ini bahwa ia tidak berangkat dari prinsip-prinsip keagamaan tabsyiriyyah (kristenisasi) dan bahwa pendirinya yang pertama Henri Dunan adalah saudagar dan bukan pendeta atau misionaris.
Dan bila saya boleh berbicara tentang pengalaman pribadi saya dengan lembaga ini maka sesungguhnya saya tidak pernah merasakan sepanjang hubungan saya dengan ICRC ini yang berlangsung sejak tahun 1994 M dan tidak pernah melihat di suatu hari pun bahwa utusan ICRC ini berusaha melakukan misi kristenisasi atau ikut campur dalam keyakinan para narapidana, bahkan sebaliknya justru sayalah yang sering memulai banyak dari mereka dengan melontarkan permasalahan keagamaan dan meminta penjelasan dari mereka tentang aqidah mereka dan mengajak mereka kepada islam, dan mereka juga sama sekali tidak tersinggung dengan pencoretan saya pada tenggang waktu yang panjang terhadap simbol Lajnah di surat-surat saya yang saya kirimkan buat keluarga saya, namun justru yang tersinggung dari hal itu dan memprotesnya adalah pemerintah yang saya menjadi tahanannya dengan alasan bahwa saya melakukan hal itu sebagai sandi dan isyarat rahasia yang saya isyaratkan dengannya kepada keluarga saya, dan sebagian surat-surat saya ditahan karena sebab itu…
Di suatu tahun dari tahun-tahun penahanan saya mencoba meminta dari utusan Lajnah agar menghadirkan Kitab yang disucikan oleh orang-orang Nasrani untuk membantu saya dalam sebagian riset ilmiah saya di penjara, namun mereka menolak dari hal itu dan meminta maaf, dan mereka tidak memenuhi permintaan saya itu padahal mereka itu memenuhi permintaan penyediaan banyak kitab-kitab yang tadi diisyaratkan di atas, di samping itu sesungguhnya termasuk hal yang diketahui umum bahwa banyak dari utusan lajnah itu pada hakikatnya adalah orang-orang yang mengaku beragama islam, sedangkan yang non muslim dari mereka selalu menjaga dan menghormati pilihan-pilihan para pemuda muslim, dan mereka berusaha keras untuk menyediakan utusan-utusan pria di saat si tahanan menolak dari melakukan wawancara dengan utusan wanita sebagai bentuk keinginan kuat dari mereka agar tidak terputusnya hubungan dengan siapa pun dari kalangan narapidana, sampai-sampai para utusan wanita Lajnah itu mengenakan kerudung karena sebab itu…
Dan di saat saya telah menyelesaikan bacaan semua kitab-kitab dalam daftar yang panjang yang dihadirkan Lajnah ke penjara dan yang tidak mungkin dibaca dalam satu atau dua atau tiga bulan namun saya telah menyelesaikannya semuanya karena keinginan kuat pemerintah dan kebersikukuhannya untuk memperpanjang masa penjamuan saya di sel isolasi saya, maka setelah itu saya meminta kitab-kitab lain dari utusan Lajnah yang saya sebutkan nama-nama judulnya, dan mereka pun tidak pelit dalam menghadirkannya kepada saya. Dan itu terealisasi setelah upaya keras mereka yang panjang dan alot yang membuahkan hasil pengguguran pelarangan terhadap buku, bahkan lajnah pun di akhir perjalanan dan sebulan sebelum pembebasan saya berhasil mendapatkan –dengan sebab lamanya pengisolasian saya- persetujuan untuk memasukan koran ke dalam sel saya dalam setiap kunjungan lajnah, dan ia adalah hal yang bisa terealisasi pertama kali dalam sejarah penjara sesuai pengetahuan saya, maka kunjungan mereka itu pun bagi saya telah berarti adalah info terperinci tentang berita-berita dunia yang mana pikiran saya telah ketinggalan darinya sajak kurang lebih lima tahun…
Ini adalah sebagian yang saya lihat dan saya saksikan dari usaha keras Lajnah ini dalam pengalaman pribadi saya. Adapun pelayanan-pelayanan mereka di tingkat dunia islam:
Maka salah seorang pejabat ICRC berkata: (Bisa diperhatikan bahwa lebih dari separuh pelayanan-pelayanan yang dilakukan ICRC adalah di arahkan untuk membantu korban kaum muslimin baik mereka itu para narapidana atau keluarga orang-orang yang hilang atau kaum sipil yang membutuhkan atap yang menaungi mereka atau air bersih atau makanan. Dan dengan memperhatikan sekilas kegiatan-kegiatan ICRC di lebih dari 50 negara anggota OKI (Organisasi Konferensi Islam), jelaslah keberadaannya yang kuat di dunia islam…) Nukilan dari (Mukhtarat Min Al Majallah Ad Dauliyyah Lish Shalib Al Ahmar 2005 M)
Dan orang yang meragukan informasi-informasi ini bisa menanyakan kepada rakyat Palestina di Ghaza dan Tepi Barat dan juga rakyat Irak terutama para tahanan dan keluarga mereka tentang pelayanan Lajnah ini.
Karena sebab itu semua dan yang lainnya, maka saya sungguh sangat heran dan mengingkari saat saya mendengar pemboman kantor ICRC di Baghdad; sedangkan Irak dan rakyatnya dalam kondisinya yang sekarang adalah rakyat yang paling membutuhkan di dunia hari ini kepada pelayanan-pelayanan ICRC yang banyak dan beraneka raga, sebagaimana saya diliputi rasa jijik dengan alasan-alasan dangkal sebagian orang dalam pembenaran pemboman itu dengan klaim bahwa kantor ICRC di Irak itu adalah sarang bagi CIA, seolah CIA itu kekurangan sarang di negeri (Irak) yang malang yang telah menjadi salah satu bagian wilayah dari wilayah-wilayah mereka (CIA/USA); sehingga, mereka meminjam kantor ICRC atau menyewanya untuk menetap mereka!! Dan setiap orang yang mengenal kenetralan ICRC ini dan berinteraksi dengannya pasti mengetahui ketidakmungkinan praduga-praduga, prasangka-prasangka dan alasan-alasan pembenaran semacam ini.
Sebagaimana saya sangat terheran-heran terhadap sikap menjadikan utusan ICRC sebagai sasaran dalam banyak front baik mereka itu dibunuh atau diculik dan dijadikan jaminan/gadaian bagi negosiasi atau penekanan terhadap negara-negara asal mereka, dan seperti itu pula menargetkan para pegawai Lembaga-lembaga Bantuan secara umum bukan karena apa-apa kecuali karena warna rambut mereka yang pirang atau mata mereka yang biru atau kewarganegaraan mereka sebagai tanda terhadap permusuhan dalam dien dan bahkan lebih dari batas itu yang dilampaui di mana wanita-wanita dari Lembaga itu pun dijadikan sasaran seperti Margaret Hasan kepala kantor organisasi Kair Al Khairiyyah di Irak yang telah bekerja dalam bidang Pertolongan selama 30 tahun di Irak seraya menentang Embargo yang ditetapkan terhadap Irak, dan ia di samping itu adalah istri laki-laki warga Irak yang mengaku muslim, namun demikian dunia seluruhnya menonton penculikan wanita ini dan pengancaman pembunuhannya serta perealisasian pembunuhannya itu dengan klaim penekanan terhadap negara asal wanita itu agar menarik pasukannya dai Irak!
Maka kedunguan macam apa ini dan pencorengan apa lagi terhadap jihad dan pelecehan (bentuk apa lagi) terhadap muqawamah (perlawanan) dan ahlinya?? Dan saya tidak ragu sedikit pun bahwa hal semacam ini tidak mungkin muncul dari mujahid yang memahami diennya dan menghormati jihadnya serta peduli terhadap nama baiknya; namun hal ini tidak mungkin muncul kecuali dari para perampok dan orang-orang jahat yang tidak memiliki sedikit pun hubungan dengan dien apalagi dengan jihad; sebagaimana hal itu memang terbukti kemudian di mana ternyata para penculik itu bukan dari mujahidin, dan justru penculikan dan pembunuhannya itu telah dikecam oleh orang yang menghormati jihadnya dan yang peduli terhadap sum’ahnya dari kalangan mujahidin, para dai mereka dan ulama mereka.
Karena telah sah dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bahwa beliau berkata:
مَنْ قَتَلَ مُعَاهَدًا لَمْ يَرِحْ رَائِحَةَ الجَنَّةِ
“Barangsiapa membunuh mu’ahid maka ia tidak mencium bau surga.” (HR Al Bukhari no. 3166)
Dan bersabda dalam hadits shahih:
مَنْ قَتَلَ رَجُلًا مِنْ أَهْلِ الذِّمَّةِ، لَمْ يَجِدْ رِيحَ الْجَنَّةِ
“Barangsiapa membunuh seorang dari Ahludzdzimah, maka ia tidak mendapatkan bau surga…” (HR Al Imam Ahmad no. 18072 dan lainnya)
Sisi pengambilan dalil dari hadits-hadits ini adalah bahwa bila ancaman ini telah ada di dalamnya bagi orang yang membunuh kafir mu’ahid atau dzimmiy yang menghormati agama islam dan penganutnya dan memberikan rasa damai kepada mereka atau menahan dirinya dari memerangi mereka karena rasa takut terhadap kekuasaan Islam dan daulah kaum muslimin di saat negara Islam itu ada; maka bagaimana halnya dengan orang yang menghormati agama kaum muslimin dan menahan dirinya dari memerangi mereka dan bahkan bekerja aktif dalam membantu dan menolong mereka walaupun kaum muslimin tidak memiliki daulah dan kekuasaan yang ditakuti dan diseganinya, akan tetapi dia melakukan hal itu dari dorongan muruah atau amal kemanusiaan dan akhlak yang terpuji serta hal serupa itu; bukankah dia ini lebih layak dan lebih pantas untuk mendapatkan keamanan, perlakuan baik, tidak disakiti dan tidak diganggu? dan (lebih pantas) masuk dalam firman-Nya:
لا يَنْهَاكُمُ اللهُ عَنِ الَّذِينَ لَمْ يُقَاتِلُوكُمْ فِي الدِّينِ وَلَمْ يُخْرِجُوكُمْ مِنْ دِيَارِكُمْ أَنْ تَبَرُّوهُمْ وَتُقْسِطُوا إِلَيْهِمْ إِنَّ اللَّهَ يُحِبُّ الْمُقْسِطِينَ
“Allah tidak melarang kalian berbuat baik dan berlaku adil terhadap orang-orang yang tidak memerangi kalian dalam urusan agama dan tidak mengusir kalian dari kampung halaman kalian. Sesungguhnya Allah mencintai orang-orang yang berlaku adil.” [Al Mumtahanah: 8]
Maka kalau begitu tidak ada alasan bagi keberatan sebagian pemuda dari interaksi dengan ICRC atau menghajrnya dan memboikotnya, padahal mereka itu atau saudara-saudara mereka yang tertindas atau ditawan sangat membutuhkan sekali kepada pelayanan-pelayanannya dan bantuan-bantuannya. Dan di antara yang bisa dijadikan pendekatan dalam hal ini adalah apa yang ada di dalam sirah pada kisah Kepergian Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam ke Thaif yang mana di sana beliau disakiti dan dilempari kakinya sampai bercucuran darah, terus beliau berlindung di keteduhan suatu kebun, kemudian beliau didatangi seorang budak yang beragama Nasrani namanya ‘Addas dengan membawa anggur maka beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam pun menerimanya darinya…
Dan untuk sebagai faidah, saya beritahukan bahwa Daulah Utsmaniyyah sendiri telah bergabung dengan Kesepakatan Jenewa tahun 1864 M tanpa sungkan sedikit pun, di mana ia adalah Kesepakatan yang di atas dasarnya telah bertolak upaya perlindungan korban-korban perang di zaman-zaman modern; dan atas dasar itu ia telah memberikan jaminan keamanan dan menghargai pengibaran lambang Palang Merah sebagai sarana perlindungan bagi mobil-mobil Ambulans musuh, karena kesepakatan ini telah menegaskan agar menghormati individu-individu pelayanan medis dan sarana-sarana pengangkutan serta perlengkapan-perlengkapan medis sedang tandanya adalah lambang Palang Merah di atas latar putih, dan Daulah Utsmaniyyah tidak menggunakan lambang Bulan Sabit Merah kecuali di saat peperangan antara Daulah Utsmaniyyah dengan Rusia tahun 1876-1878 M saat ia mengumumkan bahwa ia akan menggunakan Bulan Sabit Merah sebagai Lambang tersendiri bagi Organisasi Nasionalnya di atas mobil-mobil Ambulans yang menginduk kepadanya dengan tetap terus menghormati pemakaian lambang Palang Merah sebagai sarana perlindungan bagi mobil-mobil Ambulans musuh, dan sejak itu saja maka Bulan Sabit Merah telah menjadi lambang yang diberlakukan di Daulah Utsmaniyyah, dan hal itu tidak mengundangnya untuk tidak memberikan jaminan keamanan kepada mobil-mobil musuh yang membawa lambang Palang Merah sebagai ciri terhadap pelayanan-pelayanan medis, atau mengganggunya dan mengancamnya dengan bahaya, akan tetapi ia tetap terus memberikan jaminan keamanannya.
Dan terakhir, saya di sini membisikkan di telinga setiap saudara mujahid dengan pertanyaan ini: Apa engkau rela dikatakan bahwa mujahid itu adalah insan yang dungu yang tidak bisa membedakan antara musuhnya dengan kawannya dan antara orang yang memeranginya dengan orang yang membantunya? Saya kira engkau tidak rela dengan hal itu. Jadi hati-hatilah dari ikut serta dalam allaghwu fiddin (sikap, kegaduhan di dalam dien) atau berbuat hal yang meremehkan jihad dan mencorengnya sehingga (dengan tindakan itu) engkau membantu musuh-musuh islam dalam tipu daya dan makar mereka terbesar dan terbusuk dalam memerangi dien ini. Allah ta’ala berfirman:
وَقَالَ الَّذِينَ كَفَرُوا لا تَسْمَعُوا لِهَذَا الْقُرْآنِ وَالْغَوْا فِيهِ لَعَلَّكُمْ تَغْلِبُونَ
“Dan orang-orang kafir berkata: janganlah kalian mendengarkan Al-Qur’an dan buatlah kegaduhan terhadapnya, agar kalian dapat mengalahkan (mereka),” [Fushshilat: 26]
Oleh karena itu sesungguhnya saya mengajak dan menasihati semua ikhwah yang aktif bekerja untuk kejayaan dien ini di seluruh penjuru dunia; yang peduli: kepada urusan kaum muslimin dan dien mereka serta ingin menjaga sum’ah jihad dan mujahidin agar mereka memberikan keamanan kepada utusan-utusan ICRC (Lembaga Palang Merah Internasional) dan yang serupa dengannya berupa organisasi-organisasi Pemberian Pertolongan, dan hendaklah menghindari dari menjadikan para anggota dan utusan-utusannya sebagai sasaran selagi mereka terus menjaga kenetralan mereka dan tidak ikut campur dalam agama kaum muslimin dan keyakinan-keyakinan mereka, namun mereka (para anggota organisasi-organisasi itu) bekerja untuk memberikan pertolongan dan bantuan kepada kaum muslimin, dan hendaklah para aktivis itu tidak menganggap sikap itu sebagai keutamaan dari mereka, namun ia itu wajib dari sekian kewajiban berbuat baik kepada orang-orang yang berbuat baik. Allah ta’ala berfirman:
هَلْ جَزَاءُ الْإِحْسَانِ إِلَّا الْإِحْسَانُ
“Tidak ada balasan untuk kebaikan selain kebaikan (pula),” [Ar Rahman: 60]
Sungguh kami kaum yang kemuliaan akhlak kami menolak dari
Memulai menyakiti orang yang tidak menyakiti kami
Dan di dalam hadits shahih yang diriwayatkan Al Imam Ahmad dan yang lainnya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata:
لَا يَشْكُرُ اللهَ مَنْ لَا يَشْكُرُ النَّاسَ
“Tidak bersyukur kepada Allah orang yang tidak berterima kasih kepada manusia.” (HR Ahmad no. 7939)
Bukan termasuk agama kita dan bukan termasuk tuntunan Nabi kita shallallahu ‘alaihi wa sallam membalas orang yang berhak mendapatkan ungkapan terima kasih walau berbeda aqidah dan agama dengan kita dengan perlakuan buruk dan pengingkaran apalagi dengan penculikan, gangguan dan pembunuhan… Dan yang sangat menunjukkan terhadap hal ini adalah apa yang diriwayatkan Al Bukhari dari sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pasca perang Badar perihal tawanan kaum musyrikin:
لَوْ كَانَ المُطْعِمُ بْنُ عَدِيٍّ حَيًّا، ثُمَّ كَلَّمَنِي فِي هَؤُلاَءِ النَّتْنَى لَتَرَكْتُهُمْ لَهُ
“Andaikata Muth’im ibnu ‘Addiy masih hidup terus ia Menego saya perihal orang-orang busuk itu tentu saya membiarkan mereka untuknya” (HR Al Bukhari no. 3139)
Yaitu beliau akan bebaskan mereka semua sebagai ungkapan terima kasih baginya; dan itu dikarenakan ia telah memberikan jaminan keamanan dan melindungi beliau sepulangnya dari Thaif ke Mekkah, dan ada yang mengatakan pula bahwa sebab hal itu adalah karena ia tergolong orang yang paling keras upayanya dalam merobek Shahifah (Surat kesepakatan) yang ditulis Quraisy terhadap Banu Hasyim dan kaum muslimin yang bersama mereka saat diboikot di Syi’ib. Jadi ini adalah ungkapan terima kasih baginya dan pujian yang baik atas kebaikannya terhadap Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam walaupun Muth’im ini sudah mati di atas kemusyrikan dan peribadatan berhala…
Ibnu Hajar dalam Fathul Bari telah menuturkan dari Al Fakihaniy dengan isnad yang mursal bahwa Hissan ibnu Tsabit membuat syair kenangan kebaikan Muth’im ibnu Addiy tatkala meninggal sebagai balasan jasanya terhadap Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Dan dalam pujian beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam terhadap Hilful Fudlul sedangkan ia adalah hilf (kesepakatan) yang didirikan zaman jahiliyyah oleh orang-orang kafir penyembah berhala untuk menolong orang yang dianiaya dan untuk menghadang kezaliman; maka di dalam pujian beliau itu terdapat dalil yang jelas terhadap keabsahan memuji dan berterima kasih kepada orang-orang yang suka menolong dan berbuat baik, dan bahwa hal itu termasuk akhlak Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dan tergolong sunnah dan tuntunannya. Dan bukan termasuk akhlak dan tuntunan beliau membunuh atau menculik dan berbuat buruk kepada orang-orang semacam mereka itu.
Apa si angkuh tak tahu bahwa di tengah kami ada
Kitabullah yang memberikan kepada kami bayan
Memerangi kehidupan kami sehingga bisa membangun
Eksistensi di atas sinar Tuntunannya
Ia mengatakan kepadanya dan kepada seluruh dunia
Bahwa kami akan menguasai orang yang telah menguasai kami
Dengan jihad kan kami Teror Para penjahat Perang dan memberikan kenyamanan bila mereka jujur
Ini adalah yang ingin saya ingatkan dan arahkan kepada saudara-saudara saya di mana saja sebagai bentuk ketulusan kepada dienullah dan ketulusan kepada jihad dan mujahidin, serta sebagai bentuk kepedulian terhadap sum’ah mereka dan sum’ah jihad mereka, juga sebagai bentuk penampakan bagi gambaran hakiki yang indah bagi islam dan jihad…
Dan di penutup kalimat ini ada baiknya bagi saya untuk mengingatkan para utusan ICRC juga sebagai kecintaan saya terhadap kebaikan bagi mereka; dengan nasihat teman mereka saat berbicara dalam ucapannya yang tadi telah diisyaratkan di atas: (Dan Lembaga Internasional ini perlu agar menjauhkan dirinya dari permasalahan-permasalahan Sosial dan pertikaian-pertikaian politik) selesai.
Saya katakan: Dan seperti itu juga permasalahan-permasalahan keyakinan dan keagamaan bagi kaum muslimin selagi prinsip kenetralan adalah prinsip yang dipegang oleh Lajnah (Lembaga) dan ia selalu memperhatikan pembuktian yang menjadikannya bisa lancar berinteraksi bersama seluruh pihak tanpa memancing atau ikut campur dalam keyakinan dan agama manusia. Dan ia adalah yang diingatkan oleh pemimpin redaksi Majalah ICRC dengan ucapannya: (Agar Lembaga mendapatkan kepercayaan semua pihak yang bertikai maka ia menetapkan atas dirinya prinsip ini (netral), bukan saja tidak ikut serta dalam operasi-operasi permusuhan, akan tetapi juga penolakan dari ikut campur dalam segala bentuk debat politik atau keagamaan atau ideologi) selesai nukilan dari Mukhtarat min Majallah Ash shalibil Ahmar 2005 M.
Bila Organisasi-organisai Bantuan ikut campur dalam aqidah, agama dan syari’at kaum muslimin, maka tidak diragukan bahwa ia akan menjerumuskannya kepada sikap permusuhan dan menjadikannya sasaran-sasaran yang memusuhi, dan bukan netral atau membantu. Sungguh saya telah melihat dan banyak mujahidin pun melihat Lembaga-lembaga Bantuan Eropa di Utara Afghanistan ikut campur dalam urusan hijab wanita muslimah dan membagikan pakaian-pakaian yang mengandung ungkapan-ungkapan misi kristenisasi, dan karena sebab-sebab ini mujahidin pun telah mengolongkannya dalam Organisasi-organisasi yang memusuhi. Dan saat itu saya belum membedakan sebagaimana banyak orang selain saya sampai hari ini masih belum membedakan antara Lembaga-lembaga itu dengan Lembaga ICRC dan prinsipnya yang netral.
Dan nasihat terakhir saya hadiahkan juga kepada Majallah Al Insaniy yang menemani saya dalam kegelapan penjara dan pengisolasiannya; agar ia menjauhkan dirinya dari hal-hal semacam ini, dan di antaranya adalah pujian sebagian penulisnya tanpa hati-hati kepada sebagian penulis dan pemikir yang menghujat Qur’an kaum muslimin, sejarah mereka dan tsaqafah mereka, karena sesungguhnya ungkapan (Sesungguhnya pendapat-pendapat yang ada di dalam terbitan ini tidaklah mengungkapkan kecuali dari sudut pandang para pemiliknya) tidaklah berarti apa-apa bersama hujatan yang jelas terhadap agama dan syari’at kaum muslimin, seperti hijab wanita muslimah, poligami dengan klaim hak-hak wanita atau hak-hak manusia yang pilih-pilih, atau hujatan kepada jihad dan mujahidin serta perlawanan umat islam dengan klaim mencela Teror. Karena hal itu pada hakikatnya adalah penyelarasan dan pengikutan arus perang dunia terhadap apa yang disebut Teror yang meluas sehingga pada hakikatnya ia menjadi perang terhadap kaum muslimin dan negeri-negeri mereka!! Dan penceburan Majalah dan pengikutannya dalam (arus) semacam ini adalah bertolak belakang dengan dasar kenetralan yang telah dijadikan oleh Lajnah sebagai prinsip baginya. Dan hal serupa adalah pujian tanpa sungkan kepada musuh-musuh Al-Qur’an apalagi sampai menuturkan sebagian ucapan mereka di dalam majalah.
Dan selama Lajnah itu memperhatikan serius terhadap kenetralannya dan menjauhi kemusykilan-kemusykilan dan sandungan-sandungan semacam ini, maka ia akan mendapatkan selalu dari kami syukur dan pujian ucapan maupun perbuatan sebagaimana yang telah kami pelajari dari agama kami dan tuntunan Nabi kami shallallahu ‘alaihi wa sallam…
Abu Muhammad Al Maqdisi
Pokok Renungan ini ditulis di sel 53 di Penjara Intelijen Umum
1428 H – 2007 M
Penterjemah: Abu Sulaiman 26 Dzul Hijjah 1432 H
(saif al attar/arrahmah.com)