JAKARTA (Arrahmah.id) – Presiden RI Prabowo Subianto menunjuk Nasaruddin Umar sebagai Menteri Agama dalam Kabinet Merah Putih yang diumumkan di Istana Negara Jakarta, Ahad malam (20/10/2024).
Nasaruddin Umar diangkat sebagai Menteri Agama menggantikan Yaqut Cholil Qoumas yang tidak diperpanjang masa jabatannya.
Sebelum resmi ditunjuk sebagai Menag, Nasaruddin berkisah soal pemanggilannya yang tiba-tiba oleh Prabowo. Ia dipanggil Prabowo untuk datang ke kediamannya di Kartanegara.
“Saya betul-betul sangat surprise ya. Saya enggak menyangka dan saya kaget, saya enggak pernah membayangkan,” ungkap Nasaruddin.
Nasaruddin mengaku tidak pernah ada pembicaraan soal posisi menteri bersama Prabowo maupun orang di sekitar lingkungan Partai Gerindra sebelum-sebelumnya.
Namun, pada Senin (14/10) sekitar pukul 18:00 WIB, dirinya mendapat undangan dari ajudan Prabowo Subianto untuk datang ke Kartanegara.
Nasaruddin Umar lahir di Ujung-Bone, Sulawesi Selatan pada 23 Juni 1959.
Nasaruddin Umar menyelesaikan pendidikan S1 di IAIN Alauddin Makassar, kemudian melanjutkan S2 dan S3 di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
Selain di dalam negeri, Nasaruddin juga belajar di luar negeri, termasuk belajar di McGill University, Kanada, dan juga sebagai salah satu mahasiswa yang menjalani Program Ph.D di Universitas Leiden, Belanda (1994-1995).
Setelah mendapatkan gelar doktoral, ia pernah menjadi sarjana tamu di Sophia University, Tokyo (2001), sarjana tamu di SOAS University of London (2001-2002), dan sarjana tamu di Georgetown University, Washington DC (2003-2004).
Sebelum menjabat sebagai Imam Besar Masjid Istiqlal, Nasaruddin pernah menjabat sebagai Wakil Menteri Agama pada periode 2011-2014 dalam Kabinet Indonesia Bersatu II di bawah Presiden Susilo Bambang Yudhoyono.
Nasaruddin Umar sering menjadi sorotan publik apalagi beliau di kenal sebagai Tokoh SIPILIS (Sekulerisme, Pluralisme dan Liberalisme).
Nasaruddin Umar juga dikenal sebagai pro Yahudi. Salah satu kontroversi yang pernah muncul adalah terkait dengan isu bahwa ia pernah belajar agama Yahudi di Amerika Serikat, yang kemudian menimbulkan berbagai spekulasi dan perdebatan di media sosial.
Selain itu, Nasaruddin Umar juga dikenal sebagai tokoh yang overacting mempromosikan toleransi antarumat beragama. Salah satu inisiatifnya yang terkenal adalah usulan pembangunan Terowongan Silaturahmi yang menghubungkan Masjid Istiqlal dan Gereja Katedral di Jakarta Pusat, yang bertujuan untuk menghilangkan “pagar pembatas” antara kedua tempat ibadah tersebut.
Nasaruddin Umar pernah mengusulkan pemerintah untuk mengkaji ulang pelajaran fikih di pondok pesantren jika hendak menangkal paham radikalisme.
Nasaruddin mengatakan pelajaran fikih yang ada saat ini masih produk era Perang Salib. Sehingga masih mempertentangkan negara Islam dengan negara bukan Islam.
(ameera/arrahmah.id)