TEHERAN (Arrahmah.id) — Sejak Revolusi Islam Iran tahun 1979, pemerintah telah memaksa keluarga Iran untuk memilih nama dari daftar nama yang disetujui bagi anak-anak mereka, yang disebut para kritikus merupakan bagian dari kampanye pihak penguasa untuk menegakkan preferensi budaya dan agama mereka terhadap seluruh warga Iran.
Pihak berwenang berpendapat, dilansir VOA (20/5/2022), nama-nama yang tidak disetujui dapat memantik perpecahan etnis karena dianggap menyoroti perbedaan. Akan tetapi, kritikus mengatakan, kebijakan itu adalah upaya keras pemerintah dalam rekayasa sosial, yang terutama merugikan kelompok-kelompok minoritas.
Pegiat hukum mengatakan, sebagian besar keluarga yang mengajukan permohonan izin untuk menggunakan nama pilihan mereka kalah di pengadilan.
Dalam wawancara dengan VOA, sejumlah orang tua menjelaskan bagaimana mereka terpaksa tidak jadi menamai anak mereka sesuai keinginan setelah pihak berwenang melabeli mereka asing, tidak Islami, atau menarik nasionalisme etnis.
Larangan itu membuat banyak warga Iran terbiasa memiliki dua nama – satu untuk dokumen resmi, sementara lainnya menjadi nama panggilan oleh keluarga dan teman.
Undang-undang catatan sipil Iran mengklasifikasikan sebagai “terlarang” nama-nama yang “menghina kesucian Islam, serta pilihan nama yang cabul, menyinggung, atau tidak pantas.”
Undang-undang itu memberi wewenang kepada Dewan Tinggi Catatan Sipil untuk menentukan nama mana yang diizinkan dan mana yang tidak.
Salah satu kasus terjadi pada 14 Februari lalu. Pengadilan Tinggi Marrand di provinsi Azerbaijan Timur, Iran, memutuskan bahwa seorang bayi laki-laki yang baru lahir di sana tidak diperbolehkan diberi nama “Türkay” – kata yang berarti “bulan Turki” dalam bahasa Turki Azeri.
Orang tua bayi, yang terganggu meski tidak terkejut dengan keputusan pengadilan, memutuskan untuk melawan. Setelah menjalani pertarungan hukum selama lebih dari dua bulan, Pengadilan Banding Azerbaijan Timur pada akhir April lalu memutuskan bahwa nama itu sebenarnya tidak tercantum dalam daftar “nama yang dilarang,” sehingga keluarga itu diperkenankan menggunakannya untuk putra mereka.
Keputusan itu adalah kemenangan yang langka bagi keluarga dari etnis minoritas di Iran, yang telah lama frustrasi terhadap penolakan pemerintah untuk mengizinkan mereka menamai anak mereka sesuai keinginan masing-masing.
“Akhirnya, keturunan Turki lain memperoleh kartu identitasnya,” cuit pengacara keluarga Sina Yousefi di Tabriz, yang sekaligus memposting foto putusan pengadilan.
“Warga Azerbaijan harus menjalani proses pengadilan dan prosedur peradilan yang sulit untuk memberi nama pilihan bagi anak mereka, namun mereka tidak akan pernah menyerahkan hak-hak sipil mereka,” ungkapnya. (hanoum/arrahmah.id)