JAKARTA (Arrahmah.com) – Ketua Dewan Penasihat Lembaga Bantuan Hukum PB NU, Moh Mahfud MD menegaskan pernyataan Ahok kepada KH Ma’ruf Amin dalam sidang penistaan Surat Al Maidah 51 sangat tidak beradab dan di luar koridor hukum. Untuk itu, wajar sekali bila sekarang warga nahdliyin merasa terpantik emosinya atau marah terhadap sikap yang merendahkan posisi KH Ma’ruf Amin itu.
”Saya pribadi selama ini diam saja. Tapi atas kejadian Ahok di sidang pengadilan yang seperti itu maka saya pun kini emosi. Dan wajar bila para kader dan warga NU seperti dari Ansor dan PMII marah atas sikap itu. Saya kira tindakan Ahok itu tidak beradab. KH Maruf adalah sosok ulama yang sangat dihormati warga NU. Dan di organisasi jamiah NU (PB NU) dia menempati posisi yang sangat tinggi. Semua warga NU hormat dan mencintai beliau,” kata Mahfud yang juga Guru Besar FH UII Yogyakarta, kepada Republika.co.id, Rabu (1/2/2017).
Menurut Mahfud, apa yang dipertontonkan oleh Ahok dan penasihat hukumnya di sidang tersebut juga keluar dari substansi. Bahkan, beberapa pernyataan yang terlontar di sidang itu menjadi ‘blunder’ hukum yang punya konsekuensi hukum yang serius. Hal ini misalnya adanya pengakuan Ahok bahwa dia punya data telepon percakapan KH Ma’ruf Amin dan Susilo Bambang Yudhoyo (SBY),
”Ahok dan timnya dapat data percakapan antara KH Ma’ruf dan SBY. Sebelum ngomong substansi isi pembicaraan, saya pertanyakan di mana data itu didapat. Ingat data percakapan tidak bisa didapat dari sembarang orang karena harus dari lembaga penegak hukum. Kalau begitu data percakapan itu hasil ‘pencurian’ dan ini jelas-jelas perbuatan melanggar hukum,” tegasnya.
Selain itu, tudingan bahwa percakapan di telepon itu menandakan bahwa KH Ma’ruf menjadi pendukung calon gubernur tertentu, juga punya persoalan hukum. Sebab, siapa pun orangnya –termasuk KH Ma’ruf Amin– bebas bertemu dengan siapa pun. Dan kebebasan ini dijamin dalam hukum dan konstitusi negara.
”Memang ada pelanggaran hukum bila KH Ma’ruf menjadi anggota Dewan Pertimbangan Presiden (Watimpres) masa SBY. Kenapa tidak dipersoalkan juga jabatan KH Ma’ruf yang lain, misalnya sempat menjadi pendiri PKB, ketua Syuriah PBNU, atau hingga punya pesantren. Jadi maksudnya apa dengan penghinaan terhadap sosok ulama terkemuka tersebut?,” ujar Mahfud.
Dalam soal persidangan, lanjut Mahfud, sebenarnya Ahok dan penasihat hukumnya bisa bertindak lebih beradab. Ini misalnya, bila dia merasa keberatan dengan kesaksian KH Ma’ruf Amin, maka kemukakan saja nanti ketika melakukan nota pembelaan.
”Jadi bukan malah menyerang pada sisi soal di luar kesaksian dan hukum. Saya tidak paham apa maksudnya karena malah menyerang beliau dari sisi pribadi. Di sinilah saya merasa wajar bila warga Nahdliyin marah dengan sikap Ahok dan penasihatnya itu,” tegas Mahfud MD.
(*/arrahmah.com)