GAZA (Arrahmah.id) – Nael Barghouti, tahanan politik terlama di dunia, akhirnya siap dibebaskan. Keluarganya mengonfirmasi bahwa ia menghubungi mereka pada Selasa (18/2/2025) untuk menyampaikan berita tersebut. Setelah menghabiskan lebih dari 44 tahun di penjara ‘Israel’, ia diharapkan akan dibebaskan dalam rangkaian kesepakatan pertukaran tahanan antara Hamas dan negara pendudukan ‘Israel’. Keluarganya mencatat bahwa ia akan diasingkan dari tanah airnya. Tanggal dan lokasi pasti pembebasannya masih belum jelas, tetapi sumber-sumber memperkirakan pembebasannya dapat terjadi pada Kamis atau Sabtu ini.
Kehidupan di Balik Jeruji Besi
Lahir pada 23 Oktober 1957, di desa Kobar, sebelah utara Ramallah, Nael Barghouti baru berusia 20 tahun ketika pasukan ‘Israel’ menangkapnya pada tahun 1978. Ia dihukum karena melumpuhkan seorang tentara ‘Israel’ dan dijatuhi hukuman penjara seumur hidup ditambah 18 tahun. Selama beberapa dekade, pergeseran politik dan perlawanan dari generasi ke generasi datang dan pergi, tetapi Barghouti tetap berada di balik jeruji besi.
Pada 2011, ia akhirnya dibebaskan sebagai bagian dari kesepakatan pertukaran tahanan Wafaa Al-Ahrar. Ia menikahi mantan tahanan Iman Nafi’ dan mulai membangun kembali hidupnya. Namun pada 2014, pasukan ‘Israel’ menangkapnya kembali, bersama dengan puluhan orang lainnya yang dibebaskan dalam pertukaran tersebut. Pihak berwenang mengutip sebuah “berkas rahasia” untuk mengembalikan hukuman seumur hidup yang dijatuhkan kepadanya, meskipun ia telah dipenjara selama bertahun-tahun.
Selama satu dekade terakhir, Barghouti telah menjadi simbol ketahanan Palestina. Kisahnya mencerminkan perjuangan ribuan tahanan yang masih berada di balik jeruji besi di bawah kebijakan militer ‘Israel’ yang keras.
Sebuah Keluarga yang Diserang
Penahanan Barghouti hanyalah sebagian kecil dari penderitaan keluarganya. Pada 2018, pasukan ‘Israel’ membunuh keponakannya, Saliḥ Barghouti. Saudaranya, Asim, ditangkap tak lama setelah itu. Rumah mereka dihancurkan sebagai bagian dari kebijakan hukuman kolektif ‘Israel’. Pada 2021, Barghouti kehilangan kakak laki-lakinya, Umar, karena COVID-19. Pihak berwenang ‘Israel’ menolak haknya untuk mengucapkan bela sungkawa. Satu-satunya saudara perempuannya, Hanan, ditangkap pada 2023 dan ditempatkan di bawah penahanan administratif tanpa dakwaan.
Meski begitu, Nael Barghouti tidak pernah putus asa. Para tahanan menggambarkannya sebagai sosok yang bijak dan teguh. Ia dikenal karena pengetahuannya yang mendalam tentang sejarah Palestina, kecintaannya pada buku, dan kemampuannya untuk menginspirasi para tahanan yang lebih muda. Bahkan setelah 44 tahun di penjara, ia tetap berkomitmen pada perjuangan pembebasan Palestina.
Kebebasan Namun dengan Harga yang Terjangkau
Meskipun pembebasannya merupakan momen yang membahagiakan, pengasingan paksa membayangi momen tersebut. Barghouti tidak akan kembali ke desa tercintanya, Kobar. Sebaliknya, ia akan dikirim ke negara yang dirahasiakan. Bagi seorang pria yang telah menghabiskan seluruh hidupnya di balik jeruji besi, ini merupakan bentuk pengungsian lainnya.
Warga Palestina melihat pembebasannya sebagai kemenangan kecil dalam perjuangan mereka yang sedang berlangsung. Namun, pembebasannya juga menimbulkan pertanyaan-pertanyaan sulit. Berapa banyak tahanan lagi yang akan ditangkap kembali meskipun ada kesepakatan pertukaran? Berapa banyak yang akan diasingkan alih-alih kebebasan sejati? Dan kapan siklus pemenjaraan dan pemindahan ini akhirnya akan berakhir?
Saat dunia menyaksikan, satu hal yang pasti: kisah Nael Barghouti bukan hanya tentang satu orang. Kisah ini tentang ketahanan masyarakat yang menolak untuk dipatahkan. (zarahamala/arrahmah.id)