YANGON (Arrahmah.com) – Penangkapan pemimpin Partai Liga Nasional untuk Demokrasi (NLD) Myanmar Aung San Suu Kyi, Senin (1/2/2021) dini hari, menimbulkan ketegangan di negara tersebut.
Penangkapan Suu Kyi juga dianggap sebagai kudeta oleh NLD, yang dilakukan oleh militer Myanmar di ibu kota pemerintahan, Naypyidaw.
Dalam penangkapan yang terjadi pada Senin dini hari itu, militer Myanmar turut menangkap Presiden Win Myint dan para pemimpin lainnya.
Pada hari yang sama militer Myanmar mengumumkan pihaknya mengambil alih kekuasaan dan menetapkan masa darurat selama satu tahun.
Sementara itu, diketahui terdapat hampir 600 Warga Negara Indonesia (WNI) yang berdomisili di Myanmar.
Duta Besar RI untuk Myanmar Iza Fadri mengatakan, pihaknyapun telah mengerahkan staf untuk memberikan imbauan langsung kepada WNI yang sebagian besar terpusat di Kota Yangon untuk menindaklanjuti kondisi politik dalam negeri yang tidak kondusif.
“Sejauh ini kalau yang kita monitor di Yangon belum ada. Karena, pusat pemerintahan itu di Naypyitawt. Tadi sebelum internet menyala, mengantisipasi situasi tadi saya sudah rapat dengan staf di KBRI Yangon, juga melakukan langkah-langkah antisipasi. Tadi kita coba imbauan secar fisik,” ungkap Iza Fadri, lansir RRI.CO.ID, Senin (1/2/2021).
Iza mengungkapkan, WNI di Myanmar diimbau untuk waspada terhadap perkembangan situasi politik setempat.
“Dari KBRI kita utus di sini ada kumpulan orang Indonesia, Kerukunan Indonesia-Myanmar. Kita imbau (WNI-red) untuk waspada dan mengantisipasi situasi yang berkembang,” lanjutnya.
Iza turut memastikan, tidak ada WNI yang berdomisili di Naypyitawt, sehingga koordinasi dilakukan langsung terhadap mereka yang berada di Kota Yangon.
“Di Naypidau WNI kayaknya relatif nihil, karena biasanya kalau ada kegiatan dengan pemerintahan kita baru ke sana. Di sana juga tidak ada pusat perdagangan, jadi memang Yangon yang lebih banyak (WNI-red) dan beberapa di kota lain,” terangnya.
(ameera/arrahmah.com)