Oleh Eviyanti
Pendidik Generasi dan Pegiat Literasi
WHO yang berdiri sejak tahun 1948, menetapkan Hari Kesehatan Sedunia atau “World Health Day” diperingati setiap tanggal 7 April. Tahun 2024 ini mereka mengambil tema ‘My health, my right,’ atau kesehatan kita adalah hak kita. Seperti yang dikutip oleh antaranews.com, Ahad (7/4/2024), Tema Hari Kesehatan Sedunia tahun ini adalah Kesehatan kita adalah hak kita. WHO memilih tema ini karena hak mendapatkan kesehatan yang setara masih belum merata di seluruh dunia. Di berbagai belahan dunia masih terjadi berbagai wabah dan peningkatan berbagai jenis penyakit, merebaknya masalah polusi udara, terjadinya perang, kelaparan bahkan kematian, dan lebih dari separuh penduduk dunia belum sepenuhnya mendapat pelayanan kesehatan yang bermutu. Tema ini diambil dengan tujuan untuk memastikan hak-hak setiap orang akan akses layanan kesehatan terpenuhi.
Benarkah saat ini kesehatan rakyat sudah terjamin?
Pemerintah mengklaim sudah memberikan jaminan layanan kesehatan pada rakyat, tetapi pada faktanya BPJS tidak memberikan layanan optimal, keterbatasan kemampuan dan kurangnya dokter, layanan kurang berkualitas, ketersediaan ruangan dan alat medis, adanya perbedaan pembiayaan bagi faskes serta berbagai problem lainnya.
Fakta ini mencerminkan buruknya pelayanan kesehatan di negara kapitalis. Negara seharusnya memprioritaskan kemaslahatan dan urusan kehidupan rakyat, bukan membuat kebijakan yang mengabaikan nasib rakyatnya.
Inilah yang terjadi ketika negara mengadopsi sistem kapitalis-sekularis, di mana negara abai dengan kewajiban-kewajibannya sebagai raa’in (pelayanan) dan junnah (perlindungan). Karena standar negara kapitalis sangat dominan dalam menilai dan menempatkan negara sebagai regulator, bukan penanggung jawab.
Sistem rusak buatan manusia ini, hanya akan membawa kesengsaraan pada rakyat kecil khususnya, dan akan terus menguntungkan para penguasa dan pengusaha/pemilik modal. Sistem kapitalis berlandaskan pada materi dan untung rugi, bilamana ada keuntungan materi maka para penguasa dan pengusaha/pemilik modal akan menjalankannya.
Padahal kesehatan menjadi salah satu kebutuhan pokok yang akan dijamin oleh negara Islam dengan baik, sesuai kebutuhan, dengan harga murah bahkan gratis. Negara memudahkan rakyatnya untuk menjangkau layanan kesehatan dengan membangun sarana kesehatan di seluruh penjuru negeri.
Dalam Islam, kebutuhan atas pelayanan kesehatan termasuk kebutuhan dasar masyarakat yang menjadi kewajiban negara. Rumah sakit, klinik dan fasilitas kesehatan lainnya merupakan fasilitas publik yang diperlukan oleh kaum muslim dalam terapi pengobatan dan berobat. Semua itu wajib disediakan oleh negara secara cuma-cuma sebagai bagian dari pengurusan negara atas rakyatnya. Namun, penguasa saat ini tampak berlepas tangan dari kewajiban untuk menjamin berbagai kebutuhan dasar yang menjadi hak rakyatnya.
Salah satu hal yang menjadi kebutuhan dasar dan mutlak diperlukan oleh manusia dalam hidupnya adalah jaminan kesehatan. Selain pendidikan, kesehatan adalah salah satu pelayanan umum dan kemaslahatan hidup yang sangat penting. Oleh sebab itu, fungsi negara/pemerintah adalah mengurus segala urusan dan kepentingan rakyatnya. Dalilnya adalah sabda Rasul shalallahu alaihi wasallam:
فَاْلإِماَمُ رَاعٍ وَ هُوَ مَسْؤُوْلٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ
“Imam (penguasa) adalah pengurus rakyat dan ia bertanggung jawab atas rakyat yang ia urus.” (HR Al-Bukhari).
Islam memiliki tiga sifat dalam jaminan kesehatan:
Pertama, berlaku umum tanpa diskriminasi, dalam arti tidak ada pengkelasan dalam pemberian layanan kesehatan kepada rakyat, baik muslim maupun nonmuslim.
Kedua, bebas biaya alias gratis. Negara tidak boleh meminta biaya apapun kepada rakyat, terkait pelayanan kesehatan.
Ketiga, negara memberikan kemudahan kepada rakyat untuk bisa mendapatkan pelayanan kesehatan.
Ini semua akan terlaksana ketika negara menerapkan sistem Islam secara kafah dalam semua lini kehidupan. Rakyat akan sejahtera, terjamin semua kebutuhan dasarnya, yang memang menjadi hak mereka. Sehinggga slogan “My Health, my right,” benar-benar terwujud.
Wallahua’lam bish shawab