SURABAYA (Arrahmah.com) – Ketua Umum PBNU KH Hasyim Muzadi menilai peran mantan Presiden Abdurrahman Wahid (Gus Dur) membuat Nahdlatul Ulama (NU) dihormati banyak kalangan, termasuk nonmuslim.
“Kalau saya ke luar negari, banyak kalangan nonmuslim yang menanyakan kabar Gus Dur, bukan kabar Pak Harto atau kabar SBY kalau sekarang,” katanya di Surabaya.
Ia mengemukakan hal itu setelah memberikan “taushiyah” (nasihat) dalam peringatan 40 hari wafat Gus Dur di Masjid Nasional Al Akbar Surabaya (MAS) yang dihadiri 10.000 lebih muslim di Jatim serta puluhan kiai/ulama, termasuk adik kandung Gus Dur, Ir KH Solahudin Wahid (Gus Solah).
Acara yang diawali dengan pembacaan Surah Yasin oleh KH Abdusshomad Bukhori (Ketua MUI Jatim) dan tahlil oleh KH Rofiq Siradj (Rais Syuriah PCNU Sidoarjo) itu dihadiri umat muslim dari Surabaya, Gresik, Bangkalan, Mojokerto, Sidoarjo, Lamongan, Malang, dan Pasuruan.
Menurut Hasyim Muzadi yang juga Presiden Konferensi Dunia Agama untuk Perdamaian (World Conference on Religions for Peace-WCRP) itu, Gus Dur telah mampu menjadikan Islam sebagai “rahmatan lil alamin” (bernilai tambah bagi masyarakat dunia).
“Menjelang kepemimpinannya di PBNU, Gus Dur mengumpulkan anak-anak muda NU seperti Achmad Bagdja, Slamet Effendi Yusuf, dan saya untuk merumuskan jadi diri NU. Saya sendiri sudah sering ditanya para kiai untuk menafsirkan pemikiran Gus Dur,” katanya.
Hasilnya, jati diri NU akhirnya dirumuskan dalam empat pola yakni ukhuwah Nahdliyyah (persaudaraan sesama NU), ukhuwah Islamiyah (persaudaraan sesama Islam), ukhuwah Basyariah (persaudaraan sesama bangsa), dan ukhuwah Insaniah (persaudaraan sesama manusia).
“Ukhuwah nahdliyyah itu berarti persaudaraan sesama NU tidak dibatasi perbedaan parpol, sedangkan ukhuwah Islamiah berarti persaudaraan yang tak dibatasi perbedaaan amaliah seperti NU dan Muhammadiyah,” katanya.
Sementara ukhuwah Basyariah merupakan persaudaraan sesama bangsa yang tak dibatasi kedudukan/status, sedangkan ukhuwah Insaniah itu berarti hubungan secara manusiawi.
“Ukhuwah Basyariah itulah yang mendapat dukungan dari KH Achmad Siddiq bahwa Pancasila dan NKRI itu merupakan bentuk yang paling final,” katanya.
Dengan pola pemikiran seperti itu, katanya, NU menjadi sangat dihormati banyak kalangan, karena NU menjadi “rahmatan lil alamin” yang tak membedakan dalam hubungan antarmanusia.
“Saya sendiri menjadi Ketua Umum PBNU juga melanjutkan jati diri NU yang dikampanyekan Gus Dur itu, kecuali ukhuwah Insaniah. “Itu karena itu Gus Dur hanya sebatas hubungan antarmanusia di Tanah Air, tapi saya lanjutkan menjadi ukhuwah Insaniah secara internasional. Alhamdulillah, NU sudah banyak dikenal karena pemikirannya yang rahmatan lil alamin itu,” katanya.
Dalam kesempatan itu, adik kandung Gus Dur, Ir. K.H. Solahuddin Wahid (Gus Solah), menyampaikan terima kasih atas doa yang dipanjatkan seluruh umat manusia, apakah dilaksanakan secara berjamaah maupun sendiri-sendiri.
“Hingga kini, banyak warga masyarakat yang mendoakan. Itu karena keihlasan Gus Dur, meski dikenal kontroversi. Misalnya, istilah pluralisme dipandang Gus Dur sebagai paham yang majemuk, namun pihak lain menyimpulkan sebagai paham yang menyamakan semua agama. Itu justru tidak dibenarkan Gus Dur,” katanya.
Dalam acara peringatan 40 hari wafatnya Gus Dur yang ditutup dengan doa oleh KH Miftachul Akhyar (Rias Syuriah PWNU Jatim dan Habib Sholeh Assegaf itu, takmir Masjid Al Akbar membagikan 5.000 surah Yasin yang ludes dan banyak jamaah masjid yang tidak kebagian. (rep/arrahmah.com)