(Arrahmah.com) – Abu Utsman an-Nahdi (wafat tahun 100 H) yang memiliki nama asli Abdurrahman bin Mull bin Amru bin Adi al-Bashri adalah seorang ulama besar di kalangan tabi’in. Ia mendapati masa jahiliyah dan masa Islam. Ia masuk Islam pada zaman Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa salam dan membayar zakat kepada petugas zakat yang beliau angkat, namun tidak sempat bertemu dan melihat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa salam.
Abu Utsman an-Nahdi belajar hadits kepada sejumlah ulama besar generasi sahabat seperti Umar bin Khathab, Ali bin Abi Thalib, Sa’ad bin Abi Waqash, Sa’id bin Zaid (empat sahabat yang mendapat jaminan surga), Abdullah bin Mas’ud, Bilal bin Rabah, Hudzaifah bin Yaman, Salman al-Farisi, Abu Musa al-Asy’ari, Usamah bin Zaid, Abu Hurairah, Abdullah bin Abbas, dan lain-lain.
Abu Utsman an-Nahdi turut menyertai pasukan Islam dalam peperangan Yarmuk melawan pasukan Imperium Romawi pada tahun 13 H. Ia juga turut serta dalam peperangan-peperangan besar melawan Imperium Persia, yaitu dalam peperangan Qadisiyah, Jalula’, Tustar, Nahawand, Azerbaijan, Mihran dan Rustum.
Selain seorang ulama dan mujahid, Abu Utsman an-Nahdi juga dikenal luas sebagai seorang ahli ibadah. Ia telah melaksanakan 60 kali haji dan umrah, tekun melakukan shaum sunnah di siang hari dan shalat tarawih serta witir di malam hari. Menurut riwayat para sejarawan, Abu Utsman an-Nahdi dikaruniai usia 130 tahun. (Imam Adz-Dzahabi, Siyaru A’lam an-Nubala’, 4/175-179)
Abu Utsman an-Nahdi pernah menuturkan sebuah kisah berharga. Diriwayatkan oleh imam Ibnu Abi Hatim ar-Razi dan Ahmad bin Hambal bahwasanya Abu Utsman an-Nahdi berkata: “Tidak ada seorang pun yang lebih sering duduk bermajlis (menimba ilmu) dengan Abu Hurairah selain aku. Abu Hurairah lebih dahulu menunaikan ibadah haji, dan aku baru menunaikan haji setelahnya.
Ternyata penduduk Bashrah (yang pulang dari ibadah haji) menceritakan bahwa Abu Hurairah pernah berkata: “Saya telah mendengar Rasululullah Shallallahu ‘alaihi wa salam bersabda:
إِنَّ اللهَ يُضَاعِفُ الْحَسَنَةَ أَلْفَ أَلْفَ حَسَنَةٍ
“Sesungguhnya Allah melipat gandakan satu amal kebajikan dengan satu juta kebajikan.”
Saya pun berkomentar: “Apa-apaan kalian ini? Demi Allah, tidak ada seorang pun yang lebih sering duduk bermajlis (menimba ilmu) dengan Abu Hurairah selain aku. Tapi aku tidak pernah mendengar hadits ini dari Abu Hurairah.”
Maka aku segera menyiapkan bekal untuk menemui Abu Hurairah, namun ternyata ia telah berangkat untuk menunaikan haji. Maka aku pun berangkat haji untuk menemuinya dan menanyakan hadits ini. Aku berhasil menemuinya dan aku pun menanyakan hadits ini kepadanya.
“Wahai Abu Hurairah, hadits apa yang dikatakan oleh penduduk Bashrah bahwa mereka telah mendengarnya darimu?” tanyaku.
“Hadits apa itu?” Abu Hurairah balik bertanya kepadaku.
Aku menjawab, “Penduduk Bashrah mengatakan bahwa Anda telah menyatakan bahwa Allah akan membalas satu amal kebajikan dengan satu juta kebajikan.”
Abu Hurairah menjawab, “Wahai Abu Utsman, kenapa engkau heran atas hal itu? Bukankah Allah Ta’ala telah berfirman:
{مَنْ ذَا الَّذِي يُقْرِضُ اللهَ قَرْضًا حَسَنًا فَيُضَاعِفَهُ لَهُ أَضْعَافًا كَثِيرَةً}
“Barangsiapa meminjamkan kepada Allah (berinfak di jalan Allah, edt) sebuah pinjaman yang baik, niscaya Allah akan melipat gandakan untukkan dengan kelipatan-kelipatan yang banyak.” (QS. Al-Baqarah [2]: 245)
Allah Ta’ala juga berfirman:
{فَمَا مَتَاعُ الْحَيَاةِ الدُّنْيَا فِي الآخِرَةِ إِلا قَلِيلٌ}
“Maka kenikmatan hidup dunia itu dibandingkan dengan (kenikmatan di) akhirat hanyalah sedikit belaka.” (QS. At-Taubah [9]: 38)?
Abu Hurairah berkata:
وَالَّذِي نَفْسِي بِيَدِهِ لَقَدْ سَمِعْتُ رَسُولَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ: “إِنَّ اللهَ يُضَاعِفُ الْحَسَنَةَ أَلْفَيْ أَلْفِ حَسَنَةٍ”
“Demi Allah yang nyawaku berada di tangan-Nya, aku telah mendengar Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa salam bersabda: ‘Sesungguhnya Allah melipat gandakan satu amal kebajikan dengan dua juta kebajikan.” (HR. Ibnu Abi Hatim dan Ibnu Jarir ath-Thabari. Syaikh Syu’aib al-Arnauth berkata: Sanad ini lemah, karena Ziyad al-Jashash yaitu Ziyad bin Abi Ziyad al-Jashash adalah perawi yang lemah)
Dalam riwayat lain dari imam Ahmad bahwasanya Abu Utsman an-Nahdi berkata kepada Abu Hurairah: “Telah sampai berita kepadaku bahwa Anda menyatakan bahwa Allah akan membalas satu amal kebajikan dengan satu juta kebajikan.”
Maka Abu Hurairah menjawab:
وَمَا أَعْجَبَكَ مِنْ ذَلِكَ؟ فَوَاللهِ لَقَدْ سَمِعْتُهُ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ” إِنَّ اللهَ لَيُضَاعِفُ الْحَسَنَةَ أَلْفَيْ أَلْفِ حَسَنَةٍ “
“Kenapa engkau heran atas hal itu? Demi Allah, aku telah mendengar Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa salam bersabda: ‘Sesungguhnya Allah benar-benar melipat gandakan satu amal kebajikan dengan dua juta kebajikan.” (HR. Ahmad bin Hambal no. 7945 dan Ibnu Jarir ath-Thabari. Syaikh Syu’aib al-Arnauth berkata: Sanad ini lemah, karena kelemahan perawi Ali bin Zaid bin Jud’an)
Dalam riwayat lain, Abu Utsman an-Nahdi berkata kepada Abu Hurairah: “Telah sampai kepadaku berita sebuah hadits, bahwa Anda telah mendengar Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa salam bersabda:
إِنَّ اللهَ عَزَّ وَجَلَّ يُعْطِي عَبْدَهُ الْمُؤْمِنَ، بِالْحَسَنَةِ أَلْفَ أَلْفَ حَسَنَةٍ
“Sesungguhnya Allah melipat gandakan satu amal kebajikan seorang hamba-Nya yang beriman dengan satu juta kebajikan.”
Abu Hurairah menjawab: “Tidak, justru aku mendengar Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa salam bersabda:
” إِنَّ اللهَ عَزَّ وَجَلَّ يُعْطِيهِ أَلْفَيْ أَلْفِ حَسَنَةٍ “
“Sesungguhnya Allah melipat gandakan satu amal kebajikan seorang hamba-Nya yang beriman dengan dua juta kebajikan.”
Abu Hurairah kemudian membacakan ayat:
إِنَّ اللهَ لَا يَظْلِمُ مِثْقَالَ ذَرَّةٍ وَإِنْ تَكُ حَسَنَةً يُضَاعِفْهَا وَيُؤْتِ مِنْ لَدُنْهُ أَجْرًا عَظِيمًا
“Sesungguhnya Allah tidak akan menzalimi hamba-Nya walau sebesar satu biji sawi. Jika satu biji sawi itu berupa amal kebaikan, niscaya Allah akan melipat gandakannya dan mengaruniakan dari sisi-Nya pahala yang besar.” (QS. An-Nisa’ [4]: 40)
Abu Hurairah lantas berkata:
إِذَا قَالَ اللهُ عَزَّ وَجَلَّ {أَجْرًا عَظِيمًا} فَمَنْ يَقْدُرُ قَدْرَهُ
“Jika Allah telah berfirman ‘pahala yang besar’, maka siapa yang bisa memperkirakan besarnya?” (HR. Ahmad. Al-Hafizh Nuruddin al-Haitsami dalam Majma’ az-Zawaid wa Mamba’ al-Fawaid, 10/145 no. 17188-17189 berkata: “Diriwayatkan oleh imam Ahmad dengan dua sanad dan juga oleh imam Al-Bazzar semisalnya. Salah satu dari dua sanad Ahmad adalah sanad yang bagus)
Saudaraku seislam dan seiman…
Kisah Abu Utsman an-Nahdi di atas disebutkan oleh para ulama tafsir saat menjelaskan dua ayat tentang jihad dengan nyawa dan jihad dengan harta, yaitu firman Allah Ta’ala:
وَقَاتِلُوا فِي سَبِيلِ اللهِ وَاعْلَمُوا أَنَّ اللهَ سَمِيعٌ عَلِيمٌ (244) مَنْ ذَا الَّذِي يُقْرِضُ اللهَ قَرْضًا حَسَنًا فَيُضَاعِفَهُ لَهُ أَضْعَافًا كَثِيرَةً وَاللهُ يَقْبِضُ وَيَبْسُطُ وَإِلَيْهِ تُرْجَعُونَ (245)
“Dan berperanglah kalian di jalan Allah dan ketahuilah sesungguhnya Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui. Barangsiapa meminjamkan kepada Allah (berinfak di jalan Allah, edt) sebuah pinjaman yang baik (tanpa mengungkit-ungkit dan tanpa menyakiti hari penerima infak, edt) niscaya Allah akan melipat gandakan untukkan dengan kelipatan-kelipatan yang banyak. Allah menggenggam (menyempitkan rizki atas sebagian hamba-Nya, edt) dan melimpahkan (rizki kepada sebagian hamba-Nya yang lain, edt) dan hanya kepada-Nya kalian dikembalikan.” (QS. Al-Baqarah [2]: 244-245)
Pada ayat 244, Allah memerintahkan kaum beriman untuk berperang di jalan Allah demi menegakkan syariat Allah. Itulah jihad dengan nyawa.
Pada ayat 245, Allah menganjurkan kaum beriman untuk berinfak guna membiayai perang di jalan Allah. Infak tersebut harus dikeluarkan dengan jiwa yang ikhlas, dari harta yang halal, tanpa diiringi sikap riya’, sum’ah, mengungkit-ungkit dan menyakiti hati orang yang menerimanya. Itulah jihad dengan harta dan memberi “pinjaman yang baik” kepada Allah. Allah menamakan jihad dengan harta tersebut “pinjaman”, sebagaimana Allah menamakan jihad dengan nyawa “jual-beli” dalam surat At-Taubah [9]: 111.
Allah Ta’ala menjanjikan balasan pahala yang berlipat kali dari besarnya infak di jalan Allah yang diberikan oleh hamba-Nya yang beriman. Hadits-hadits dari Abu Hurairah di atas menjelaskan bahwa balasan pahala dari Allah tersebut bisa mencapai 2 juta kali lipat. Bahkan bisa lebih besar lagi, berdasar keumuman lafal “berkali-kali lipat” (أَضْعَافًا كَثِيرَةً) dalam QS. Al-Baqarah [2]: 245 dan “pahala yang besar” (أَجْرًا عَظِيمًا) dalam QS. An-Nisa’ [4]: 40.
Saudaraku seislam dan seiman…
Ayat yang mulai ini merupakan pendorong yang sangat agung bagi setiap muslim, khususnya di bulan suci Ramadhan yang penuh berkah ini, untuk memperbanyak infak hartanya. Bukan untuk infak bagi masjid, mushola, pondok pesantren, fakir miskin dan buka bersama di lingkungannya.
Namun yang lebih mulia dan lebih tepat sasaran, yaitu infak untuk menolong kaum muslimin yang tertindas dan mujahidin yang berperang melawan aliansi pasukan musyrik internasional (rezim Nushairiyah Suriah, Garda Revolusi “Syiah Imamiyah” Iran, milisi Syiah Irak dan milisi Syiah Hizbullah Lebanon) yang mengepung, membombardir dan membantai kaum muslimin di Suriah.
Juga infak untuk menolong kaum muslimin yang tertindas dan mujahidin yang berperang melawan pasukan kekafiran di Afghanistan, Pakistan, Lebanon, Palestina, Irak, Yaman Selatan, Somalia, Mali, Chechnya, Rohingnya dan negeri-negeri kaum muslimin lainnya.
Masihkah kita berat dan kikir untuk meraih lipatan dua juta pahala dari sisi Allah di bulan suci Ramadhan yang penuh berkah ini? Jika di bulan Ramadhan saja kita masih merasa berat dan kikir, lantas kapan hati kita akan tergerak? Wallahu a’lam bish-shawab.
(muhibalmajdi/arrahmah.com)