(Arrahmah.com) – Qais bin Abbad menceritakan, “Saat itu saya sedang duduk-duduk di masjid nabawi bersama orang-orang. Tiba-tiba ada seorang laki-laki yang memasuki masjid, wajahnya menunjukkan tanda-tanda kekhusyu’an. Laki-laki itu melakukan shalat dua raka’at dengan ringkas, tidak terlalu panjang. Melihat orang yang shalat itu, orang-orang berkata: “Orang ini adalah seorang penghuni surga.”
Ketika laki-laki itu telah menyelesaikan shalat dan keluar dari masjid, saya segera mengikutinya sampai ia masuk ke dalam rumahnya. Saya pun ikut masuk ke dalam rumah bersamanya. Saya mengobrol dengannya beberapa saat lamanya. Saat ia sudah mulai akrab denganku, saya pun bercerita apa adanya kepadanya: “Saat Anda tadi masuk ke masjid, orang-orang bercerita begini dan begitu tentang diri anda.”
Laki-laki itu menjawab, “Subhanallah, tidak selayaknya orang berbicara tentang hal yang ia tidak memiliki ilmu tentangnya. Aku akan menceritakan kepadamu kenapa sampai seperti itu.”
Laki-laki itu memulai ceritanya. Katanya, “Suatu hari aku bermimpi pada masa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa salam, maka aku pun menceritakan mimpiku Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa salam. Dalam mimpiku, aku melihat diriku berada di sebuah taman yang sangat hijau dan luas. Di tengah-tengah taman itu ada sebuah tiang dari besi, bagian bawahnya menancap di bumi namun bagian atasnya berada di langit, dan pada bagian atas tiang itu ada seutas tali yang besar.”
Tiba-tiba ada sebuah suara yang mengatakan kepadaku, “Panjatlah tiang ini!”
“Aku tidak bisa,” jawabku.
TIba-tiba ada seseorang yang membantuku. Dia mengangkat kainku dari belakang punggungku dan mengatakan kepadaku, “Panjatlah tiang ini!”
Akhirnya aku bisa memanjat tiang itu sampai ke puncaknya. Aku pun meraih seutas tali yang besar di puncak tiang itu.
Laki-laki yang membantuku itu berkata, “Pegang erat-erat tali itu!”
Mendadak aku terbangun dari tidurku. Anehnya, seutas tali itu masih berada di tanganku. Aku segera menemui Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa salam dan menceritakan mimpi anehku kepada beliau. Beliau menjelaskan makna mimpiku dengan bersabda,
أَمَّا الرَّوْضَةُ فَرَوْضَةُ الْإِسْلَامِ، وَأَمَّا الْعَمُودُ فَعَمُودُ الْإِسْلَامِ، وَأَمَّا الْعُرْوَةُ فَهِيَ الْعُرْوَةُ الْوُثْقَى أَنْتَ عَلَى الْإِسْلَامِ حَتَّى تَمُوتَ
“Kebun hijau itu adalah kebun Islam. Tiang kebun itu adalah tiang Islam. Seutas tali itu adalah seutas tali yang kokoh (dua kalimat syahadat). Engkau akan senantiasa memegang erat Islam sampai engkau meninggal.”
Qais bin Abbad mengakhiri ceritanya dengan mengatakan, “Laki-laki itu adalah Abdullah bin Salam radhiyallahu ‘anhu.” (HR. Bukhari no. 7010, Muslim no. 2482, Ahmad no. 23787 dan Al-Hakim no. 8190, dengan lafal Ahmad dan Al-Hakim)
Abdullah bin Salam adalah seorang pendeta dan ulama Yahudi di Madinah. Ia sangat menguasai kitab Taurat. Saat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa salam tiba di Madinah, ia bersama penduduk Madinah menyambut kedatangan beliau.
Ia melihat tanda-tanda fisik Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa salam sama persis dengan tanda-tanda nabi akhir zaman yang diwahyukan dalam Taurat. Maka ia mengajukan kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa salam tiga pertanyaan yang hanya bisa dijawab oleh seorang nabi. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa salam mampu menjawab semua pertanyaan itu, maka ia pun mengucapkan dua kalimat syahadat dan masuk Islam.
Kaum Yahudi marah besar dengan keislamannya. Mereka mencaci maki dirinya, bahkan berusaha untuk membunuhnya. Semua gangguan itu tidak melemehakan keislaman Abdullah bin Salam. Ia tetap setia mendampingi perjuangan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa salam dalam semua peperangan beliau sampai beliau wafat. Ia setia berjihad dengan pasukan Islam pada masa pemerintahan khulafa’ rasyidun. Bahkan di masa khalifah Umar bin Khathab, ia ikut dalam penaklukan Baitul Maqdis dan Nahawand.
Perbincangan orang-orang di masjid nabawi bahwa Abdullah bin Salam adalah calon penghuni surge bukanlah sebuah obrolan yang tanpa landasan ilmu. Abdullah bin Salam memang seorang yang rendah hati, tidak sombong dan tidak ingin membanggakan dirinya. Para sahabat senior telah mendengar langsung sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa salam bahwa Abdullah bin Salam adalah seorang penghuni surga.
عَنْ سَعْدِ بْنِ أَبِي وَقَّاصٍ قَالَ: مَا سَمِعْتُ رَسُولَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ لِحَيٍّ مِنَ النَّاسِ يَمْشِي: ” إِنَّهُ فِي الْجَنَّةِ ” إِلا لِعَبْدِ اللهِ بْنِ سَلامٍ
Dari Sa’ad bin Abi Waqash radhiyallahu ‘anhu berkata: “Aku tidak pernah mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa salam bersabda tentang seseorang yang masih hidup dan berjalan (di muka bumi): “orang itu berada di surga”, kecuali tentang Abdullah bin Salam.” (HR. Bukhari no. 3812, Muslim no. 2483 dan Ahmad no. 1453)
Dari Sa’ad bin Abi Waqash radhiyallahu ‘anhu bahwasanya sebuah nampan bubur halus dibawakan kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa salam. Beliau memakan bubur itu dan menyisakan sebagiannya. Beliau lalu bersabda,
يَدْخُلُ مِنْ هَذَا الْفَجِّ رَجُلٌ مِنْ أَهْلِ الْجَنَّةِ يَأْكُلُ هَذِهِ الْفَضْلَةَ
“Dari arah ini akan masuk ke dalam seorang penghuni surga yang akan memakan sisa bubur ini.”
Sa’ad berkata: “Saat itu aku meninggalkan adikku, Umair bin Abi Waqash sedang berwudhu dan hendak menghadap Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa salam. Aku berharap dialah yang muncul dari arah itu, namun ternyata laki-laki yang datang dan memakan sisa bubur itu adalah Abdullah bin Salam.” (HR. Ahmad no. 1458, 1591, Abu Ya’la no. 754, Al-Bazzar no. 1156, Ibnu Hibban no. 7164 dan Al-Hakim no. 5759, dishahihkan oleh Al-Hakim dan Adz-Dzahabi)
Dalam wasiat di akhir kehidupannya, sahabat Mu’adz bin Jabal radhiyallahu ‘anhu berkata:
وَالْتَمِسُوا الْعِلْمَ عِنْدَ أَرْبَعَةِ رَهْطٍ: عُوَيْمِرٍ أَبِي الدَّرْدَاءِ، وَعِنْدَ سَلْمَانَ الْفَارِسِيِّ، وَعِنْدَ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ مَسْعُودٍ، وَعِنْدَ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ سَلَّامٍ الَّذِي كَانَ يَهُودِيًّا، ثُمَّ أَسْلَمَ، فَإِنِّي سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، يَقُولُ: «إِنَّهُ عَاشِرُ عَشْرَةٍ فِي الْجَنَّةِ»
“Carilah ilmu pada empat orang: Uwaimir Abu Darda’, Salman Al-Farisi, Abdullah bin Mas’ud dan Abdullah bin Salam yang dahulunya Yahudi kemudian masuk Islam, karena sesungguhnya aku telah mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa salam bersabda tentang Abdullah bin Salam: “Ia adalah orang kesepuluh dari sepuluh orang penghuni surga.” (HR. Tirmidzi no. 3804, An-Nasai dalam as-sunan al-kubra no. 8253, Ahmad no. 22104, Al-Hakim no. 334, dan Ibnu Hibban no. 7165, hadits shahih)
Saudaraku seislam dan seiman…
Demi mempertahankan keislamannya, Abdullah bin Salam berani menanggung segala resiko. Abdullah bin Salam sangat terkesan dengan pesan-pesan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa salam. Pesan-pesan itu dijaganya sampai ia meninggal.
Abdullah bin Salam menceritakan salah satu pesan yang sangat dipegang teguh olehnya. Katanya, “Ketika Nabi shallallahu ‘alaihi wa salam tiba di Madinah, penduduk berbondong-bondong datang untuk menyambutnya. Ada orang yang meneriakkan: “Nabi telah datang. Nabi telah datang. Nabi telah datang.” Waktu itu aku bergabung dengan orang-orang yang hendak menyambut kedatangannya.
Aku datang melihat beliau. Setelah aku telah memperhatikan dirinya, tahulah aku bahwa wajah beliau bukanlah wajah seorang pendusta. Hal pertama yang aku dengar beliau sabdakan pada saat itu adalah,
«يَا أَيُّهَا النَّاسُ أَفْشُوا السَّلَامَ، وَأَطْعِمُوا الطَّعَامَ، وَصِلُوا الْأَرْحَامَ، وَصَلُّوا بِاللَّيْلِ، وَالنَّاسُ نِيَامٌ، تَدْخُلُوا الْجَنَّةَ بِسَلَامٍ»
“Wahai manusia, sebarkanlah salam, berikanlah makanan kepada orang yang kelaparan, sambunglah tali kekerabatan dan laksanakanlah shalat malam saat orang-orang tengah tidur, niscaya kalian akan masuk surga dengan selamat.” (HR. Tirmidzi no. 2485, Ibnu Majah no. 1334, Ahmad no. 23784, Ad-Darimi no. 1501 dan Al-Hakim no. 4283, hadits shahih)
Semoga pesan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa salam yang diriwayatkan oleh salah seorang sahabat yang dijamin masuk surga ini bisa kita selalu laksanakan, baik di akhir bulan Ramadhan ini maupun pasca Ramadhan kelak. Wallahu a’lam bish-shawab.
(muhib almajdi/arrahmah.com)