(Arrahmah.com) – Lebih dari dua puluh hari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa salam dan para sahabat mengepung suku Hawazin di kota benteng Thaif. Banyak sahabat telah gugur dan terluka dalam pengepungan itu. Melihat pengepungan berlarut-larut sementara musuh tetap bertahan di benteng, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa salam memutuskan penghentian pengepungan.
Beliau memerintahkan pasukan Islam untuk berangkat ke Makkah guna melakukan Umrah, sebelum pulang ke Madinah. Meski tidak mampu menaklukkan Thaif, pasukan Islam bergerak ke kota Makkah dengan menggiring 24.000 ekor unta, 40.000 ekor kambing dan 6000 orang tawanan terdiri dari anak-anak dan kaum wanita suku Hawazin yang tertawan dalam perang Hunain.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa salam dan pasukan Islam singgah di Ji’ranah. Di tempat inilah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa salam membagi-bagikan harta rampasan perang Hunain kepada pasukan Islam yang terdiri dari kaum muhajirin, kaum anshar dan kaum thulaqa’, orang-orang Makkah yang baru saja masuk Islam pada peristiwa Fathu Makkah sebulan sebelum terjadinya perang Hunain.
Sesuai aturan Al-Qur’an (QS. Al-Anfak [8]: 41)dan as-sunnah, harta rampasan perang dibagi menjadi lima bagian; satu bagian untuk pasukan pejalan kaki, tiga bagian untuk pasukan berkendaraan, dan satu bagian terakhir untuk baitul mal (kas negara Islam) yaitu hak Allah, Rasul-Nya, kaum kerabat Rasul, anak-anak yatim, orang-orang miskin dan ibnu sabil.
Pertama kali Rasulullah SAW mengambil satu bagian dan dibagikannya kepada pasukan pejalan kaki. Beliau lalu mengambil tiga bagian dan menyerahkannya kepada pasukan berkendaraan. Terakhir kali beliau mengambil bagian yang menjadi hak baitul mal. Beliau memberikan bagian beliau dari jatah baitul mal tersebut kepada orang-orang Quraisy Makkah dan non-Quraisy yang baru saja masuk Islam.
Beliau memberikan 100 ekor unta kepada setiap orang dari beberapa tokoh suku Quraisy yang baru saja masuk Islam; Abu Sufyan bin Harb dan anaknya Mu’awiyah bin Abu Sufyan, Hakim bin Hizam, Harits bin Harits, Harits bin Hisyam, Suhail bin Amru, Shafwan bin Umayyah dan Huwaithib bin Abdul Uzza.
Selain mereka, beliau juga memberikan 100 ekor unta kepada masing-masing dari kepala suku non-Quraisy yang baru masuk Islam: ‘Ala’ bin Jariyah tokoh suku Ats-Tsaqif, Uyainah bin Hishn tokoh suku Fazarah, Aqra’ bin Habis tokoh suku Tamim, Abbas bin Mirdas tokoh suku Sulaim dan Malik bin Auf tokoh suku Nashr.
Beberapa tokoh suku lainnya yang baru masuk Islam diberi 50 ekor unta, seperti Adi bin Qais tokoh suku Sahm, Sa’id bin Yarbu’ tokoh suku Makhzum, Makhramah bin naufal tokoh suku Zuhrah, Amru bin Wahb tokoh suku Jumah dan Hisyam bin Amru bin Rabi’ah tokoh suku Amir.
Beliau juga memberikan puluhan unta kepada masing-masing orang dari tokoh suku Quraisy: Thaliq bin Sufyan bin Umayyah, Khalid bin Usaid, Syaibah bin Utsman, Abu Sanabil bin Ba’kak, Ikrimah bin Amir, Zuhair bin Abi Umayyah, Khalid bin Hisyam, Hisyam bin Walid, Sufyan bin Abdul Asad, Saib bin Abi Saib, Muthi’ bin Aswad, Jahm bin Abu Hudzaifah, Uhaihah bin Umayyah, Naufal bin Mu’awiyah, Alqamah bin Alatsah, Khalid bin Haudzah dan Harmalah bin Haudzah. (Jawami’us Sirah An-Nabawiyyah, hlm. 195-196 karya imam Ibnu Hazm Al-Andalusi)
Beberapa pemuda dari kalangan Anshar menganggap pemberian Rasulullah shallallahu ‘alahi wa salam itu tidak adil. Menurut pikiran mereka, beliau memberikan puluhan ekor unta itu kepada para tokoh suku Quraisy dan suku lainnya yang baru saja masuk Islam karena faktor kesukuan. Mereka menganggap beliau mendahulukan kepentingan sukunya atas kepentingan kaum Anshar.
Menurut pikiran mereka, pembagian itu tidak adil. Bagaimana kaum Anshar yang selama delapan tahun ini berjihad memerangi orang-orang musyrik Quraisy dan suku-suku musyrik Arab lainnya tidak diberi apa-apa, sementara musuh-musuh Islam yang baru saja masuk Islam sebulan yang lalu diberi puluhan ekor unta secara gratisan? Bukankah yang bertempur dalam perang Hunain adalah orang-orang muhajirin dan Anshar, sementara orang-orang yang baru masuk Islam sebulan yang lalu itu tunggang langgang dari medan perang, melarikan diri dan mencari keselamatannya sendiri-sendiri? Lalu kenapa justru mereka yang diberi puluhan ekor unta, padahal mereka tidak memiliki andil apa-apa di medan jihad Hunain?
Pemikiran seperti itu terlintas dalam benak sebagian pemuda Anshar. Tanpa sadar, kekesalan hati mereka ditumpahkan lewat lisan mereka. Kata mereka,
يَغْفِرُ اللَّهُ لِرَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يُعْطِي قُرَيْشًا وَيَتْرُكُنَا، وَسُيُوفُنَا تَقْطُرُ مِنْ دِمَائِهِمْ
“Semoga Allah mengampuni Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa salam. Beliau memberi (puluhan unta kepada) orang-orang Quraisy dan tidak memberi kami, padahal pedang-pedang kami masih meneteskan darah orang-orang Quraisy itu.”
Maksud mereka, kamilah yang selama delapan tahun ini berjihad memerangi orang-orang musyrik Quraisy itu sebelum mereka masuk Islam sebulan yang lalu.
Berita tentang ucapan kesal bernada protes sebagian pemuda Anshar itu akhirnya sampai juga ke telinga Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa salam. Maka beliau segera mengpumulkan seluruh kaum Anshar dalam sebuah tenda besar yang terbuat dari kulit. Di tenda itu, hanya kaum Anshar saja yang beliau kumpulkan. Begitu mereka semua telah berkumpul, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa salam bertanya,
«مَا حَدِيثٌ بَلَغَنِي عَنْكُمْ»
“Berita apa ini yang sampai kepadaku tentang diri kalian?”
Para ulama dan tokoh golongan Anshar menjawab,
أَمَّا رُؤَسَاؤُنَا يَا رَسُولَ اللَّهِ فَلَمْ يَقُولُوا شَيْئًا، وَأَمَّا نَاسٌ مِنَّا حَدِيثَةٌ أَسْنَانُهُمْ فَقَالُوا: يَغْفِرُ اللَّهُ لِرَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يُعْطِي قُرَيْشًا وَيَتْرُكُنَا، وَسُيُوفُنَا تَقْطُرُ مِنْ دِمَائِهِمْ
“Adapun para pemimpin di antara kami, wahai Rasulullah, tidak mengatakan (protes) apapun. Adapun sebagian orang yang masih berusia muda di antara kami mengatakan: “Semoga Allah mengampuni Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa salam. Beliau memberi (puluhan unta kepada) orang-orang Quraisy dan tidak memberi kami, padahal pedang-pedang kami masih meneteskan darah orang-orang Quraisy itu.”
Mendengar pengakuan tersebut, beliau menerangkan alasan cara pembagian unta kepada orang-orang Quraisy yang baru sebulan masuk Islam tersebut dengan bersabda:
«فَإِنِّي أُعْطِي رِجَالًا حَدِيثِي عَهْدٍ بِكُفْرٍ أَتَأَلَّفُهُمْ، أَمَا تَرْضَوْنَ أَنْ يَذْهَبَ النَّاسُ بِالأَمْوَالِ، وَتَذْهَبُونَ بِالنَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِلَى رِحَالِكُمْ، فَوَاللَّهِ لَمَا تَنْقَلِبُونَ بِهِ خَيْرٌ مِمَّا يَنْقَلِبُونَ بِهِ»
“Sesungguhnya aku memberikan unta kepada orang-orang yang belum lama meninggalkan kekafiran, karena aku ingin menjinakkan hati mereka. Tidakkah kalian rela jika orang-orang (Quraisy yang baru masuk Islam itu) pulang dengan membawa harta, kalian pulang dengan membawa Nabi shallallahu ‘alaihi wa salam ke rumah-rumah kalian? Demi Allah, kalian pulang membawa hal yang lebih baik dari apa yang mereka bawa pulang.”
Mendengar penjelasan beliau, para sahabat Anshar terisak dalam tangis. Mereka serentak menjawab,
يَا رَسُولَ اللَّهِ قَدْ رَضِينَا
“Wahai Rasulullah, kami telah rela.” (HR. Bukhari no. 4331 dan Muslim no. 1059 dari Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu)
Saudaraku seislam dan seiman….
Salah satu sarana dakwah yang dipergunakan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa salam secara efektif adalah harta. Beliau memberikan sebagian harta zakat, infak, sedekah, ghanimah dan fai kepada muallaf, orang-orang yang hatinya perlu dijinakkan dan ditarik simpatinya kepada Islam dengan cara halus. Allah Ta’ala sendiri telah menegaskan muallaf sebagai salah satu kelompok yang berhak mendapatkan zakat. Allah berfirman,
إِنَّمَا الصَّدَقَاتُ لِلْفُقَرَاءِ وَالْمَسَاكِينِ وَالْعَامِلِينَ عَلَيْهَا وَالْمُؤَلَّفَةِ قُلُوبُهُمْ وَفِي الرِّقَابِ وَالْغَارِمِينَ وَفِي سَبِيلِ اللَّهِ وَابْنِ السَّبِيلِ فَرِيضَةً مِنَ اللَّهِ وَاللَّهُ عَلِيمٌ حَكِيمٌ
“Sesungguhnya zakat itu hanyalah untuk orang-orang fakir, orang-orang miskin, orang-orang yang mengurus (menarik dan membagikan) zakat, orang-orang yang hati mereka dijinakkan, memerdekakan budak, orang-orang yang berhutang (untuk amal kebaikan), perang di jalan Allah dan ibnu sabil (orang yang kehabisan bekal dalam perjalanan). Itulah sebuah kewajiban dari Allah dan allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana.” (QS. At-Taubah [9]: 60)
Demikian pula Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa salam dalam banyak kesempatan memberikan zakat, infak, sedekah, fai’ atau ghanimah kepada para muallaf. Salah satu contohnya dalam peristiwa pembagian harta rampasan perang Hunain di atas.
Imam Ibnu Hajar Al-Asqalani menulis bahwa para ulama menyebutkan sejumlah makna tentang muallaf: 1) orang-orang kafir yang diberi zakat karena diharapkan keislamannya, 2) orang-orang Islam yang memiliki para pengikut dari kalangan orang-orang kafir, mereka diberi zakat guna menjinakkan hati mereka dan menarik simpati mereka, dan 3) orang-orang Islam pada awal keislamannya (orang-orang yang belum lama masuk Islam) guna meneguhkan keislaman mereka. (Fathul Bari Syarh Shahih Bukhari, 8/48)
Senada dengan penjelasan tersebut, syaikh Muhammad Fuad Abdul Baqi dalam catatan kaki atas Shahih Muslim menulis, “Nabi shallallahu ‘alaihi wa salam biasa memberikan sebagian zakat kepada para muallaf, mereka adalah tokoh-tokoh bangsa Arab. Di antara mereka ada yang diberi zakat guna mencegah kejahatannya. Ada juga yang diberi zakat karena diharapkan keislamannya dan keislaman orang-orang yang seperti dan para pengikutnya. Dan di antara mereka ada juga yang diberi zakat guna meneguhkan keislamannya karena ia belum lama meninggalkan kejahiliyahan.”
Saudaraku seislam dan seiman…
Banyak tokoh musyrik Arab yang masuk Islam karena takut atas keselamatan harta dan nyawanya, atau karena menginginkan harta dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa salam. Beliau tidak mempermasalahkan hal itu. Beliau hanya berusaha secara maksimal untuk menarik simpati mereka, menjinakkan hati mereka dan meneguhkan keislaman mereka. Itulah ta’liful qulub, menjinakkan hati. Salah satu sarana yang efektif beliau manfaatkan adalah pemberian harta dari zakat, infak, sedekah, jizyah, kharaj, ghanimah dan fa’i.
Pada awalnya orang-orang tersebut masuk Islam karena motif duniawi. Seiring dengan berjalannya waktu dan proses pembinaan dakwah, mereka menjadi muslim-muslim sejati yang memperjuangkan Islam dengan jiwa dan harta mereka. Saat sebagian besar suku-suku Arab kembali murtad sepeninggal Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa salam, para muallafah qulubuhum dari suku Quraisy itu tetap kokoh mempertahankan keislamannya. Banyak di antara mereka gugur sebagai syuhada’ dalam kancah jihad melawan suku-suku murtad, pasukan Romawi Timur di negeri Syam dan Mesir, atau pasukan Persia di Irak dan Iran.
Saudaraku seislam dan seiman…
Kita tidak boleh meremehkan kekuatan pemberian harta bagi keberhasilan dakwah. Banyak hati yang keras dan tidak bisa ditaklukkan dengan ceramah, buku, majalah, CD, situs atau sekolah Islam; ternyata bisa ditaklukkan dengan harta. Sejarah dakwah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa salam, sebaik-baik juru dakwah di muka bumi sejak zaman Adam sampai hari kiamat, telah mengajarkan hal itu kepada umatnya.
عَنْ أَنَسٍ، ” أَنَّ رَسُولَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَمْ يَكُنْ يُسْأَلُ شَيْئًا عَلَى الْإِسْلَامِ، إِلَّا أَعْطَاهُ “، قَالَ: فَأَتَاهُ رَجُلٌ فَسَأَلَهُ، ” فَأَمَرَ لَهُ بِشَاءٍ كَثِيرٍ بَيْنَ جَبَلَيْنِ مِنْ شَاءِ الصَّدَقَةِ “. قَالَ: فَرَجَعَ إِلَى قَوْمِهِ فَقَالَ: يَا قَوْمِ أَسْلِمُوا، فَإِنَّ مُحَمَّدًا يُعْطِي عَطَاءً مَا يَخْشَى الْفَاقَةَ
Dari Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu bahwasanya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa salam tidak pernah diminta sesuatu pun oleh orang yang akan masuk Islam, melainkan beliau selalu memberikannya. Suatu saat ada seseorang datang kepada beliau dan meminta harta, maka beliau memerintahkan agar orang itu diberi kambing yang sangat banyak yang berada di antara dua gunung (bukit di sekitar Madinah) yang merupakan kambing-kambing zakat. Maka orang itu kembali kepada kaumnya dan berkata, “Wahai kaumku, masuklah kalian ke dalam Islam! Sesungguhnya Muhammad memberi pemberian tanpa takut miskin.” (HR. Muslim no. 2312, Ahmad no. 12051 dan Ibnu Khuzaimah no. 2371)
عَنْ أَنَسٍ، ” أَنَّ رَجُلًا سَأَلَ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، فَأَعْطَاهُ غَنَمًا بَيْنَ جَبَلَيْنِ، فَأَتَى قَوْمَهُ، فَقَالَ: يَا قَوْمِ أَسْلِمُوا، فَإِنَّ مُحَمَّدًا يُعْطِي عَطَاءَ رَجُلٍ لَا يَخَافُ الْفَاقَةَ، وَإِنْ كَانَ الرَّجُلُ لَيَجِيءُ إِلَيْهِ مَا يُرِيدُ إِلَّا الدُّنْيَا، فَمَا يُمْسِي حَتَّى يَكُونَ دِينُهُ أَحَبَّ إِلَيْهِ مِنَ الدُّنْيَا بِمَا فِيهَا “
Dari Anas bin Malik bahwasanya seseorang meminta kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa salam, maka beliau memberikan kepadanya kambing-kambing yang berada di antara dua gunung. Laki-laki itu segera mendatangi kaumnya dan berkata, “Wahai kaumku, masuklah kalian ke dalam Islam! Karena sesungguhnya Muhammad memberikan pemberian tanpa takut miskin.” Terkadang seseorang datang kepada beliau semata-mata demi mencari harta dunia, maka di waktu sore agama beliau telah lebih ia cintai daripada dunia dan seluruh isinya.” (HR. Ahmad no. 13730, hadits shahih menurut syarat Muslim)
Kristenisasi telah berhasil memurtadkan jutaan kaum muslimin di negeri ini dengan kekuatan harta; bantuan makanan, pakaian, pengobatan “gratis”, pendidikan “gratis”, pekerjaan “gratis” dan seterusnya. Gerakan pluralisme, sekulerisme dan liberalisme yang diotaki oleh kaum Yahudi dan Nasrani internasional juga telah memurtadkan ribuan orang Islam (mahasiswa, dosen, dekan, rektor, peneliti, wartawan, pejabat bahkan kyai dan ulama) dengan gelontoran harta.
Sungguh tidak bisa dipungkiri, harta adalah sarana untuk meneguhkan keimanan dan keislaman, seperti halnya ia bisa menjadi sarana memurtadkan orang Islam. Di bulan Ramadhan yang penuh berkah, rahmat dan maghfirah Allah Ta’ala ini, marilah kita berintrospeksi diri; sejauh mana kita mempergunakan harta kita demi dakwah Islam?
Wallahu a’lam bish-shawab
(muhib almajdi/arrahmah.com)