(Arrahmah.com) – “Diantara manusia ada orang yang membuat cerita fiktif untuk menyesatkan manusia dari Islam, tanpa ilmu. Orang itu menjadikan Islam sebagai bahan ejekan. Mereka yang melakukan perbuatan demikian itu akan mendapatkan adzab yang hina di akhirat”. (Tarjamah Tafsiriyah Qs. Lukman, 31:6).
Merespon pembakaran bendera tauhid oleh anggota Banser di Garut, 22/10/2018 lalu, TGB Zaenul Majdi sempat berkilah; bahwa bendera tauhid hanya digunakan dalam situasi perang.
Dalam artikel yang ditulis Republika Online, TGB menyatakan: “Saya sampai hari ini cek di semua khazanah, kitab. Saya belum pernah temukan narasi bendera rasul itu dikibarkan di Madinah dalam keadaan damai,” katanya dalam diskusi di kantor Tunas Generasi Bangsa pada Kamis (25/10/2018).
TGB mengaku, justru baru menemukan rujukan penggunaan bendera Rasulullah ketika kondisi perang. Ia heran dengan ormas pengguna bendera Rasulullah karena Indonesia bukan tengah berperang.
“Bendera Rasulullah digunakan saat perang Badar, ditaruh penanda ini tuh pasukan (rasul), saya bingung kalau gitu, musuhnya siapa sekarang?” tanya dia.
TGB mengungkapkan, pelarangan organisasi pengguna bendera rasul sebenarnya dilakukan oleh negara lain. Menurutnya, pelarangan tersebut tentu menggunakan unsur obyektivitas.
Namun opini TGB ini dibantah oleh Ustadz Abdul Somad.
Dalam wawancara eksklusif TV-One, UAS dengan tegas menyatakan: “Dalam Syarah Shahih Muslim ditulis oleh Imam An-Nawawi disebutkan: Bendera ada 2, Ar Rayah dan Al Liwa. Apa bedanya? Ar Rayah bendera kecil yang dibawa pasukan-pasukan kecil, sedang Al Liwa bendera besar yang dibawa pasukan besar.”
“Lalu soal warna. Nabi Muhammad SAW masuk ke kota Makkah (Fathu Makkah) membawa 10 ribu pasukan, benderanya berwarna putih. Kalau benderanya putih, tulisannya hitam. Kalau benderanya hitam, tulisannya putih. Fungsinya untuk menyatukan pasukan.”
“Lalu apakah bendera ini dipakai saat perang saja? Tidak. Saat masuk Makkah tidak ada perang, damai, 19 hari Nabi di kota Makkah melakukan rekonsiliasi. Tidak ada perbedaan tulisan kalimat tauhid, apakah pakai khat ini khat itu, itu hanyalah cara bentuk kreasi manusia. Manakah bentuk yang boleh dibakar? Tidak ada yang boleh dibakar. Itu semua adalah kalimat Tauhid. Yang penting: bila ada tulisan Lailaha illallah, Muhammadur Rasulullah, tidak boleh dihinakan.”
Nah, kita mau percaya ulama yang mana? Dua-duanya alumni Al Azhar, Mesir. Yang satu, ulama penguasa yang banyak mengkriminalisasi ulama, dan pendukung penista agama. Sedang yang satunya, masih independen.
Kewajiban kita membenarkan yang benar dan menyalahkan yang salah, tentu secara obyektif.
Jogjakarta, 3/11/2018
Penyelaras info:
Irfan S. Awwas
(ameera/arrahmah.com)