PERANCIS (Arrahmah.com) – Seorang muslimah Perancis dikabarkan menantang Pengadilan Hak Asasi Manusia Eropa atau European Court of Human Rights (ECHR), yang berbasis di Strasbourg, Perancis, untuk menghapus larangan cadar bagi muslimah di negara itu, lansir BBC pada Rabu (27/11/2013).
Muslimah berusia 23 tahun tersebut berpendapat bahwa cadar, dan burqa yang menutupi seluruh tubuh wanita, sesuai dengan “keyakinan agama, budaya dan keyakinan pribadi”.
Ia menolak diklaim berada di bawah tekanan dari keluarganya untuk mengenakan hijabnya.
Sementara sebuah kelompok feminis Perancis terkemuka malah mendesak ECHR untuk menegakkan larangan hijab tersebut, dengan klaim bahwa hal itu membebaskan perempuan.
“Hijab yang menutupi wajah, dengan benar-benar menutup [seluruh] tubuh dan wajah, merupakan sebuah pengekangan wanita seutuhnya sebagai individu di depan umum,” klaim kepala Liga Internasional untuk Hak-Hak Perempuan, Annie Sugier, dalam sebuah surat kepada pengadilan.
Otoritas sekuler Perancis telah melarang muslimah mengenakan penutup wajah pada tahun 2011 dan menetapkan denda bagi yang melanggarnya hingga 150 euro (Rp 2.500.000).
Negara ini adalah rumah bagi minoritas Muslim terbesar di Eropa Barat, terhitung sekitar lima juta orang, atau hampir 8% dari populasi.
Pada sidang yang digelar Rabu (27/11/2013) di Strasbourg, pengacara pemerintah Edwige Belliard mengklaim bahwa hukum pelarangan cadar itu demokratis dan didukung oleh “keyakinan yang kuat di kalangan masyarakat Perancis.”
“Mengenakan cadar bukan hanya membuat sulit untuk mengidentifikasi seseorang, itu membuatnya tidak bisa dibedakan dari pemakai cadar lain dan secara efektif menyamarkan wanita yang memakainya,” klaimnya kepada pengadilan.
Sementara Ramby de Mello, seorang pengacara Inggris yang mewakili muslimah yang tidak disebutkan namanya, mengatakan hukum pelarangan cadar itu melanggar hak beragama, kebebasan berbicara dan privasi kliennya dan membuatnya merasa “seperti seorang tahanan di negaranya sendiri”.
Hijab adalah “seperti bagian dari identitasnya seperti DNA kita yang merupakan milik kita”, tegasnya.
Menurut ECHR, muslimah itu juga berpendapat bahwa hukum pelarangan cadar itu telah membuat “diskriminasi berdasarkan jenis kelamin, agama dan etnis, sehingga merugikan perempuan yang, seperti dirinya, mengenakan cadar.”
Meski tidak menyebutkan namanya dalam dokumen, ia menyatakan dirinya sebagai seorang warga negara Perancis yang lahir pada tahun 1990 dan tinggal di Perancis.
Tuntutannya telah dibawa ke pengadilan sejak April 2011, ketika hukum pelarangan cadar mulai diberlakukan. (banan/arrahmah.com)