WASHINGTON (Arrahmah.com) – Beberapa muslim Uighur yang ditahan di Guantanamo selama tujuh tahun ini akan segera dikirimkan ke kepulauan Palau di Pasifik, tepatnya pada awal September ini, kata pengacara pada hari Rabu (5/8) lalu.
“Untuk hal ini, kemungkinan besar mereka setuju, namun mereka perlu melihat kesepakatan tertulis dan menandatanganinya. Itulah yang diinginkan otoritas di Palau,” kata George Clarke, pengacara AS yang mewakili dua pria muslim Uighur berusia sekitar 30 tahunan.
Namun, ia memperingatan bahwa hanya beberapa dari 13 tahanan Uighur yang akan diterima oleh Palau.
“Mungkin paling banyak hanya empat orang saja dari ke-13 tahanan. Namun belum ada satu pun dari mereka yang menandatangani lembar kesepakatan tersebut,” tutur Clarke.
Para tahanan direncanakan akan bertemu dengan pejabat Departemen Luar Negeri AS minggu ini.
“Ini pertama kali mereka memiliki jawaban resmi. Tawaran tersebut dibuat minggu lalu, sebelumnya tidak ada tawaran sama sekali,” lanjutnya.
Mereka yang menandatangani kesepakatan di bawah Departemen Luar Negeri AS dan pemerintah Palau, akan dibawa ke Palau akhir bulan ini atau mungkin awal bulan September, setelah diuji dan disahkan Kongres, kata Clarke.
Pada bulan Juni lalu, Presiden Palau Johnson Toribiong mengklaim bahwa lima dari 13 tahanan Uighur yang masih ditahan di Guantanamo memperlihatkan keinginannya untuk dibebaskan dan dikirim ke negaranya.
Para tahanan itu harus takut bahwa Cina akan mendapatkan akses untuk menangkap mereka, papar Clarke. “Mereka lebih memilih untuk dibawa ke Palau.”
Beijing telah meminta para tahanan itu untuk dikembalikan ke negerinya untuk kembali diadili, dengan mengatakan bahwa tahanan itu berasal dari Gerakan Islam Turkistan Timur (ETIM). Namun pejabat AS menolak permintaan pemerintah negeri panda tersebut, dengan dalih bahwa tahanan itu kemungkinan besar akan mengalami kekerasan. Padahal, perlakuan terhadap tahanan Muslim dimana pun tidak ada bedanya, baik itu di Guantanamo, maupun di penjara-penjara rahasia AS lainnya. Bahkan mungkin lebih buruk.
Tahanan tersebut merupakan sebagian dari 22 muslim Uighur yang hidup di sebuah kamp di Afghanistan ketika AS memimpin invasinya pada Otober 2001.
Mereka, para tahanan itu, menuturkan bahwa mereka melarikan diri ke Afghanistan untuk menyelamatkan diri dari penyiksaan di rumahnya di Xinjiang. Namun sayangnya, mereka seperti bebas dari kejaran harimau dan masuk ke mulut buaya. Mereka pun ditahan di penjara AS yang terletak di Kuba bersama dengan 229 orang yang divonis AS terkait dengan terorisme. (Althaf/afp/arrahmah.com)