AKRA (Arrahmah.com) – Dalam rangka membantu Muslim tunarungu untuk lebih mudah dalam memahami dan mengamalkan Islam, sebuah kelompok Muslim Amerika telah berjuang untuk membangun kesadaran Ummat Islam tentang masalah yang dihadapi oleh Muslim tunarungu yang ingin mempraktikkan agama mereka, seperti melaksanakan shalat, menghadiri ceramah dan membaca Alquran.
“Setiap kali saya hadir masjid, saya akan duduk di sana dan saya hanya menyaksikan penceramah dan saya tidak bisa memahami apa yang dikatakan oleh penceramah itu,” Nashiru Abdulai, (38), asal Ghana kelahiran Virginia, yang telah menjadi tunarungu sejak tertular penyakit meningitis pada saat masih berusia 10 tahun, mengatakan kepada Desert News melalui seorang penerjemah, sebagaimana dilansir oleh Onislam.net, Selasa, (12/8/2014).
Masalah yang sama juga dihadapi oleh sekitar 55 juta Muslim tuna rungu, oleh karena itu Abdulai memutuskan untuk memenuhi janjinya kepada pemuda Ghana lain ketika ia meninggalkan ke Amerika pada usia 19 tahun dan kemudian mendirikan sebuah organisasi bagi Muslim tunarungu.
Dia mulai membentuk sebuah organisasi yang dinamakan Muslim Deaf Global (GDM) pada tahun 2005 untuk mengatasi permasalahan yang dihadapi oleh Muslim tunarungu di seluruh dunia.
Organisasi ini menetapkan visinya di situsnya sebagai “sebuah organisasi Muslim yang mengakui hak-hak Muslim tunarungu dan secara aktif berusaha untuk memastikan bahwa hal itu dapat diakses dan terbuka bagi semua umat Islam.”
“Melakukan advokasi untuk kemajuan dan penyertaan Muslim Tuna Rungu di tengah-tengah ummat Islam dan untuk meningkatkan kesadaran tentang isu-isu Muslim Tunarungu dalam komunitas Muslim yang lebih luas,” ia menambahkan dalam misinya
GDM sekarang memiliki cabang di California, Virginia, Minnesota, Illinois dan Texas – serta di Kanada dan Ghana.
GDM juga mengumpulkan dana sebesar $ 480.000 untuk mendanai proyek menerjemahan Alquran ke dalam bahasa isyarat.
“Informasi tentang Islam jarang tersedia dalam bahasa isyarat, sehingga sulit untuk mendidik Muslim tunanrungu tentang Islam dan bagi individu-individu untuk melakukan pencarian sendiri,” GDM menjelaskan di situsnya.
Bagi Muslim yang mengalami gangguan pendengaran, masalah terbesar yang dihadapi oleh mereka adalah kurangnya kesadaran atas keberadaan mereka.
Daoud Nassimi, seorang profesor Islam di Universitas Shenandoah dan Nova College yang membantu GDM untuk menerjemahkan Quran ke dalam ASL, menunjukkan bahwa bahkan ketika para pemimpin menyadari keberadaan mereka, mereka tidak sadar akan kebutuhan mereka.
“Hal pertama yang mereka butuhkan adalah penerjemah,” katanya.
Nassimi menambahkan bahwa dengan adanya beberapa penafsir Muslim, pemimpin masjid harus diyakinkan untuk menyewa jasa penerjemah untuk khutbah Jum’at, ceramah, kelas-kelas dan berbagai kesempatan lain bagi komunitas tunarungu.
“Mereka perlu diyakinkan bahwa banyak anggota masyarakat yang tunarungu di dalam komunitas mereka, dan para anggota masyarakat yang tunarungu tidak dapat mengambil manfaat dari masjid-masjid dan program-program yang ditawarkan masjid kecuali ada penerjemah yang tersedia,” kata Nassimi.
Mereka harus diyakinkan bahwa uang yang mereka sumbangkan untuk menyewa penerjemah benar-benar berharga untuk hal ini. “
Jumlah yang tidak memadai dari para penafsir bukan satu-satunya tantangan untuk melayani Muslim tunarungu.
Akan tetapi tantangan lainnya adalah kebanyakan penafsir tidak diajarkan bagaimana membahasa-isyaratkan istilah agama untuk menafsirkan pemikiran dan keyakinan agama.
Untuk mengatasi permasalahan tersebut, Pusat Sosial dan Budaya Qatar bagi Tunarungu telah menyampaikan delegasi pada konferensi internasional pertama Muslim tunarungu padai November lalu dengan kamus bahasa isyarat Islam dengan tebal 376 halaman yang dikembangkan bersama komunitas penerjemah bahasa isyarat Arab lainnya.
“Tapi masalah yang dihadapi bagi orang Amerika adalah kurangnya Bahasa Isyarat Arab (Arab Sign Language). Kebanyakan orang Amerika menggunakan Bahasa Isyarat Amerika (American Sign Language). Setiap kamus istilah Islam harus diterima secara universal oleh ummat Islam tunarungu dimana saja berada,” kata Abdulai.
“Selain itu, para sarjana harus mendorong penerjemahan bahasa isyarat sehingga Muslim tunarungu dapat menerima firman Allah dengan pemahaman yang sama seperti muslim lainnya.”
(ameera/arrahmah.com)