YANGOON(Arrahmah.com) – Penduduk desa dan seorang anggota parlemen di negara bagian Rakhine, Myanmar, mengatakan pada Kamis (4/3/2019) bahwa sebuah helikopter militer menyerang sekelompok Muslim Rohingya yang tengah mengumpulkan bambu, menewaskan lima dan melukai 13, tetapi seorang juru bicara militer menolak berkomentar.
Mayor Jenderal Tun Tun Nyi mengatakan tentara akan merilis “berita sebenarnya” tentang dugaan insiden tersebut pada waktunya.
Negara bagian Rakhine menjadi perhatian global pada tahun 2017, ketika tentara mengusir sekitar 730.000 etnis Rohingya melintasi perbatasan Bangladesh menyusul serangan gerilyawan Rohingya di pos-pos polisi.
PBB menuduh tentara menindak minoritas Muslim dengan “niat genosida”.
Baru-baru ini, militer telah berperang dengan kelompok bersenjata lain, Tentara Arakan (AA), yang merekrut sebagian besar dari populasi etnis Buddha Rakhine. Insiden terbaru terjadi di sebuah lembah di kota Buthidaung, dekat sebuah desa yang merupakan rumah bagi keluarga Muslim Rohingya.
“Serangan udara militer menewaskan lima orang, termasuk salah satu warga desa kami, sekitar pukul 4 sore kemarin,” Zaw Kir Ahmed, seorang pemimpin masyarakat dari desa Kin Taung mengatakan kepada Reuters melalui telepon.
“Orang-orang di desa tidak berani keluar dan ketakutan,” tambahnya.
Banyak desa di sekitar Buthidaung dihancurkan selama kampanye 2017 melawan Rohingya, meskipun desa yang menjadi rumah bagi para korban dari serangan Rabu (3/4) selamat pada waktu itu.
Para pemimpin Myanmar telah bersumpah untuk menghancurkan semua pemberontak yang memperjuangkan otonomi di Negara Bagian Rakhine, sebuah daerah yang lama dirusak oleh perpecahan etnis yang kompleks, dan pihak berwenang telah memblokir akses sebagian besar lembaga bantuan ke daerah itu, meningkatkan kekhawatiran akan lebih banyak penderitaan warga sipil.
Stephan Sakalian, kepala delegasi di Myanmar di Komite Palang Merah Internasional (ICRC), mengatakan tim dari organisasi tersebut telah mengunjungi Rumah Sakit Buthidaung di mana 13 orang dirawat karena luka, beberapa dari mereka harus segara dioperasi.
“ICRC dan tim Palang Merah Myanmar mengikuti situasi dengan sangat dekat dan menawarkan layanan jika dibutuhkan, termasuk pasokan medis atau transfer ke rumah sakit Sittwe, seperti yang kami lakukan dua minggu lalu dengan 5 warga sipil yang terluka,” katanya.
Sementara itu, Rashid Ahmed, seorang buruh yang berbicara melalui telepon kepada Reuters, mengatakan kakak laki-lakinya, paman serta keponakannya telah ditembak ketika mereka bekerja di lembah Sai Din.
“Sebuah helikopter menyerang mereka ketika mereka sedang bekerja di sana, memotong dan mengumpulkan bambu,” katanya. Dua warga desa lainnya menuturkan hal serupa.
Beberapa yang terluka dibawa ke kota Buthidaung, tetapi beberapa meninggal sebelum mereka sampai di rumah sakit, kata Maung Kyaw Zan, seorang anggota parlemen untuk kotapraja itu, menambahkan bahwa lima mayat telah ditemukan.
“Ketika saya berbicara dengan orang-orang yang terluka mereka mengatakan penembakan itu berasal dari udara, tidak ada bentrokan di darat,” kata anggota parlemen itu.
Lebih dari 17.000 orang telah terlantar akibat kekerasan di Rakhine sejak Desember, kedutaan AS mengatakan dalam sebuah pernyataan pada Selasa (2/4) yang mendesak pemerintah untuk mengizinkan bantuan kemanusiaan bagi mereka yang terkena dampak.
“Amerika Serikat sangat prihatin tentang kerugian yang dialami warga sipil dari konflik yang sedang berlangsung di negara bagian Rakhine dan Chin antara Tentara Arakan (AA) dan militer Myanmar,” ungkap pernyataan tersebut.
“Kami menyerukan semua pihak untuk memperbarui upaya mereka untuk mengakhiri pertempuran dan bekerja ke arah penyelesaian konflik secara damai.” (Althaf/arrahmah.com)