MALAYSIA (Arrahmah.com) – Kekejaman terhadap Muslim di Myamnar (Burma), tepatnya di negara bagian Arakan (Rakhine), oleh tangan-tangan Musyrikin Buddhis Rakhine telah banyak bukti yang menunjukkan hal itu, tidak bisa dibantahkan. Tetapi masih banyak orang yang ragu dengan fakta yang ada. Otoritas Myanmar sengaja menutup-nutupi fakta sebenarnya dari dunia tentang kejahatan yang mereka lakukan.
Seorang Muslim Rohingya yang telah tinggal di Malaysia mengatakan kepada The Malay Mail bahwa laporan-laporan media terkait jumlah kematian Muslim di Arakan sangat tidak akurat, maksudnya jumlah kematian faktanya lebih tinggi daripada yang dilaporkan, terutama oleh media-media mainstream pro-Myanmar. Menurutnya, ribuan warga desa Rohingya telah menjadi korban dari kekerasan yang terjadi.
Kontraktor Abul Kasim (34), yang telah tinggal di Malaysia sejak 10 tahun lalu, mengatakan bahwa laporan-laporan jumlah korban dimainkan oleh otoritas Myanmar dan mengungkapkan kekejaman otoritas Myanmar terhadap Muslim.
“Ini (kekerasan ini) bukanlah hal yang baru. Pada kenyataannya, ini telah berlangsung selama beberapa waktu, bertahun-tahun. Bertahun-tahun hanya ada diskriminasi, tetapi pembantaian massal hanya terjadi baru-baru ini,” kata Abul Kasim, yang melarikan diri ke Myanmar sekitar satu dekade lalu untuk meneyelamatkan diri dari penganiyaaan oleh junta Myanmar.
“Mereka (personel tentara) memperkosa sepupu saya di depan saya. Mereka memburu saya setelah menyadari bahwa Saya menyaksikan insiden itu. Saya tidak tahan lagi dan memutuskan untuk datang ke Malaysia untuk memulai hidup baru.”
“Saya kemudian mengetahui bahwa sepupu saya melakukan bunuh diri,” lanjutnya, yang menjadi salah satu relawan dari 30 Muslim Rohingya yang mempersiapkan pasokan bantuan yang disediakan oleh Kelab Putera 1 Malaysia, untuk diberikan kepada para pengungsi Rohingya pekan depan.
“Ini satu-satunya cara yang Saya bisa lakukan untuk membantu sesama Rohingya,” katanya. Abul Kasim juga mengatakan bahwa ayahnya masih hidup di Yangon tetapi telah meninggalkan tanah dan harta bendanya.
“Paman saya masih hidup di desa dekat Arakan. Dari percapakan terakhir saya dengannya, rumah mereka telah dibakar dan mereka menjadi tidak punya rumah,” katanya. “Kamit tidak ingin apapun dari pemerintah Myanmar. Kami hanya ingin kebebasan dan kewarganegaraan.”
Abul Kasim juga mengungkapkan bahwa Muslim Rohingya yang melarikan diri dari Myanmar bukan karena ingin keluar dari garis kemiskinan, seperti yang banyak orang duga.
“Ini bukan tentang uang. Kami mempunyai kekayaan bernilai jutaan di Myanmar, tetapi mereka telah membakarnya,” ungkapnya.
“Kami dipaksa untuk melakukan perjalanan ke seluruh dunia, tetapi hati kami tidak pernah tenang karena apa yang sedang terjadi.” (siraaj/arrahmah.com)