PARIS (Arrahmah.com) – Harapan meninggi tinggi ketika seorang perempuan Muslim dari latar belakang Afrika Utara menjadi salah satu menteri dalam kabinet baru Sosialis Perancis pada bulan Mei ini.
Tidak hanya menjadikan Najat Vallaud-Belkacem (34) menjadi Menteri Perlindungan Hak-hak Perempuan – posisi yang sangat penting dalam pemerintahan yang mengklaim berkomitmen untuk kesetaraan – tetapi Presiden Francois Hollande juga menunjuknya sebagai juru bicara resmi pemerintah.
Janji Vallaud-Belkacem yang paling terkenal dan paling banyak mengundang kontroversi adalah untuk memberangus prostitusi yang cukup marak di negeri mode ini.
Pekerja seks di Paris telah menuduhnya mencoba mencampuri industri bawah tanah yang juga menjadi salah satu pemasukan Prancis. Mereka menggelar demonstrasi di distrik merah Pigalle membawa spanduk bertuliskan: “Mengkriminalkan pelanggan sama dengan membunuh pelacur”
Menteri Dalam Negeri Manuel Valls juga mengecam Vallaud-Belkacem dan menyatakan bahwa larangan tersebut akan menjadi rumit jika benar-benar diterapkan.
Namun, Muslim yang sebelumnya berharap bahwa pemerintah sayap kiri ini bisa menghapus kebijakan era Nicolas Sarkozy, ternyata mengaku kecewa pada salah satu bagian dari undang-undang yang masih tetap diberlakukan: larangan burqa/niqab.
Saat itu, UU tersebut diperkenalkan oleh Sarkozy dengan dalih khawatir bahwa penutup wajah ini dapat digunakan oleh ‘teroris’ untuk menyembunyikan bom. Pada kenyataannya, hanya segelintir perempuan mengenakan niqab dan sama sekali tidak ada bukti bahwa mereka melakukan kerugian apapun pada siapapun.
Kubu Sosialis abstain dalam voting yang dilakukan pada 2010. Hollande telah menolak untuk membatalkan UU itu, bahkan berjanji untuk menerapkannya secara maksimal.
Salima Kader (38), seorang ibu dari tiga anak yang tinggal di pinggiran Paris, Evry, dan mengenakan niqab, mengatakan, “Karena larangan tersebut, kami tidak hanya memperoleh perhatian yang menyenangkan dari polisi, tetapi juga kebencian dari masyarakat lain. Mereka berpikir larangan tersebut merupakan kewenangan resmi untuk menghina, meludahi, dan bahkan secara fisik menyerang. Larangan itu telah menjadi simbol kebencian terhadap semua komunitas Muslim.”
Sarkozy secara teratur menyoroti “pelarangan burqa dalam upaya untuk memikat sayap kanan pendukung Front Nasional untuk memilih dia.”
Muslim Perancis memberikan dukungan besar kepada Hollande pada Mei lalu, dimana jajak pendapat Le Figaro menunjukkan bahwa 93 persen dari 2 juta kaum beragama memilih untuk mendukungnya. Bahkan sejumlah pihak menilai bahwa kemenangan Hollande dilatarbelakangi oleh dukungan kaum Muslim yang ingin tidak suka pada kebijakan Sarkozy dalam melarang perempuan Muslim untuk menutup auratnya.
Namun kali ini mereka dikecewakan oleh perilaku tak peduli perempuan kelahiran Maroko, Vallaud-Belkacem.
Seperti baru-baru Januari, Senat Perancis mengadopsi keputusan untuk mendenda setiap perempuan yang mengharuskan anak perempuannya mengenakan hijab maupun jilbab. Hal ini berlaku untuk sekolah, pusat rekreasi, dan berbagai lembaga swasta lain, bahkan rumah mereka sendiri.
Sonia Choukri (23), seorang mahasiswa dari Marseille, mengatakan, “Kaum Sosialis seharusnya bisa menyingkirkan larangan burqa itu dengan goresan pena. Mereka memiliki jumlah mayoritas di parlemen.” (althaf/arrahmah.com)