BOHONIKI (Arrahmah.com) — Muslim Polandia Imam Aleksander Bazarewicz membacakan doa dan menguburkan seorang pengungsi Suriah Ahmad Al Hasan (19). Diketahui, Hasan ingin melanjutkan pendidikannya yang ia bangun di kamp pengungsi Yordania. Namun, mimpinya tidak akan pernah menjadi kenyataan.
Pada 19 Oktober, mayatnya ditemukan di sungai Bug, Polandia timur dekat perbatasan Belarusia. Berdasarkan keterangan temannya, Hasan didorong oleh penjaga Belarusia. Hasan tidak bisa berenang sehingga ia harus kehilangan nyawanya di sungai itu.
Pada Senin (15/11/2021) malam, ia dimakamkan di pemakaman Muslim di Bohoniki, beberapa kilometer dari perbatasan Belarusia. Anggota keluarganya di Yordania dan Turki terpaksa menyaksikan upacara pemakaman melalui tautan video.
Jenazah Hasan tidak dimandikan karena sudah membusuk setelah sebulan berada di kamar mayat di Polandia. Dengan suasana yang suram, Bazarewicz membacakan doa. Puluhan orang mengelilingi kuburan Hasan untuk memberikan penghormatan terakhir.
“Kematian bukanlah tragedi. Ini berarti Tuhan memiliki tempat yang lebih baik untuknya. Dia meninggal dengan tragis karena tenggelam sehingga dia syahid,” kata Bazarewicz, dilansir Al Jazeera, Rabu (17/11).
Dokter Suriah di Polandia Kasim Shady menyiarkan upacara pemakaman Hasan kepada keluarganya. “Semoga beristirahat dengan tenang. Saya juga seorang pengungsi dan berhasil membangun kehidupan di sini,” kata Shady.
Sedikitnya 11 orang dilaporkan tewas di perbatasan Polandia-Belarusia dalam beberapa pekan terakhir.
Krisis dimulai pada Agustus lalu, ribuan pengungsi telah mencoba memasuki wilayah Polandia, perbatasan timur Uni Eropa.
Komunitas internasional menganggap Belarusia bertanggung jawab atas situasi yang memburuk.
Awal tahun ini, Belarusia menghapus visa dari sejumlah negara Timur Tengah dan Afrika dan membuka banyak agen wisata yang menawarkan cara mudah dan murah untuk pergi ke Eropa.
Kritikus mengatakan langkah itu mungkin merupakan tindakan balas dendam terhadap Polandia yang mendukung protes tahun lalu terhadap Presiden lama Alexander Lukashenko.
Pada Selasa, bentrokan terjadi di perbatasan antara penjaga Polandia dan pengungsi.
Pihak berwenang Polandia telah menggambarkan zona darurat di perbatasan Belarusia yang tidak boleh dimasuki siapa pun, termasuk jurnalis dan lembaga swadaya masyarakat (LSM).
Akibatnya, ratusan pengungsi yang berhasil menyeberang ke Polandia terdampar di hutan tanpa akses bantuan kemanusiaan, makanan, dan air.
Bagi Muslim lokal Bohoniki, krisis di perbatasan adalah ujian. Muslim Tatar telah tinggal di perbatasan Polandia-Belarusia selama berabad-abad. Mereka diundang ke wilayah tersebut pada paruh kedua abad ke-17 oleh John III Sobieski, raja Polandia dan adipati agung Lituania untuk membantu pasukannya mempertahankan kerajaan.
Sejak itu, Bohoniki dan Kruszyniany, dua desa yang dekat dengan perbatasan Belarusia telah menjadi pusat Islam di Polandia.
Bagi Muslim tatar, orang yang mencari perlindungan di perbatasan Polandia-Belarusia bukanlah ancaman. Mereka adalah saudara seiman yang harus dilindungi.
“Kita harus memberi mereka air dan makanan. Mereka bukan ancaman. Saya merasa sangat kasihan pada mereka khususnya anak-anak,” kata salah seorang Muslim Tatar, Ali. Namun, Muslim lokal dan para aktivis di seluruh negeri telah terlibat dalam pengumpulan bantuan termasuk pakaian hangat untuk para pengungsi. (hanoum/arrahmah.com)