Oleh: Ustadz Fuad Al Hazimi
(Arrahmah.com) – Teringat beberapa tahun lalu saat saya kerja part time sebagai delivery man alias tukang antar alat-alat elektronik seperti TV, kulkas, mesin cuci dan alat elektronik lainnya. Saat itu saya mengantarkan beberapa buah televisi ke sebuah toko elektronik di sudut kota Sydney NSW. Seperti biasanya saya selalu menyalakan murottal untuk menemani saya seharian kerja di jalan.
Seorang anak muda berwajah Arab, salah satu pelayan di toko elektronik itu mendekati truk kami, seraya mengucapkan salam dengan penuh keramahan. Kami pun menjawab salamnya. Saat anak muda ini melongokkan kepalanya ke jendela sopir truk untuk berbicara dengan kami, sepertinya ia mendengar lantunan ayat-ayat Al Qur’an yang kami putar. Spontan dia berkata dalam bahasa Arab :
Inta muslim ? Laazim ta kee Arabiyyah …. Ahlan wasahlan
“Kamu muslim ? Kamu pasti lancar berbahasa Arab, selamat datang”
Saya kaget dengan pernyataannya tersebut, lalu saya bertanya :
“Kenapa kamu bisa berkata demikian ?”
Dengan santai dan tidak ada sedikit pun terlihat bahwa dia bermaksud mengejek atau menghina dia menjawab :
“Kitab suci kalian berbahasa Arab, setiap hari kalian membaca kitab suci kalian. bagaimana mungkin kalian tidak bisa bahasa Arab ? Lalu bagaimana kalian memahami kitab suci kalian ? Petunjuk kehidupan kalian ? Maaf saya keturunan Arab Libanon tetapi saya beragama Kristen”
Allaahu Akbar walillahil hamd ….. sebuah pukulan telak menghunjam ke dada saya. Orang Kristen ini berkata benar. Bagaimana mungkin orang Islam tidak bisa bahasa Arab sedangkan kitab sucinya berbahasa Arab ? Lalu bagaimana ia akan memahami kalaamullah itu ?
Tidak ada jalan untuk memahami Al Qur’an dan Sunnah kecuali dengan bahasa Arab. Sehingga tidak disangsikan lagi betapa pentingnya kedudukan bahasa Arab bagi Dien ini.
Allah Ta’ala berfirman :
إِنَّا أَنْزَلْنَاهُ قُرْآَنًا عَرَبِيًّا لَعَلَّكُمْ تَعْقِلُونَ
“Sesungguhnya Kami menurunkannya berupa Al Quran dengan berbahasa Arab, agar kamu memahaminya” ( QS. Yusuf : 2 )
Bahasa Arab memang bukan bahasa kaum Indonesia, tetapi bahasa Arab adalah bahasa Syari’ah dan bahasa Islam. Menjadi sangat naif jika kita sudah sangat berani mengambil sebuah vonis dalam masalah yang sangat rumit, penuh syubhat dan memerlukan perangkat ilmu yang sangat banyak tetapi kita tidak paham bahasa Arab. Masalah ini sudah menjadi perselisihan sejak zaman dulu dalam bab firoq. Dan kitab para ulama tentang masalah ini amatlah bertumpuk. Bagaimana akan memahami kitab2 itu tanpa bahasa Arab ?
Terkadang kita merasa ilmu kita sudah mampu menggapai pojok langit, padahal tangga untuk naik ke puncak menara pun kita tak punya. Besar pasak daripada tiang
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah –rahimahullah- berkata :
“Bahasa Arab merupakan bagian dari Dienul Islam, sedangkan mempelajarinya adalah wajib. Karena memahami Al Qur’an dan Sunnah adalah wajib. Dan tidaklah seseorang bisa memahami Al Qur’an dan Sunnah kecuali dengan bahasa Arab dan sesungguhnya sesuatu perbuatan yang mana sebuah kewajiban tidak akan sempurna tanpa keberadaannya maka perbuatan itu pun wajib hukumnya.”
Adapun kewajiban ini ada sebagian orang yang wajib ‘ain (fardhu ‘ain) dan ada pula yang wajib kifayah (fardhu kifayah)
Inilah makna dari hadits yang diriwayatkan oleh Abu Bakar Ibnu Abi Syaibah dari Isa bin Yunus, dari Tsaur dari Umar bin Yazid,dia berkata :
“Umar bin Khattab menulis surat kepada Abu Musa Al Asy’ary –rodhiyallohu ‘anhuma- (yang isinya)”
“Amma ba’du, maka aku perintahkan kalian agar mempelajari dan mendalami Sunnah Nabi –shollallohu ‘alaihi wasallam-, pelajarilah Bahasa Arab dengan sungguh-sungguh serta pelajarilah juga I’rab Al Qur’an karena Al Qur’an adalah berbahasa Arab.”
Dalam hadits lain disebutkan dari Umar bin Khattab, beliau berkata :
“Pelajarilah bahasa arab karena bahasa arab adalah bagian dari dien kalian dan pelajarilah ilmu faraidh (pembagian waris) karena faraidh adalah bagian dari dien kalian.”
Inilah yang diperintahkan oleh Umar bin Khattab agar kaum muslimin mempelajari bahasa Arab dan hukum syari’ah secara mendalam yang dengan keduanya apa yang dibutuhkan umat akan terpenuhi. Karena di dalam dienul Islam mengandung perintah untuk memahami pendapat-pendapat ulama dan amalan-amalan mereka, sedangkan memahami bahasa Arab adalah jalan utama untuk memahami pendapat- pendapat itu, sedangkan memahami sunnah rasul adalah jalan untuk memahami amal-amal dalam dien ini. (Iqtidho’ Shirotil Mustaqim 1/207)
Imam Syu’bah juga berkata :
“Barangsiapa yang belajar hadits, akan tetapi dia tidak mengerti bahasa Arab, maka perumpamaan orang itu adalah ibarat orang yang memakai burnus (sejenis mantel yang bertudung kepala) akan tetapi dia tidak memiliki kepala.” (Al Jaami’ li Akhlaaqir Rowi, No. 1080, II/13)
Semoga setelah membaca tulisan ringan ini, kita termotivasi untuk segera mengembalikan kepala kita ke tubuh kita. Wallohu a’lam.
(arrahmah.com)