PARIS (Arrahmah.com) – Para pemuda Muslim Perancis harus berhadapan dengan polisi di pinggiran Kota Paris setelah membela saudari Muslimah mereka yang didenda dan dilarang mengenakan hijab, lansir DM.
Manuel Valls, Menteri Dalam Negeri Perancis, menurunkan ratusan polisi untuk menghadapi protes para pemuda Muslim pada Ahad (21/7/2013).
Valls mengatakan, “Mengingat insiden semalam dan ada empat orang yang ditangkap dan dua puluh kendaraan rusak di kawasan Elancourt, rencana keamanan akan dipertahankan sampai kembali tenang secara permanen.”
Ada empat polisi yang mengalami cedera pada Sabtu (20/7), kata jaksa setempat Vincent Lesclous.
Sumber polisi di Trappes mengatakan, “Kerusuhan itu terkait dengan penangkapan seorang pria yang menolak istrinya dilarang memakai hijab.”
“Dia menyerang petugas dan kemudian ditangkap. Hal inilah yang menyebabkan protes di luar kantor polisi di Trappes.”
Pada Jumat (19/7) dan Sabtu (20/7) malam, polisi anti huru hara bersenjata berat CRS juga diturunkan.
Peristiwa tersebut merupakan yang terbaru dalam serangkaian insiden yang berkaitan dengan diskriminasi Perancis sejak tahun 2011 dalam pelarangan pemakaian burka [pakaian yang menghijabi seluruh tubuh].
Diskriminasi itu membuat Muslimah yang mengenakan hijab di depan umum dapat didenda £ 130 ($39,370) dan dipaksa untuk menghadiri kelas kewarganegaraan.
Bulan lalu di sebuah perkebunan di pinggiran Paris Argenteuil, polisi diserang setelah menangkap dua pria yang juga keberatan atas dilarangnya seorang Muslimah mengenakan hijab.
Sekitar 40 polisi anti huru hara diturunkan ke daerah itu dengan senjata berat dan gas air mata.
Seorang Muslimah berusia 21 tahun yang tengah hamil bahkan diserang secara brutal oleh seorang pengecut biadab yang phobia terhadap Islam hingga nyawa bayi dalam kandungannya tidak bisa diselamatkan, hanya karena Muslimah itu menghijabi wajahnya dengan cadar.
Pada bulan Maret, pria Perancis yang menyerang dan merobek cadar seorang Muslimah hanya diberi hukuman lima bulan penjara.
Pria berusia 30 tahun itu mengklaim dia berusaha “menegakkan” hukum negaranya saat dia melakukan serangan itu di kota Nantes.
Pria pengecut itu kemudian mengatakan kepada pengadilan bahwa dia sangat taat pada hukum yang dibawa oleh pemerintahan mantan presiden sayap kanan Nicolas Sarkozy.
Hakim menyatakan bahwa dia telah bertindak main hakim sendiri dan melakukan serangan itu semata-mata karena berprasangka terhadap agama wanita Muslim tersebut.
Sarkozy menggembor-gemborkan bahwa cadar Muslimah merupakan penghinaan terhadap prinsip-prinsip Republik Perancis. Dia mengklaim bahwa cadar bisa digunakan oleh pengutil dan “teroris” untuk menyembunyikan identitas mereka.
Banyak kelompok hak asasi manusia internasional yang telah mengutuk diskriminasi hukum Perancis itu dan menyatakan bahwa hukum pemerintah negara itu melanggar hak kebebasan berekspresi.
Pada Ahad (21/7), helikopter polisi terlihat berputar-putar di Trappes, sementara kendaraan lapis baja mereka siapkan di markas polisi.
Petugas takut pada akhir pekan musim panas harus berhadapan dengan aksi massa penuntut hak Muslimah. (banan/arrahmah.com)