KOLOMBO (Arrahmah.com) – Muslim menutup toko-toko mereka di ibukota Sri Lanka pada Kamis (19/6/2014) untuk memprotes serangan terbaru yang dilakukan oleh ekstrimis Buddha dan menuntut agar pemerintah menghukum mereka yang bertanggung jawab atas serangan tersebut.
Lebih dari seribu toko-toko ditutup di Colombo sebagai bentuk protes, kata Ibrahim Nisthar Miflal, presiden Organisasi Hak-Hak Muslim.
Dia mengatakan bahwa Muslim tidak puas dengan respon pemerintah atas tindak kekerasan terhadap Muslim, di mana tiga orang tewas dan lebih dari 50 orang terluka.
Ekstrimis Buddha melemparkan bom bensin dan menjarah rumah dan pertokoan pada Ahad (15/6) di beberapa kota di barat daya Sri Lanka. Serangan itu dipimpin oleh massa dari Bodu Bala Sena, atau Pasukan Buddha, yang mengolok-olok minoritas Muslim di negara itu.
Presiden Mahinda Rajapaksa mengunjungi daerah yang terkena dampak pada Rabu (18/6) dan berjanji akan melakukan penyelidikan yang tidak memihak dan menangkap para pelaku tanpa memandang ras atau perbedaan agama.
Dia juga meminta para pejabat untuk memberikan kompensasi kepada keluarga korban dan mengganti bangunan yang rusak.
Seorang juru bicara polisi tidak menjawab telepon untuk dimintai komentar terkait penyelidikan atas serangan tersebut.
Sementara itu, Dewan Muslim Sri Lanka – sebuah organisasi payung dari kelompok Muslim – menyerukan kepada presiden Rajapaksa pada Kamis (19/6) untuk menyelidiki tindakan kekerasan yang dilakukan oleh kelompok-kelompok ekstremis dan melarang orang-orang yang telah melakukan kampanye kebencian, intimidasi dan kekerasan terhadap kelompok agama minoritas.
Kekerasan pada Ahad (15/6) itu meletus setelah rally yang diadakan oleh Bodu Bala Sena. Klip video menunjukkan bahwa sekretaris jenderal kelompok itu, Pendeta Galagoda Atte Gnanasara, mengatakan pada kerumunan orang-orang bahwa toko-toko milik Muslim berada dalam bahaya.
Gnanasara kemudian mengatakan kepada wartawan bahwa ummat Buddha marah atas dugaan serangan terhadap pengemudi yang merupakan seorang biksu Buddha.
Sri Lanka masih sangat terluka oleh perang saudara 1983-2009 antara mayoritas Buddha Sinhala dan pemberontak Tamil, yang sebagian besar Hindu, namun kekerasan Buddha–Muslim telah relatif jarang.
Beberapa organisasi Muslim menyatakan keprihatinan terkait kekerasan tersebut dan mendesak pemerintah untuk melindungi agama minoritas.
(ameera/arrahmah.com)