KOREA (Arrahmah.com) – Meski kebangkitan Islam semakin mengguncang dunia, namun tak dapat dipungkiri ujian keimanan tak pernah luput dari orang-orang beriman. Terutama bagi Muslim yang hidup di negeri mayoritas kafir, ujian keimanan akan terasa lebih berat.
Seperti yang dialami oleh Muslim di Korea Selatan (Korsel) yang mayoritas tidak beragama, menurut catatan wikipedia, dan agama yang memiliki penganut terbesar adalah Budha, tengah berjuang menghadapi berbagai tantangan yang disebabkan oleh stereotip media terhadap Islam dan pemeluknya.
“Ada wajah Islam yang sebenarnya, tetapi tidak terlihat di media, ” kata Shariq Said, muslim asal Pakistan yang telah tinggal di ibukota Seoul selama sembilan tahun, kepada Korea Times pada hari Jum’at (13/4/2012).
Di Seoul ada sebuah Masjid pusat yang disebut Seoul Central Mosque , yang terbesar di Korsel dibangun pada tahun 1974 dengan dukungan dari Saudi Arabia.
Di Masjid pusat tersebut terlihat Muslim dari berbagai kebangsaan selain penduduk asli Korea, seperti Timur Tengah, Asia Selatan dan Tenggara, dan Afrika.
Populasi Muslim Seoul yang berasal dari berbagai kebangsaan menggambarkan keberagaman Islam kepada warga Korea.
Namun meski telah hidup bertahun-tahun di Korea dengan damai, Ummat Muslim Korsel mengeluhkan stereotip yang mereka hadapi di media yang menggambarkan tentang keimanan mereka dengan buruk, yang berdampak pada pandangan dan penilaian dari masyarakat setempat.
“Media menunjukkan Ummat Muslim adalah orang-orang miskin dan berperang satu sama lain, ini tidak benar,” kata Mohd Fakrul, seorang pelajar dari Malaysia yang berada di Korsel dalam rangka pertukaran pelajar.
“Terkadang, ketika saya memberitahu orang bahwa saya seorang Muslim, mereka agak curiga,” tambahnya. “Tetapi lihatlah kepada kami. Ini adalah kedamaian”.
Fakrul bercerita di Masjid pusat di Seoul bahwa Ummat Muslim di Korsel mencerminkan Islam yang lurus dan bersikap ramah dan damai.
Selain itu, di Seoul hanya ada satu Masjid sehingga memungkinkan kaum Muslimin kesulitan untuk melaksanakan sholat terutama sholat berjama’ah.
“Di Malaysia kami memiliki banyak masjid, tapi di Seoul hanya ada satu masjid,” kata Fakrul.
“Jika kita harus sholat pada siang hari, bisa sulit untuk menemukan tempat yang tepat,” tambahnya.
Jeong Seung Joon, seorang Muslim asli Korea yang menemukan Islam di Irlandia mengatakan bahwa makanan halal menjadi tantangan lain bagi Islam yang masih menjadi minoritas di Korea.
“Makanan (halal) sangat sulit, karena saya menyukai daging, tetapi saya hanya boleh memakan produk-produk halal,” ujar Seung Joon.
Namun, sebagian Muslim lainnya memiliki kesempatan yang besar untuk bergerak lebih jauh pada keimanan mereka dan mendakwahkannya kepada orang-orang Korea, yang pada umumnya merasa asing dengan Islam.
Jumlah Muslim di Korsel diperkirakan sebanyak 45.000 tidak termasuk para pekerja imigran. Sementara berdasarkan Federasi Muslim Korea (KMF) yang didirikan pada 1967, ada sekitar 120.000 hingga 130.000 Muslim yang tinggal di Korsel, baik pribumi maupun imigran.
Populasi Muslim yang berasal dari imigran kebanyakan dari para pekerja Pakistan dan Bangladesh. (siraaj/arrahmah.com)