(Arrahmah.com) – Dalam kajian Ahad pagi, 27 Sept. 2020, yang diselenggarakan An-Nisa’ Majelis Mujahidin, Jogjakarta. Ustadz Irfan S. Awwas menyampaikan tema kajian yang menarik, yaitu Mendidik Kader Muslim Good Looking. Dalam paparannya, Katua Lajnah Tanfidziyah Majelis Mujahidin tersebut, menguraikan identitas generasi Bad Looking yang harus dijauhi dan generasi Good Looking yang patut diteladani.
Istilah bad looking dan good looking menjadi tranding tofic dijagat medsos, setelah Menteri agama Fachrul Razi mengaitkan istilah tersebut dengan radikalisme. Hal itu dilontarkan pada suatu acara peluncuran sebuah aplikasi ASN no radikal yang diselenggarakan oleh Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi. (3/9/2020)
Secara sumir, Menteri Agama Fachrul Razi membeberkan cara masuknya kelompok maupun paham-paham radikalisme ke masjid-masjid yang ada di lingkungan pemerintahan, BUMN, dan di tengah masyarakat. “Caranya, masuk mereka gampang; pertama dikirimkan seorang anak yang good looking, penguasaan Bahasa Arabnya bagus, hafiz (hafal Alquran), mereka mulai masuk,” kata Fachrul dalam webinar bertajuk ‘Strategi Menangkal Radikalisme Pada Aparatur Sipil Negara’, di kanal Youtube Kemenpan RB.
Ucapanya Benar, Tujuannya Salah
Pernyataan Menag Fahrul Razi, tentang identitas muslim good looking: tampil simpatik, fasih bahasa Arab, hafidz Qur’an. Disatu segi positif, tapi ketika identitas tersebut dicurigai berkolerasi dengan rafikalisme, maka kecurigaan itu negatif dan meresahkan masyarakat muslim. Seperti ungkapan Amirul Mukminin Ali bin Abi Thalib saat merespon radikalisme khawarij, yang mengatakan inil hukmu illa lillah, tiada hukum kecuali hukum Allah”. Maka Ali membalasnya dengan ucapan yang cerdas dan menohok: “Kalimatu haqqin yuradu biha baathil, mereka berkata benar untuk tujuan yang bathil”.
Begitulah, mengaitkan radikalisme dengan Da’i good looking, dengan ciri yang sudah disebutkan. Menag Fahrul Razi telah menggunakan ungkapan yang benar untuk tujuan yang salah.
Sepanjang sejarah peradaban manusia, selalu muncul tokoh jelek dan baik, jahat dan shalih. Generasi yang jelek, ciri-cirinya disebutkan dalam Al-Qur’anul karim.
۞ فَخَلَفَ مِنْۢ بَعْدِهِمْ خَلْفٌ اَضَاعُوا الصَّلٰوةَ وَاتَّبَعُوا الشَّهَوٰتِ فَسَوْفَ يَلْقَوْنَ غَيًّا ۙ
“Sepeninggal para nabi, datanglah generasi baru yang jelek, mengabaikan shalat dan mengikuti hawa nafsu. Karena itu mereka pasti menemui kebinasaan.” (QS. Maryam (19) : 59)
Generasi yang jelek, bad looking ciri-cirinya tidak mau melaksanan shalat, termasuk menunda-nunda shalat. mengabaikan shalat.
Jika mereka mengabaikan kewajiban shalat, maka kewajiban-kewajiban lain pasti lebih diremehkan. Karena shalat adalah tiang agama dan sebaik-baik amal seorang hamba. Akibat selanjutnya, mereka pasti akan menuruti kesenangan dan kelezatan dunia, mereka merasa tenteram di dalamnya. Merasa nyaman berbuat zina, konsumsi narkoba, mabuk-mabukan.
Gaya hidup bad looking, hura-hura, swinger (tukar menukar istri/suami), pelaku LGBT, bertato, bertindik, wanitanya pamer paha mulus, berpakaian you can see, membenci agama, anti Tuhan.
Mungkin saja, secara fisik mereka good looking, tapi akhlak dan moralnya bad looking. Mereka mengajak pada kemungkaran, melarang kebaikan, ta’muruna bil munkar watanhauna anil ma’ruf.
Inikah model generasi kebangsaan pilihan Menag Fahrul Razi? Maka kita prihatin dengan seruan Wapres, KH. Ma’ruf Amin, supaya bersimpati pada musik K-Pop Korea, tik tok, “bisa menginspirasi kaum milenial,” ucap sang kyai wapres itu.
Berbeda 180 derajat dengan generasi good looking. Penampilannya gagah, pesona kata-katanya memikat, dekat dengan Al Qur’an, prilakunya nyunnah, gemar shalat di masjid.
Gaya hidupnya sederhana, mengharamkan yang diharamkan Allah dan menghalalkan yang dihalalkan-Nya. Berani menyampaikan yang benar dan melarang pada yang munkar, ta’muruna bil ma’ruf watanhauna anil munkar, cinta tanah air, hormat pada ulama. Akhlak mereka mulia, lalu mereka menyatakan, “Isyhadu bi anna muslimun, saksikan kami orang-orang Islam yang taat pada Allah”.
Generasi good looking, adalah mafatihul Khair, para pembuka jalan kebaikan dan penangkal jalan kemungkaran. Sebagaima sabda Rasulullah Saw:
عن أنس بن مالك رضي الله عنه قال : قال رسول الله صلى الله عليه وسلم : (( إِنَّ مِنْ النَّاسِ مَفَاتِيحَ لِلْخَيْرِ مَغَالِيقَ لِلشَّرِّ ، وَإِنَّ مِنْ النَّاسِ مَفَاتِيحَ لِلشَّرِّ مَغَالِيقَ لِلْخَيْرِ ، فَطُوبَى لِمَنْ جَعَلَ اللَّهُ مَفَاتِيحَ الْخَيْرِ عَلَى يَدَيْهِ ، وَوَيْلٌ لِمَنْ جَعَلَ اللَّهُ مَفَاتِيحَ الشَّرِّ عَلَى يَدَيْهِ)) رواه ابن ماجه
“Sesungguhnya di antara manusia ada yang menjadi pembuka kebaikan dan penutup pintu keburukan. Dan sesungguhnya di antara manusia ada yang menjadi pembuka keburukan dan penutup kebaikan. Berbahagialah orang-orang yang Allah jadikan sebagai pembuka kebaikan melalui tangannya. Dan celakalah orang-orang yang Allah jadikan sebagai pembuka keburukan melalui tangannya.”
(HR. Ibnu Majah no. 237, Ibnu Abi ‘Ashim dalam As-Sunnah no. 297, Ath-Thayalisi dalam Al-Musnad no. 2082 dan Al-Baihaqi Syu’abul Iman no. 298. Dinilai hasan oleh Al-Albani dalam Ash-Shahihah no. 1332)
Good Looking Dalam Sejarah
Islam adalah agama dakwah. Maka, saat berdakwah, raihlah simpati sejak di kesan pertama perjumpaan. Apa yang segera terlihat dan terasakan ketika pertama kali bertemu orang atau pihak lain?
Hal yang paling nengesankan adalah semacam pesan yang dikirim dari performa si pembawa misi dakwah itu.
Apa yang termasuk paling menarik di kesan pertama? Pakaian! Terkait ini, benarlah sebuah mahfuzhat Arab yang memberi kita nasihat: “Pakaianmu memuliakanmu sebelum dudukmu. Ilmumu memuliakanmu sesudah dudukmu.”
Sebagai ibrah, kita telusuri performa orang shalih yang kesehariannya good looking. Sejenak mari berkenalan dengan sahabat Nabi Saw, Mush’ab bin ‘Umair Ra. Ciri yang paling mudah dikenali di diri Mush’ab bin ‘Umair Ra, ada pada gambaran ini: seorang pemuda tampan, bicaranya lembut memikat, tampil rapi, dan wangi. Dengan “modal” itu, beliau punya daya pikat yang memesona semua mata yang memandangnya.
Parfum Mush’ab bin ‘Umair Ra, konon, wanginya bisa tercium sampai jauh. Sungguh, memandang wajah Mush’ab bin ‘Umair Ra dan lalu menyimak tutur katanya, adalah sebuah kenikmatan. Wajarlah, Mush’ab bin ‘Umair Ra dipilih Rasulullah Saw sebagai Duta Islam ke Yatsrib untuk mendapatkan kadermuslim sebanyak mungkin.
Dikalangan ulama tabi’in, kita sapa Hasan Basri (642 – 728 M). Hasan Basri, ulama Tabi’in yang sangat masyhur itu, punya fragmen memikat seperti berikut ini. Suatu ketika, ada yang mengritik Hasan Basri lantaran beliau dikenal selalu berperforma perlente.
“Sekarang pilih mana? Berpakaian dan berkendaraan bagus tapi mampu menjaga hatinya bahwa hanya Allah yang Maha-Agung dan berhak untuk sombong. Sementara pilihan lain, berpakaian serta berkendaraan seadanya seraya bangga merasa telah sampai ke level zuhud,” demikian respon Hasan Basri atas kritik itu.
Kita sowan kepada Imam Malik (711-795 M). Salah seorang dari empat imam mazhab itu, kesehariannya dikenal selalu berpenampilan gagah dan mewah. Beliau suka dengan busana warna putih. Bahannya berkelas, berasal dari Khurasan, Mesir, dan daerah lainnya. Perabot rumah tangganya juga sama, berkelas.
Imam Malik disegani oleh para pemimpin di Mekkah dan Madinah. Pertama, karena ilmunya. Kedua, karena performanya yang sangat mengesankan. Lihatlah, Imam Malik itu bertubuh tinggi dan gagah. Kulitnya putih dan kedua matanya lebar. Dia tampan.
Jika Imam Malik hendak menerima tamu, dia berhias dan memakai minyak wangi. Parfum berkualitas premium, yang paling wangi. Tak hanya itu, dia sangat memerhatikan pakaiannya. Setiap kali mata memandang, pasti Imam Malik dalam kondisi berpakaian yang megah.
“Aku pernah menemui Imam Malik. Aku lihat dia mengenakan pakaian panjang seharga 500 dirham. Kedua ujung pakaiannya mengenai kedua mata kakinya seperti raja,” kata Bisyr bin Al-Harits.
Jika hendak mengajar hadits, Imam Malik mengambil air wudhu seperti untuk shalat, mengenakan pakaian terbaik, memakai kopiah, dan menyisir rambutnya. “Aku lakukan ini demi menghormati hadits Rasulullah,” demikian respon Imam kala ada orang mempertanyakan sikapnya yang seperti itu.
Alhasil, keseharian, good looking itu penting dan perlu. Kualifikasi good looking, basthatam fil ilmi waljismi, perkasa tubuhnya, luas ilmunya, dan mulia akhlaknya. Maka, wahai dunia, saksikanlah: Kami memang generasi good looking.
Oleh: Ustadz Irfan S. Awwas
Ketua Lajnah Tanfidziyah Majelis Mujahidin
Jogjakarta, 29/9/2020
(*/arrahmah.com)