BANGUI (Arrahmah.com) – Milisi anti-Balaka telah mengambil keuntungan dari kekosongan politik di Republik Afrika Tengah (CAR), terlibat dalam pembersihan etnis Muslim dalam upaya untuk menghapus komunitas Muslim dari negara itu, kelompok hak asasi manusia Amnesty International mengungkapkan.
Membahas laporan yang diterbitkan pada Jum’at (31/7/2015), berjudul “Identitas yang terhapus: Muslim di daerah etnis yang dibersihkan dari Republik Afrika Tengah,” Joanne Mariner, penasihat tanggap krisis di organisasi yang berbasis di Inggris itu, mengatakan kepada Al Jazeera bahwa ummat Islam di bagian barat negara itu sedang ditekan dan dipaksa untuk meninggalkan agama mereka.
Lebih dari 30.000 Muslim yang tinggal di tujuh wilayah, dijaga oleh pasukan PBB, di seluruh negeri itu, tetapi bagi mereka yang tinggal di luar, terutama di daerah pedesaan, mereka menjadi target, ungkap laporan itu.
“Mereka tidak diizinkan untuk mengekspresikan diri mereka sebagai Muslim, jika mereka berada di luar daerah itu, mereka tidak bisa shalat atau berpakaian yang mengidentifikasi mereka sebagai Muslim,” kata Mariner.
“Hidup mereka tergantung pada negosiasi dengan milisi anti-Balaka.”
Mariner mengatakan bahwa banyak diantara mereka yang telah dipaksa masuk Kristen atau menghadapi penganiayaan dari masyarakat.
Rasa tidak aman dan ancaman yang terus berlanjut dari milisi anti-Balaka bersumber dari ketiadaan peran dari negara,” kata Mariner.
Meskipun kekerasan di Republik Afrika Tengah telah mereda sejak akhir 2014, negara itu sebagian besar masih berada dalam situasi tidak aman.
Runtuhnya aparatur negara dan kerapuhan pemerintahan transisi telah menyebabkan bagian-bagian dari negara itu berada dalam ancaman kelompok milisi di daerah-daerah pedalaman.
Laporan Amnesty datang hanya beberapa hari setelah Komite Penyelamatan Internasional (IRC) mengatakan bahwa Republik Afrika Tengah membutuhkan permulaan yang baru, atau akan menjadi studi kasus dari negara yang gagal.
Pada bulan April, seorang utusan AS mengatakan bahwa sebanyak 436 masjid di Republik Afrika telah hancur dalam kekerasan itu. Samantha Power, duta besar AS untuk PBB, menyebut kehancuran itu “agak gila, mengerikan”.
Salah satu “tanda-tanda paling jelas dari intensitas kebencian sektarian adalah penghancuran masjid di negara itu”, kata Amnesty.
Lebih dari 6.000 orang telah tewas sejak krisis dimulai pada bulan Maret 2013.
Komite Palang Merah Internasional (ICRC) mengatakan pekan ini bahwa lebih dari 1.000 orang masih mencari orang yang mereka cintai, setahun setelah mereka terpisah selama gelombang kekerasan.
(ameera/arrahmah.com)