JAKARTA (Arrahmah.com) – Dalam acara atraksi menari di HUT Kemenag yang ke-70 di Kanwil Kemenag DKI Jakarta, Ahad (3/1/2016) lalu terjadi penistaan terhadap Islam, yakni atraksi tari Bali di atas sajadah yang umumnya digunakan untuk shalat. Musibah, Innalillahi wainna ilaihi roji’un.
Tampak sejumlah penari Bali dengan mengumbar auratnya berlenggak lenggok di atas sajadah (lihat foto)
KH DR Cholil Nafis Ketua Komisi Dakwah MUI Pusat yang mengunggah foto itu di akun twitternya @cholilnafis. Dia mempertanyakan foto yang diperolehnya dari sebuah group. Foto itu berupa atraksi tarian yang digelar di atas sajadah untuk shalat. Cholil menilai itu sangat tidak pantas.
Kemudian dia mengklarifikasi hal ini kepada Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin lewat akunnya.
“Salam. Tlg dicek n klo benar dibtegur. Karpet shalat dibuat tarian di HAB Kemenag DKI,” tulis Kiai di @cholilnafis, Senin (4/1).
Setelah ditegur Kiai Cholil Nafis, baru Menag Lukman merespon.
“Ya,saya tlh mengklarifikasi dan menegurnya. Selaku Menag, saya mohon maaf se-besar2nya atas kekhilafan tsb,” jawab Menag lewat @lukmansaifuddin.
“Tugas kita hanya saling mengingatkan, trrmasuk juga ke Menteri,” kata Kiai Cholil Nafis.
Terkait, Panitia Hari Amal Bhakti (HAB) ke-70 Kanwil Kementerian Agama DKI Jakarta menyampaikan permohonan maaf kepada umat Islam terkait peristiwa tarian Bali di atas sajadah dalam rangkaian peringatan HAB di Kantor Kanwil DKI Jakarta, Ahad (3/1) lalu.
“Panitia HAB ke-70 Kanwil Kementerian Agama Provinsi DKI Jakarta menyatakan permohonan maaf kepada semua pihak atas kelalaian kami,” kata Kepala Kanwil Kemenag Provinsi DKI Jakarta Abdurrahman di kantornya, Jakarta, Senin (4/1), lansir laman Kemenag.
Dia mengatakan bahwa tidak ada unsur kesengajaan pada kejadian itu. Karpet tersebut, menurutnya, semula digunakan untuk tari Saman yang diperagakan oleh 175 siswa madrasah. Belum dilipat, para penari Bali sudah maju ke depan untuk memperagakan tariannya.
Abdurrahman menambahkan bahwa karpet yang digunakan itu bukan diambil dari Masjid Kanwil DKIJakarta yang biasa digunakan untuk shalat, melainkan karpet Aula yang biasa digunakan untuk kegiatan sosial di Kanwil DKI Jakarta.
“Atas nama panitia HAB ke-70, kami memohon maaf dan mengucapkan terima kasih atas kritik dan sarannya. Hal ini akan menjadi bahan pembelajaran bagi kami untuk lebih baik lagi di masa yang akan datang,” ucapnya.
Nista Islam
Bertubi tubi Islam dinista dan dilecehkan di negeri ini. Setelah “dilaunching” istilah Islam Nusantara, heboh bacaan Al-Qur’an langgam Jawa pada even Nasional, kemudian sandal berlafadz Allah, bergulir kumandang adzan mengiringi lagu gereja dalam acara Natal di Kupang, selanjutnya terompet bersampul mushaf Al-Qur’an, dan beredarnya loyang untuk buat kue dengan bahan plat eks cetak Al Quran.
Menurut Ustadz Muhammad Thalib, Amir Majelis Mujahidin, perilaku melecehkan Islam ini justru mendapat respon dan komentar positif, sebagai percampuran budaya, oleh sejumlah Kyai dan tokoh Islam.
“Aneh, perbuatan yang menghina Islam tidak dilarang, tapi ajakan melaksanakan Syariat Islam justru dipersoalkan. Adzan dikumandangkan untuk menyeru umat Islam shalat berjamaah, bukan mengiringi lagu Natal,” katanya saat menyampaikan kuliah Shubuh di Masjid Al Munawarah, Sabtu (2/1). (azmuttaqin/arrahmah.com)