JAKARTA (Arrahmah.com) – Musibah akibat riba, tanah dan bangunan senilai 10 milyar rupiah dirampok bank hanya gegara hutang 30 juta rupiah. Dampak riba di dunia ini dialami Masuroh warga Desa Manggar, Kecamatan Sluke, Rembang, Jawa Timur.
Di depan Pengadilan Negeri (PN) Rembang, Senin (11/4/2016) dia berteriak-teriak Pekikan teriakannya membuat sejumlah pegawai di PN Rembang berhamburan keluar.
“Kami meminta keadilan hukum kepada PN Rembang. Masa tanah dan bangunan senilai Rp 10 miliar mau dieksekusi gara-gara hutang Rp 30 juta,” teriaknya, dikutip dari Tribun Jateng.
Masuroh mendatangi PN Rembang bersama karyawan, saudara dan anaknya. Mereka pun membawa poster bertuliskan pemintaan kepada PN Rembang sebagai pihak eksekutor untuk membatalkan eksekusi bangunan dan lahan seluas satu hektare miliknya.
Saat mengeluarkan unek-uneknya, Masruroh beberapa kali mengusap air matanya. Dia pun sempat bersandar ke dinding sembari menangis sesenggukan.
“Kasihani kami orang kecil. Jangan membela orang kaya. Saya tidak terima hanya hutang Rp 50 juta tapi bangunan dan tanah saya diambil,” ucapnya sembari mengusap air matanya.
Dia menceritakan alasan kenapa pihak PN akan mengeksekusi bangunan dan lahannya. Pada 2007, Masruroh mengambil pinjaman sebesar Rp 50 juta di Bank Danamon Pamotan Rembang dengan jaminan sertifikat tanah dan bangunan.
“Saya sudah mengangsurnya hingga Rp 20 juta. Kemudian pada 2010 angsuran sempat macet enam bulan karena tertimpa musibah, suami saya meninggal dunia,” jelasnya.
Meskipun demikian, dia mengaku tetap berusaha membayar kekurangannya. Pada 2010, karena keterbatasan dana, ia pun hanya membawa uang Rp 20 juta dahulu. Sisanya, Rp 10 juta akan dibayarkan setelah itu.
Lanjut cerita, sesampai di bank, pihak bank menolak uang Rp 20 juta tersebut. Bank tetap meminta uang sebanyak Rp 30 juta langsung dilunasi. “Saya pun berusaha mencari kekurangannya. Namun tiba-tiba ada surat pemberitahuan eksekusi karena sudah ada pihak yang memenangkan lelang,” imbuhnya.
Ia pun sempat menuntut pihak Bank Danamon di PN Rembang. Namun pihaknya kalah dan kemudian saat ingin mengajukan banding, sudah melewati batas pengajuan banding. Upaya hukum lain, peninjauan kembali (PK) pun diajukan pihaknya. Hingga sekarang, proses hukum masih berjalan. Karena ia belum menerima memori putusan PK.
Masruroh sempat diijinkan masuk kedalam PN untuk berdiskusi dengan pihak PN.
Ssmentara, anak Masruroh, Muhammad Solikhul Afif mengatakan selama rentang pembayaran, pihak bank tidak ada yang mencoba menemui keluarganya untuk meminta segera membayar kekurangan.
Permintaan Masruroh dan keluarganya warga Desa Manggar, Kecamatan Sluke, Rembang kepada PN Rembang untuk membatalkan eksekusi tampaknya tidak terealisasi. Pihak PN Rembang mengatakan putusan pemenang lelang terhadap lahan dan bangunan milik Masruroh sudah diputuskan lima tahun yang lalu.
“Pemenang lelang sudah diputuskan lama. Pembatalan atau penundaan eksekusi sudah tidak bisa dilakukan,” ucap Wakil Panitera PN Rembang, Hasan Udi, Senin.
Selain itu, terkait proses hukum yang tengah berjalan, yakni Peninjauan Kembali (PK), hal itu, kata dia tetap tidak mempengaruhi eksekusi. “PK tidak mempengaruhi proses eksekusi. Tetap berjalan. Namun jika Masruroh menang, tentu saja lahan dan bangunan akan dikembalikan, meskipun sudah dieksekusi,” tandasnya.
(azm/arrahmah.com)