KAIRO (Arrahmah.com) – Presiden baru Mesir, Muhammad Mursi, mendesak Amerika Serikat pada Sabtu malam (22/9/2012) untuk mengubah pendekatan mereka terhadap dunia Arab agar mampu untuk memperbaiki hubungan dan merevitalisasi persekutuannya dengan Mesir.
Mursi rencananya akan mengunjungi New York hari in (23/9) untuk berpartisipasi dalam pertemuan dengan Majelis Umum PBB.
“Para pembuat kebijakan Amerika terus-menerus membeli dengan uang dari para pembayar pajak Amerika ketidaksukaan, kebencian orang-orang di wilayah ini (Arab),” kata Mursi pada New York Times dalam sebuah wawancara.
Menurut harian tersebut, ia mengacu pada dukungan pemerintahan AS terhadap para diktator di kawasan Arab dan dukungan tanpa syarat Washington untuk Israel.
Pernyataan ini mengikuti hari protes anti-Amerika di Kairo yang dipicu oleh sebuah film amatir anti-Islam yang diposting melalui YouTube. Selama peristiwa ini Mursi meminta para demonstran untuk menahan diri sementara mengutuk film mengejek Nabi Muhammad.
Pada saat yang sama, Mursi memuji Presiden AS Barack Obama karena bergerak secara “tegas dan cepat” untuk mendukung revolusi Musim Semi Arab, dengan alasan bahwa Amerika Serikat mendukung “hak rakyat Arab untuk menikmati kebebasan yang sama seperti yang dimiliki Amerika.”
Tapi dia juga menyatakan keprihatinan tentang nasib Palestina, yang masih tidak memiliki negara mereka sendiri, kata surat kabar itu.
Amerika, katanya, “memiliki tanggung jawab khusus” bagi Palestina karena Amerika Serikat telah menandatangani kesepakatan Camp David tahun 1978, yang menyerukan penarikan Israel dari Tepi Barat dan Gaza untuk memungkinkan Palestina memiliki pemerintahan sendiri secara penuh.
Menurut New York Times, Mursi mengelak ketika ditanya apakah ia menganggap Amerika Serikat sebagai sekutu ataukah bukan.
“Itu tergantung pada definisi Anda tentang sekutu,” katanya, menambahkan bahwa ia menganggap kedua negara “berteman sejati”.
Dalam wawancara itu, Mursi juga menegaskan kembali keterkaitannya dengan Ikhwanul Muslimin, sebuah organisasi keagamaan yang dilihat oleh banyak orang di Amerika Serikat dengan kecurigaan.
“Saya dibesarkan dengan Ikhwanul Muslimin,” kata presiden. “Saya belajar prinsip-prinsip saya di Ikhwanul Muslimin. Saya belajar bagaimana mencintai negara saya dengan Ikhwanul Muslimin. Saya belajar politik dengan Ikhwan. Saya adalah seorang pemimpin Ikhwanul Muslimin. “
Dia juga menunjukkan bahwa Amerika Serikat seharusnya tidak mengharapkan Mesir untuk hidup dengan aturan-aturan Barat, dengan menggarisbawahi kesenjangan budaya antara kedua negara.
“Jika Anda ingin menilai kinerja dari orang-orang Mesir dengan standar budaya Jerman atau Cina atau Amerika, maka tidak ada ruang untuk penghakiman,” katanya. “Ketika orang Mesir memutuskan sesuatu, mungkin itu tidak tepat bagi AS. Ketika Amerika memutuskan sesuatu, tentu saja itu pun bisa tidak sesuai untuk Mesir.” (althaf/arrahmah.com)