KABUL (Arrahmah.com) — Untuk pertama kalinya muncul di publik, Perdana Menteri Afghanistan Mullah Mohammad Hassan Akhund berjanji “tidak ikut campur” dalam urusan internal negara lain dan mendesak badan amal internasional untuk terus memberikan bantuan.
Pernyataan pendiri Taliban itu disiarkan di televisi pemerintah pada Sabtu (27/11/2021), menjelang pertemuan pekan depan antara kelompoknya dengan Amerika Serikat (AS) di Doha.
“Kami meyakinkan semua negara bahwa kami tidak akan ikut campur dalam urusan internal mereka dan kami ingin memiliki hubungan ekonomi yang baik dengan mereka,” kata Akhund, seperti yang dilansir dari AFP pada Sabtu (27/11).
Pidato Akhund yang berlangsung hampir 30 menit adalah pidato pertamanya kepada publik Afghanistan sejak Taliban merebut kekuasaan pada Agustus.
Pidatonya itu muncul di tengah kritik publik terhadapnya di media sosial karena tetap diam sejak Taliban berkuasa, bahkan ketika bangsa Afghanistan menghadapi tantangan berat setelah itu.
“Kami tenggelam dalam masalah kami dan kami mencoba untuk mendapatkan kekuatan untuk membawa orang-orang kami keluar dari kesengsaraan dan kesulitan dengan bantuan Tuhan,” ujarnya.
Akhund adalah seorang veteran Taliban yang merupakan rekan dekat dan penasihat politik Mullah Omar, pendiri gerakan dan pemimpin tertinggi pertama kelompok tersebut.
Ia menjabat sebagai menteri luar negeri dan wakil perdana menteri dalam rezim pemerintahan Taliban sebelumnya antara 1996-2001.
Dia ditempatkan dalam daftar sanksi Dewan Keamanan PBB yang terkait dengan “tindakan dan kegiatan” Taliban.
Pemerintah Taliban saat ini menghadapi serangkaian tantangan, khususnya untuk pemulihan ekonomi negara yang bobrok, bantuan internasional diblokir.
Sebelumnya di bawah pemerintah yang didukung AS, 75 persen dari anggaran nasional Afghanistan disangga oleh bantuan internasional.
Inflasi dan pengangguran telah melonjak di Afghanistan, sementara sektor perbankan negara itu telah runtuh sejak pengambilalihan Taliban.
Krisis keuangan diperparah ketika Washington membekukan sekitar 10 miliar dollar AS (Rp 1.436 triliun) aset yang disimpan dalam cadangannya untuk Kabul. Semakin memburuk setelah Bank Dunia dan Dana Moneter Internasional menghentikan akses Afghanistan ke pendanaan.
Badan-badan bantuan PBB telah memperingatkan bahwa krisis kemanusiaan besar sedang berlangsung di Afghanistan, dengan penduduk negara itu diperkirakan akan menghadapi kelaparan musim dingin tahun ini.
Situasi yang memburuk dengan cepat telah memaksa warga Afghanistan untuk menjual barang-barang rumah tangga mereka guna mengumpulkan uang untuk makanan dan kebutuhan pokok lainnya.
“Kami meminta semua organisasi amal internasional untuk tidak menahan bantuan mereka dan untuk membantu bangsa kita yang lelah…sehingga masalah rakyat dapat diselesaikan,” kata Akhund dalam pidatonya, bersikeras bahwa masalah yang dihadapi negara adalah hasil dari pemerintahan sebelumnya. (hanoum/arrahmah.com)