SURABAYA (Arrahmah.com) – Sidang Komisi Rekomendasi dalam Musyawarah Nasional (Munas) IX Majelis Ulama Indonesia (MUI) menyoroti belasan topik, di antaranya Syiah, radikalisme, pornografi, penyatuan awal Ramadhan-Idul Fitri, kriminalisasi dalam hubungan suami-istri, dan sebagainya.
Munas IX MUI yang berlangsung sejak Senin (24/8/2015) dan ditutup pada Kamis (27/8/2015) dini hari tadi di Garden Palace Hotel Surabaya telah mengesahkan pembahasan dua fatwa.
Terkait dengan pembahasan ajaran Syiah, Komisi bidang fatwa merekomendasikan pengurus untuk melakukan kajian secara mendalam tentang Syiah di Indonesia, ajaran dan praktiknya.
“Kita belum selesai merumuskan soal Syiah. Kita memang ada persoalan dengan Syiah yang perlu ada kebijakan, tapi jangan sampai ada anarkisme,” kata Ketua Komisi D (Rekomendasi) Munas IX MUI KH Abdusshomad Bukhori di Surabaya, Rabu (26/8), dikutip dari Harianterbit.
Di sela memimpin pembahasan oleh tim perumus pada komisi itu, ia menjelaskan untuk mengatasi anarkhisme mungkin bisa saja meniru sikap Pemprov Jatim yang mengeluarkan Pergub 55/2012 tentang pembinaan aliran sesat.
“Karena itu, Munas MUI kali ini mengangkat tema ‘wasathiyah’ atau tengah-tengah alias moderat yang berarti tidak ke kanan atau liberal dan juga tidak ke kiri atau radikal. Jadi, Indonesia merupakan Bumi Islam Moderat yang tidak ke kanan dan ke kiri,” katanya.
Menurut Kiai, Komisi Rekomendasi Munas IX MUI juga membahas insiden Tolikara yang menyoroti dua hal yakni pelarangan beribadah sebagai pelanggaran HAM, lalu peristiwa Tolikara harus diusut tuntas agar tak terulang, baik pelaku maupun aktor intelektual.
“Kami juga merekomendasikan perlunya Ekonomi Islam dalam konteks dana pembangunan serta pengaturan masalah pertanahan yang banyak dikuasai oknum secara berlebihan, sehingga merugikan masyarakat,” kata Ketua MUI Jatim itu. (azm/arrahmah.com)