WASHINGTON (Arrahmah.com) – Militer AS masih terlalu dominan memainkan peran dalam kebijakan luar negeri Amerika dan Washington dinilai perlu untuk menempatkan prioritas yang lebih tinggi pada diplomasi dan kekuatan alternatif lain, kata pimpinan militer Amerika pada hari Rabu (3/3).
Militer adalah alat vital kekuatan nasional tetapi bukan menjadi satu-satunya alat, Laksamana Mike Mullen mengatakan dalam sebuah pidato di Kansas State University.
“Kebijakan luar negeri AS masih terlalu didominasi oleh militer, juga tergantung pada para jenderal dan laksamana yang memimpin komando utama kami di luar negeri, bukan hanya di Departemen Luar Negeri,” katanya.
“Itu salah satu cara agar kami dapat dan mampu bertindak untuk menanggapi kondisi darurat, dengan kata lain kami harus selalu menjadi kepala pasukan pemadam kebakaran,” kata Laksamana Mullen, yang menjadi ketua dari US Joint Chiefs of Staff merupakan pangkat tertinggi perwira militer Amerika.
Mullen mendukung seruan Presiden Barack Obama untuk menyeimbangkan peran militer dengan diplomasi, intelijen dan upaya-upaya sipil lainnya tapi ia mengatakan: “Saya takut, terus terang saja, bahwa kami tidak bisa bergerak cukup cepat dalam hal ini.”
Menurut Mullen, perang di masa depan mirip dengan operasi AS di Irak dan Afghanistan, dan ia menambahkan bahwa keputusan untuk mengerahkan pasukan harus juga disertai komitmen untuk mempekerjakan agen-agen sipil.
Menteri Pertahanan Robert Gates dan Menteri Luar Negeri Hillary Clinton meminta anggaran perangnya ditingkatkan dengan dalih bahwa konsentrasi perang bukan hanya terletak dalam bidang militer, namun juga kekuatan lain yang cenderung lebih ‘soft’, kata Mullen. Jika Washington hanya mengandalkan pasukan AS untuk memberikan pengaruh, “maka kami tinggal menunggu karena pengaruh itu terus berkurang dari waktu ke waktu”, katanya.
Mengutip pengalamannya menasihati Obama dan mantan presiden George W. Bush, Laksamana Mullen meletakkan tiga “prinsip” bahwa dia mengapa AS harus mengatur penggunaan militer:
- Militer memang bukan komponen final dari politik AS, namun harus juga dilengkapi dengan diplomasi dan upaya sipil lainnya.
- Kekuatan militer harus digunakan dengan cara yang tepat dan berprinsip untuk melindungi nyawa manusia.
- Pembuatan kebijakan tidak dapat dipisahkan dari strategi militer. (althaf/dawn/afp/arrahmah.com)
WASHINGTON (Arrahmah.com) – Militer AS masih terlalu dominan memainkan peran dalam kebijakan luar negeri Amerika dan Washington dinilai perlu untuk menempatkan prioritas yang lebih tinggi pada diplomasi dan kekuatan alternatif lain, kata pimpinan militer Amerika pada hari Rabu (3/3).
Militer adalah alat vital kekuatan nasional tetapi bukan menjadi satu-satunya alat, Laksamana Mike Mullen mengatakan dalam sebuah pidato di Kansas State University.
“Kebijakan luar negeri AS masih terlalu didominasi oleh militer, juga tergantung pada para jenderal dan laksamana yang memimpin komando utama kami di luar negeri, bukan hanya di Departemen Luar Negeri,” katanya.
“Itu salah satu cara agar kami dapat dan mampu bertindak untuk menanggapi kondisi darurat, dengan kata lain kami harus selalu menjadi kepala pasukan pemadam kebakaran,” kata Laksamana Mullen, yang menjadi ketua dari US Joint Chiefs of Staff merupakan pangkat tertinggi perwira militer Amerika.
Mullen mendukung seruan Presiden Barack Obama untuk menyeimbangkan peran militer dengan diplomasi, intelijen dan upaya-upaya sipil lainnya tapi ia mengatakan: “Saya takut, terus terang saja, bahwa kami tidak bisa bergerak cukup cepat dalam hal ini.”
Menurut Mullen, perang di masa depan mirip dengan operasi AS di Irak dan Afghanistan, dan ia menambahkan bahwa keputusan untuk mengerahkan pasukan harus juga disertai komitmen untuk mempekerjakan agen-agen sipil.
Menteri Pertahanan Robert Gates dan Menteri Luar Negeri Hillary Clinton meminta anggaran perangnya ditingkatkan dengan dalih bahwa konsentrasi perang bukan hanya terletak dalam bidang militer, namun juga kekuatan lain yang cenderung lebih ‘soft’, kata Mullen. Jika Washington hanya mengandalkan pasukan AS untuk memberikan pengaruh, “maka kami tinggal menunggu karena pengaruh itu terus berkurang dari waktu ke waktu”, katanya.
Mengutip pengalamannya menasihati Obama dan mantan presiden George W. Bush, Laksamana Mullen meletakkan tiga “prinsip” bahwa dia mengapa AS harus mengatur penggunaan militer:
- Militer memang bukan komponen final dari politik AS, namun harus juga dilengkapi dengan diplomasi dan upaya sipil lainnya.
- Kekuatan militer harus digunakan dengan cara yang tepat dan berprinsip untuk melindungi nyawa manusia.
- Pembuatan kebijakan tidak dapat dipisahkan dari strategi militer. (althaf/dawn/afp/arrahmah.com)