SURABAYA (Arrahmah.com) – Ketua MPR RI Zulkifli Hasan menghadiri acara muktamar Perkumpulan Lembaga Dakwah dan Pendidikan Islam Indonesia (PULDAPII) ke-1 di Asrama Haji Sukolilo, Surabaya, Sabtu (8/7/2017).
Dalam sambutannya, Zulkifli menekankan agar umat Islam fokus mendalami ilmu pengetahuan dan menghindari perselisihan.
Menukil ucapan almarhum KH. Hasyim Muzadi, Zulkifli mengatakan, “Kita tidak bisa menyamakan yang beda dan jangan membedakan yang sama.”
Zulkifli mengingatkan, mengurusi keributan sesama muslim merupakan bentuk ketertinggalan, seperti berdebat tentang jumlah sholat tarawih dan tata cara penentuan awal bulan hijriyah.
“Alangkah tertinggalnya jika hari-hari kita ribut dengan masalah yang tidak substansi. Ribut 11 rakaat atau 23, dan lihat hilal atau tidak?,” ujar Zulkifli.
Zulkifli khawatir, ketika umat Islam lebih fokus tentang perdebatan yang tidak substansi tersebut, kekayaan alam yang dimiliki bangsa ini diambil oleh orang lain.
“Tiba-tiba kekayaan alam diambil orang lain,” tandas Zulkifli.
Melihat kondisi umat Islam saat ini, Zulkifli mengaku prihatin, karena umat Islam masih banyak yang ditimpa kemiskinan. Karena itu, dia menganjurkan agar umat Islam lebih fokus untuk mendalami ilmu pengetahuan.
“Mari fokus merebut ilmu pengetahuan dan teknologi,” tegasnya.
Tentang kekuasaan, Ketua Umum Partai Amanat Nasional ini mengingatkan agar umat Islam sadar, karena setiap orang memiliki peluang yang sama besarnya untuk memegang kekuasaan.
“Kita masuk di zaman pertarungan bebas. Zaman demokrasi punya peluang besar, karena setiap orang suaranya satu. Ini akan berguna kalau umat Islam sadar,” jelas Zulkifli.
Selain fokus mendalami pengetahuan, pria kelahiran Lampung, 17 Mei 1962 ini mengatakan bahwa bangsa yang hebat harus memiliki nilai.
Sekarang ini, lanjut Zulkifli, kondisinya sangat menyedihakn karena semua dinilai dengan uang. Orang dianggap hebat kalau rumahnya mewah dan uangnya banyak, meskipun dapat korupsi.
“Sekarang orang pilih gubernur, bupati, dan walikota asal punya uang. Sekarang masyarakat kita menilai dengan uang,”tegas Zulkifli.
Zulkifli memberikan contoh lain tentang nilai, yaitu anggapan yang membolehkan laki-laki suka dengan laki-laki.
“Dahulu pacaran dianggap aib, tetapi sekarang laki-laki suka laki-laki dianggap biasa,” tandas Zulkifli.
(ameera/arrahmah.com)