MINDANAO (Arrahmah.com) – Pemerintah Philipina menolak menyetujui persetujuan otonomi daerah muslim di Selatan Philipina. Jadi mustahil bagi para mujahidin MILF melakukan perundingan damai dengan pemerintah Philipina, karena hanya menghasilkan kesepakatan yang sia-sia.
Hal itu dibuktikan dengan dikeluarkannya memorandum controversial (MOA-AD) yang menyudutkan posisi MILF (Moro Islamic Liberation Front).
Mohagher Iqbal, juru bicara MILF mengatakan, Pejuang MILF tidak akan memulai lagi pembicaraan dengan Malaysia (Tim pengawas internasional) kecuali jika pemerintah Philipina menyatakan dengan tegas menyetujui otonomi daerah Muslim di Selatan Philipina. Perundingan tersebut telah dilakukan bertahun-tahun silam namun tidak juga memperlihatkan hasil seperti yang diinginkan masyarakat Muslim Moro.
Sedang pemerintah Philipina mengklaim tidak akan menyetujui permintaan masyarakat Muslim Moro jika komandan-komandan MILF (Abdurrahman Macapaar (Komandan Bravo) dan Umbra ato)– yang telah memimpin MILF melakukan serangan-serangan mematikan terhadap militer Philipina—menyerahkan diri.
“Mustahil membuat perundingan damai di bawah pimpinan presiden Arroyo,” kata Iqbal. “Tingkat kepercayaan kami adalah nol.” Lanjutnya.
Baru minggu lalu Presiden mengatakan untuk melanjutkan negosiasi, ternyata tentara mereka menyerang wilayah-wilayah muslim dengan alasan ingin menangkap Komandan Bravo dan Umbra Kato. Militer Philipina meluncurkan serangan-serangan udara dan tembakan-tembakan untuk mematikan kekuatan mujahidin MILF. Penggerebekan demi penggerebekan dilakukan terhadap basis-basis pertahanan mujahidin MILF. Namun hingga kini, kedua komandan tangguh MILF, yang dicari-cari tentara Philipina belum juga diketahui keberadaannya. Mujahidin MILF hanya kehilangan 10 pasukannya (syahid).
Militer Philipina tengah bersiap-siap terkait dengan berita yang didengar mereka bahwa komandan-komandan tangguh tersebut dalam waktu dekat akan melakukan serangan kepada militer Philipina.
Juru bicara MILF lainnya, Eid Kabalu berkata rasanya sulit sekali negosiasi dengan pemerintah Philipina terwujud. Karena pemerintah tidak konsisten dengan apa yang dikatakannya. (Hanin Mazaya/Arrahmah.com)