TIMBUKTU (Arrahmah.com) – The Independent, yang dimiliki oleh jenderal KGB, Lebedev, melaporkan dalam artikel editorial mengenai sepak terjang Perancis di Mali. Artikel ini mencatat bahwa “kemenangan” militer Perancis dan boneka Mali mereka, setelah pertempuran singkat dengan Mujahidin dan pengambilalihan Timbuktu adalah tanpa keraguan, lansir Kavkaz Center.
Kini, Perancis yang berjanji intervensi atas permintaan pemerintah boneka yang terkepung, akan berlangsung pendek, akan dapat mengklaim keberhasilan dan pergi dari sana.
Tapi apakah demikian adanya? Ya. Pada pandangan pertama, tugas dilakukan dengan cemerlang, boneka Mali tetap berkuasa bahkan “mengambil kembali” wilayah utara-timur Mali.
Namun Mujahidin yang diklaim telah dieliminasi apakah benar adanya atau hanya menghilang ke wilayah gurun, menunggu kesempatan untuk sekali lagi mengingatkan dunia mengenai diri mereka?
Setelah semua itu, jelas bahwa tanpa dukungan Perancis, pemerintah boneka Mali dan militer mereka, yang hampir tidak memperlihatkan perjuangan mereka, tampaknya masih terus merasa gemetar. Diragukan juga apakah pasukan Afrika dapat atau akan melakukannya.
Dan jika Perancis memperpanjang keterlibatannya, lalu apa yang terjadi? Yang pasti, para menteri akan menghadapi pertanyaan di rumah, dari orang-orang yang takut menerima konsekuensi pada akhirnya. Namun operasi telah memperlihatkan kesenjangan serius kemampuan militer Perancis. Inggris meminjamkan pasukannya, tidak hanya karena solidaritas tetapi karena Perancis tidak memiliki cukup pasukan.
“Seperti operasi Libya dua tahun lalu, jelas bahwa Inggris dan Perancis tidak bisa bahkan seperti membatasi operasi dan mereka membutuhkansemacam dukungan AS di mana pemerintahan Obama enggan memberikannya. Mungkin saja bisa dikatakan bahwa hal ini bisa meningkatkan kebutuhan belanja militer yang lebih banyak lagi.”
Tidak perlu menunggu lama, menteri tenaga kerja Perancis, Michel Sapin mengatakan pada 29 Januari bahwa negaranya berada di ambang kebangkrutan. Menurut sang menteri, hanya reformasi ekonomi tetapi eksekusi akurat dari rencana pengeluaran anggaran untuk mengurangi defisit dan menyelamatkan situasi.
Pemerintah Perancis juga sebelumnya pernah mengklaim bahwa negara berada di ambang kebangkrutan. (haninmazaya/arrahmah.com)