AZAWAD (Arrahmah.com) – Romano Prodi, duta khusus PBB untuk wilayah Sahel, mengatakan bahwa meskipun Dewan Keamanan PBB telah menyetujui intervensi militer di Mali utara, tapi itu tidak akan terjadi sebelum September 2013, pertama karena Afrika memerlukan waktu yang cukup untuk persiapan dan kedua, musim hujan telah dimulai di Mali.
Duta PBB, Susan Rice bahkan menyebutkan rencana invasi yang dikembangkan oleh Perancis adalah sebuah omong kosong karena tentara Mali dan koalisinya yang terdiri dari 3.000 personil tidak bisa mengalahkan Mujahidin karena kurangnya kekuatan dan pengalaman bertempur.
Sementara itu, presiden boneka Mali, Traore, mengatakan ia akan mempersiapkan “perang melawan teroris” dan mereka tidak akan menunggu PBB.
Setelah semua ancaman yang dikoar-koarkan, mujahidin Ansar ad-Din mengumumkan penolakan gencatan senjata sementara dengan junta militer (pemerintah sementara Mali). Amir Mujahidin, Iyad Ag Ghaly mengatakan bahwa rezim boneka tidak hanya menunjukkan ketidaktertarikan mereka dalam proses negosiasi, tetapi juga benar-benar menutup setiap pintu untuk diadakannya negosiasi.
Menariknya, sebelumnya ketika Ansar ad-Din setuju untuk melakukan pembicaraan dengan kekuatan regional termasuk Aljazair, Mauritania dan apa yang disebut pemerintah Mali, ditengahi oleh Burkina Faso, media internasional melaporkan bahwa Mujahidin sepakat untuk meninggalkan semua bentuk “terorisme dan ekstrimisme” dan “sepakat dengan demokrasi”.
Namun, Amir Ansar ad-Din menegaskan dalam wawancaranya bahwa Mujahidin tidak akan membiarkan siapa pun untuk mendikte kondisi gencatan senjata. Dia menekankan bahwa Ansar ad-Din telah melakukan segala kemungkinan untuk mencegah perang pecah di Mali, namun pemerintah boneka telah menunjukkan keinginan sebaliknya.
Dalam menjawab pertanyaan korespondek Sahar Media mengenai kesiapan mereka untuk memutuskan hubungan dengan Al Qaeda dan MOJWA, Amir Ansar ad-Din mengatakan bahwa hubungan antara Mujahidin tidak didasarkan pada kepentingan politik, tetapi pada ikatan aqidah, sehingga tidak ada kondisi putus hubungan. Selain itu Amir Iyad Ag Ghaly mengatakan sebutan “ekstrimis” adalah sebutan Barat untuk Muslim.
Reuters melaporkan pada Senin (7/1/2013) satu truk berisi Mujahidin dengan senjata lengkap telah memasuki wilayah Mopti. Tetapi juru bicara Ansar ad-Din, Sanda Ould Boumama menolak untuk mengomentari pergerakan unit Mujahidin.
“Untuk alasan strategis, kami tidak mengatakan di mana tentara kami berada. Pemerintah Mali bertanggung jawab atas apa pun yang dikatakan mengenai pergerakan pasukan,” ujar Boumama.
Mopti adalah kota besar terakhir yang terletak di Azawad. Hari ini, kota tersebut terbagi dua, wilayah yang dikendalikan oleh Mujahidin dan oleh rezim boneka.
Mujahidin mulai menguasai wilayah utara Mali saat terjadi kudeta militer dan perebutan kekuasaan di ibukota, Bamako. Namun, bukan hanya Mujahidin yang menguasai wilayah utara, terdapat kaum nasionalis yang juga ikut menguasainya.
Uni militer boneka terpaksa mundur ke selatan. Mujahidin dari tiga gerakan menandatangani kesepakatan gencatan senjata dengan “Gerakan Nasional untuk Pembebasan Azawad (MNLA), namun musim panas ini, MNLA melanggar perjanjian damai dan membunuh salah seorang pejuang Islam serta melepaskan tembakan ke arah demonstrasi warga setempat yang menyatakan ketidakpuasan dengan ekses dari kaum nasionalis.
Tindakan ini memaksa Mujahidin Ansar ad-Di, Gerakan untuk Kesatuan dan Jihad di Afrika Barat (MOJWA) dan Al Qaeda Islamic Maghreb (AQIM) untuk mengambil tindakan tegas dan membela penduduk sipil.
Dengan upaya bersama, mereka berhasil memukul mundur semua milisi nasional dari kota-kota besar di utara Mali. Semua kota besar jatuh ke tangan Mujahidin dan sisa-sisa pasukan MNLA tersebar di daerah-daerah terpencil di Azawad.
Pada akhir Desember 2012, Ansar ad-Din bertemu dengan perwakilan MNLA dan menandatangani gencatan senjata dengan organisasi tersebut, setuju untuk menghentikan pertempuran dan pergi ke proses negosiasi.
Menurut sumber keamanan Mali di Bamako, Ansar ad-Din, AQIM dan MOJWA menciptakan sebuah pangkalan militer di Bambara Maud, dekat Timbuktu.
Sebelumnya Mujahidin MOJWA menguasai kota al-Khalil di perbatasan Mali dan Aljazair.
Al Khalil yang sebelumnya dikendalikan oleh milisi nasionalis MNLA, dilaporkan bahwa setelah Mujahidin memasuki pemukiman, mereka melarikan diri ke tujuan yang tidak diketahui, mencuri milik Muslim setempat.
Sehubungan dengan peristiwa tersebut, Mujahidin MOJWA mengumumkan bahwa penduduk al-Khalil akan diberikan kompensasi atas sepeda motor dan mobil yang dicuri oleh MNLA.
Dengan demikian, saat ini wilayah yang dikuasai oleh Mujahidin dari tiga gerakan (Ansar ad-Din, MOJWA dan AQIM) adalah : Timbuktu, Gao, Kidal, Douentza, Menaka, Lere, Tessalit, Gundam, Ansongo, Al-Khalil. Dengan perkiraan, Mujahidin telah mengontrol 240 menjadi 300.000 mil persegi. Allahu Akbar! (haninmazaya/arrahmah.com)