JAKARTA (Arrahmah.com) – Majelis Ulama Indonesia (MUI) mengadakan konferensi pers di kantor MUI Pusat, Menteng, Jakarta Pusat pada Kamis (2/2/2017) terkait pelecehan yang dilakukan oleh terdakwa kasus penodaan agama, Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) dan tim pengacaranya dalam persidangan ke-8 kasus tersebut, terhadap saksi ahli, KH. Ma’ruf Amin yang juga merupakan Ketua Umum MUI.
Menurut MUI, dalam persidangan tersebut terdakwa Ahok dan tim pengacaranya telah memperlakukan saksi dengan tidak mengindahkan nilai-nilai etika dan kesantunan mengingat saksi adalah seorang ulama yang menjadi panutan ummat Islam indonesia.
MUI juga menyebutkan bahwa tim pengacara terdakwa maupun terdakwa sendiri tidak fokus pada substansi materi yang diterangkan oleh saksi sehingga tim pengacara dalam menggali informasi dari saksi cenderung mengaitkan dengan hal-hal yang tidak terkait dan tidak patut.
“Tim pengacara terdakwa cenderung menekan dan melecehkan kebenaran keterangan saksi sehingga saksi diposisikan sebagai pemberi keterangan palsu,” ujar KH. Zainut Tauhid Saadi, Wakil Ketua Umum MUI yang membacakan pernyataan sikap MUI.
Dalam konferensi pers, Dewan Pimpinan MUI menyusun pernyataan sikap yang tertuang dalam empat poin. Berikut pernyataan sikap yang dikeluarkan oleh MUI Pusat:
1. Menyesalkan terjadinya tidak diindahkannya nilai-nilai etika dan kehormatan lembaga pengadilan dalam proses persidangan perkara Ahok
2. Menyesalkan sikap tim pengacara terdakwa maupun terdakwa terhadap saksi, KH Ma’ruf Amin yang telah memberikan keterangan dalam persidangan perkara Ahok yang cenderung menekan dan melecehkan kebenaran keterangan saksi dengan sikap yang arogan dan tidak santun serta tidak mengindahkan nilai-nilai kehormatan lembaga peradilan
3. Meminta kepada Komisi Yudisial RI untuk menegakkan kode etik lembaga peradilan dalam pemeriksaan perkara Ahok
4. Meminta Mahkamah Agung RI, Kejaksaan Agung untuk lebih mengintensifkan pemantauan dan pengawasan proses persidangan perkara ahok sehingga seluruh persidangan berjalan sesuai dengan peraturan perundang-undangan dan etika persidangan.
(haninmazaya/arrahmah.com)