JAKARTA (Arrahmah.com) – Sofyan Usman, mantan anggota DPR periode lalu, diduga menerima uang Rp 150 juta dan cek pelawat Rp 850 juta terkait proyek di Otorita Batam pada 2009. Sofyan berkelit, seluruh uangnya disumbangkan untuk pembangunan masjid. Dia pun meminta keringanan hukum.
Nah, soal uang hasil korupsi untuk menyumbang masjid ini, Sekretaris Fatwa MUI, Arsorun Niam mnilai uang itu tidak memiliki kewajiban untuk dizakati. Uang itu legal alias tidak halal. Menyumbang masjid pun tidak diperkenankan.
“Alih-alih memperoleh pahala justru perbuatannya tersebut tidak dibenarkan secara syar’i,” kata Sekertaris Fatwa Majelis Ulama Indonesia, Asrorun Niam, kepada detikcom, Sabtu (24/12/2011).
Niam mengatakan, perbuatan baik harus dilakukan dengan cara yang baik pula. Sedekah untuk kepentingan kebajikan, sehingga caranya pun harus dengan kebajikan.
“Pertobatan dengan cara menyumbang tidak bisa diterima,” paparnya.
Lebih lanjut Niam menjelaskan, ada beberapa cara terkait dengan melakukan pertobatan setelah mengambil hak orang lain. Pertama, menyadari bahwa tindakannya salah. Kedua, ada penyesalan dan bertekad untuk tidak mengulanginya lagi.
“Ketiga adalah mengembalikan harta tersebut kepada yang berhak, bukan justru malah menyumbangkannya,” terang Niam.
Tim Jaksa KPK menuntut Sofyan dengan pidana penjara 2 tahun dan denda Rp 250 juta subsider enam bulan penjara. Tim jaksa menilai Sofyan terbukti melakukan korupsi karena menerima uang dari pihak pemerintah Otorita Batam dengan dugaan bahwa uang tersebut berkaitan erat dengan jabatan Sofyan sebagai Anggota DPR.
Sofyan yang juga politikus PPP ini, bukan kali ini saja dijerat pidana korupsi. Dia juga telah divonis terkait kasus suap DGS BI. Sofyan dipidana 15 bulan penjara karena ikut menikmati cek pelawat dalam pemilihan Miranda Gultom pada 2004 lalu. (dtk/arrahmah.com)