JAKARTA (Arrahmah.com) – Majelis Ulama Indonesia (MUI) meminta agar pemerintah menyerahkan sertifikasi halal kepada MUI, hal ini berkaitan dengan pembahasan Rancangan Undang-Undang Jaminan Produk Halal (RUU JPH) oleh DPR RI.
“Seharusnya mulai dari pemeriksaan produk, penetapan fatwa, dan penerbitan sertifikasi ada di tangan ulama. Sertifikasi halal adalah wewenang MUI. Untuk pemberian logo halal dan pengawasannya MUI menyerahkan semua kepada pemerintah. ” kata Direktur Lembaga Pengkajian Pangan, Obat-Obatan, dan Kosmetika (LPPOM) MUI Lukmanul Hakim, Senin (23/5/2011).
Menurut Lukmanul, pemberian wewenang sertifikasi kepada MUI tersebut perlu dilakukan untuk menjaga independensi. Sehingga sertifikasi halal tidak menjadi obyek politik perdagangan pemerintah. Selain itu, pada dasarnya persoalan halal atau tidak halal berada di ranah syariah.
“Semestinya yang menyatakan halal adalah ulama, bukan pemerintah atau swasta,” ucapnya seperti yang dikutip TempoInteraktif.com.
Lukmanul Hakim berharap Dewan mempertimbangkan matang-matang permintaan MUI tersebut. “Kami berharap undang-undang itu segera jadi, tapi tidak asal jadi. Jika hanya asal jadi, lebih baik tidak ada,” katanya.
Saat ini Dewan sedang melakukan pembahasan RUU Jaminan Produk Halal. Undang-undang tersebut perlu segera ada agar Indonesia yang mayoritas berpenduduk muslim memiliki aturan komprehensif mengenai jaminan produk halal.
Selain itu, Majelis Ulama Indonesia (MUI) yakin dengan penerapan aturan halal pada produk makanan dan minuman akan mampu memperkuat daya saing produk dalam negeri dalam menghadapi membanjirnya produk impor seiring dengan diberlakukannya ASEAN-China Free Trade Area.
Dengan penerapan jaminan produk halal, diharapkan seluruh produsen makanan dan minuman luar negeri yang akan melakukan ekspor ke Indonesia bisa lebih meningkatkan kualitasnya dan tidak sekadar murah, namun ada jaminan halal.
“Pasar dalam negeri kebanjiran produk impor yang tidak terjamin halal, padahal masyarakat muslim Indonesia punya hak jaminan makanan yang mereka konsumsi halal,” katanya.
Apalagi saat ini Indonesia adalah negara dengan jumlah penduduk muslim terbesar. Namun sayang, hingga sekarang masih banyak produk makanan dan minuman impor yang belum bersertifikat halal. Seperti produk makanan dan minuman yang diimpor dari Cina saja saat ini baru ada sekitar 307 produk yang telah mendapat sertifikat halal. Padahal, produk impor makanan dan minuman dari negara tirai bambu itu mencapai 3.343 produk dari 232 perusahaan.
Untuk melakukan sertifikasi halal, MUI telah bekerja sama dengan 44 lembaga sertifikasi halal yang terdapat di 22 negara. “Namun, kami belum melakukan kerja sama dengan lembaga standardisasi halal Cina. Untuk Cina, standardisasi halal MUI dilakukan oleh perwakilan MUI di Cina,” katanya.
MUI berharap Indonesia bisa secepatnya memiliki payung hukum dalam penerapan produk halal melalui pembuatan Undang-Undang Jaminan Produk Halal yang saat ini rancangannya masih dalam pembahasan di DPR RI.
Lukmanul optimistis pembahasan RUU tersebut bisa selesai tahun ini. Karena perdebatan yang ada tinggal persoalan siapa yang akan memiliki wewenang memberikan sertifikasi, MUI atau pemerintah.
Sementara itu, dalam rangka meningkatkan sosialisasi informasi tentang produk halal, tahun ini MUI kembali mengadakan pameran produk halal internasional, yaitu Indonesia Halal Expo (Indhex 2011) yang akan digelar pada 24-26 Juni mendatang di Gedung Smesco, Jakarta.
“Kegiatan ini akan diikuti produsen dan lembaga sertifikasi halal dari dalam dan luar negeri,” kata Wakil Direktur 1 LPPOM MUI, Osmena Gunawan.
Dalam acara tersebut juga akan dicanangkan pengukuhan Indonesia sebagai pusat halal dunia (World Halal Center), dimana Indonesia akan menjadi pusat standardisasi, sertifikasi, dan teknologi halal dunia. (rasularasy/arrahmah.com)