JAKARTA (Arrahmah.com) – Bagi orang yang menolak pemberian vaksin, banyak dalil yang digunakan sebagai referensi untuk menguatkan pendapatnya. Padahal, menurut Majelis Ulama Indonesia (MUI), dalil-dalil yang digunakan justru keliru dan dapat menyesatkan.
“Imunisasi dalam sudut pandang Islam pada dasarnya dibolehkan bahkan dianjurkan untuk mencegah terjadinya penyakit,” ujar Aminudin Yakub, Komisi Fatwa MUI Pusat, dalam acara Seminar Media Simposium Imunisasi IDAI ke-3, di Hotel Harris Kelapa Gading, Jakarta, Selasa (10/7) seperti dirilis detik.com.
Menurut Aminudin, MUI tidak pernah menggeneralisir bahwa vaksin adalah haram. Bahkan, kekurangtepatan dalam mengutip dalil-dalil Islam banyak menyesatkan kelompok-kelompok anti vaksin.
“Hadist-hadist Nabi ditempatkan seolah-olah semua pengobatan harus herbal dan menolak pengobatan modern. Saya menilainya ada kekeliruan dalam menempatkan dalil. Lucunya ada juga pengutipan dalil yang salah,” lanjut Aminudin.
Contohnya, tambah Aminudin, dalil yang mengisahkan tentang Siti Mariam yang diminta menggoyangkan pohon kurma saat ia lapar dan sedang hamil, ditafsirkan menjadi bahwa orang hamil harus memakan kurma. Padahal inti dari dalil tersebut adalah agar wanita hamil mau melakukan ikhtiar termasuk melakukan vaksinasi.
“Padahal message dari dalil itu adalah ikhtiar. Coba bayangkan, pohon kurma kan besar. Mana mungkin seorang wanita yang sedang hamil kuat menggoyang-goyangkan pohon kurma. Disini Siti Mariam diminta ikhtiar dan Allah yang menjatuhkan kurmanya,” jelas Aminudin.
Kekeliruan lainnya menurut Aminuddin adalah di dalam buku Ummu Salamah mengenai ‘Imunisasi Dampak Konspirasi’, menjadi buku yang sering dikutip oleh kelompok anti vaksin.
Banyak kutipan yang salah dalam buku tersebut, penelitian yang dilakukan sudah lama, bahkan cara membaca tabelnya pun salah. Sehingga isinya tidak bisa dipertanggungjawabkan bahkan cenderung menyesatkan.
“Saya malah curiga, dalil-dalil yang salah ini sengaja diciptakan untuk memecahkan umat Islam,” jelasnya.
Selama ini, MUI baru mengeluarkan 3 fatwa tentang vaksin, yaitu OPV (Oral Polio Vaccine), IPV (Inactivated Poliovirus Vaccines atau vaksin polio khusus) dan meningitis.
Sedangkan untuk fatwa haram, hanya diberikan pada beberapa produk vaksin meningitis namun tidak semuanya karena ada beberapa vaksin meningitis yang halal, seperti produksi Novartis dan Tian Yuan.
Sedangkan untuk vaksin pada bayi dan anak, hanya vaksin polio yang bersinggungan dengan lemak babi. Ada dua vaksin polio, yaitu OPV yang sekarang menjadi program wajib pemerintah dan IPV (vaksin polio suntik) yang diberikan untuk balita dengan kasus tertentu.
“Yang bersinggungan dengan babi hanya IPV. Tapi karena hanya digunakan untuk kasus tertentu dan kalau tidak diberikan bisa menimbulkan masalah dan merusak program imunisasi komprehensif, maka disinilah ada hukum darurat,” lanjut Aminudin.
MUI pun menegaskan bahwa jangan sampai masyarakat menggeneralisasi bahwa semua vaksin adalah haram. MUI hanya pernah mengeluarkan fatwa haram untuk beberapa vaksin meningitis dan fatwa itu tidak berlaku untuk semua vaksin. (bilal/arrahmah.com)