JAKARTA (Arrahmah.id) – Majelis Ulama Indonesia (MUI) Pusat menyiapkan tim untuk turun ke lokasi penolakan pendirian gereja di Cilegon, Banten
“MUI pusat sedang menyiapkan tim untuk turun ke lapangan. Menurut info, di tingkat Provinsi Banten juga sedang melakukan rapat koordinasi di bawah Kemenag yang membahas soal ini,” kata Ketua MUI Utang Ranuwijaya kepada wartawan, Jumat (9/9/2022), dikutip dari Detik.com.
Dia mengungkapkan, alasan kearifan lokal yang menjadi alasan penolakan itu perlu dipertimbangkan. Menurutnya, kearifan lokal yang terjaga akan membawa kerukunan dan kenyamanan antarumat bergama.
“Soal menjaga kearifan lokal juga termasuk pertimbangan yang bisa dibenarkan jika hal itu akan mewujudkan kerukunan dan kenyamanan umat beragama,” jelasnya.
Terlebih, lanjut Utang, ada peristiwa sejarah di Cilegon yang memakan korban yang juga menjadi dasar penolakan warga.
Sebelumnya, sejumlah orang yang menamakan diri Komite Penyelamat Kearifan Lokal Kota Cilegon menolak pendirian gereja di Cilegon, Banten. Mereka menuntut anggota DPRD dan Wali Kota Cilegon untuk menegakkan peraturan daerah terkait pendirian rumah ibadah selain masjid.
Massa yang terdiri atas berbagai ormas Islam, LSM, dan yayasan tersebut sempat memenuhi halaman tengah kantor DPRD Cilegon. Mereka membawa kain putih dan membubuhkan tanda tangan untuk menolak pendirian rumah ibadah.
“Bahwa Surat Keputusan Bupati Kepala Daerah Tingkat II Serang Nomor 189/Huk/SK/1975, Tertanggal 20 Maret 1975, tentang Penutupan Gereja/Tempat Jemaah bagi Agama Kristen dalam daerah Kabupaten Serang mengatur dan menertibkan tentang ketentuan pendirian rumah ibadah di daerah Cilegon selain masjid,” kata salah seorang orator saat membacakan tuntutannya, Rabu (7/9).
Surat keputusan Bupati Serang tahun 1975 itu menjadi dasar bagi para penolak pendirian rumah ibadah. Surat itu merupakan buah dari perjanjian ulama di Cilegon saat awal berdirinya PT Krakatau Steel yang saat itu bedol desa hingga beberapa pesantren, permukiman, dan makam-makan leluhur di Cilegon dipindah.
“Dalam pembangunannya masyarakat Kota Cilegon telah banyak berkorban, baik materi maupun imateri, yaitu berupa kerelaan dipindahnya pesantren-pesantren besar, dan kerelaan memindahkan makam-makam para pejuang, kiai dan ulama-ulama para leluhur masyarakat Kota Cilegon,” pungkasnya.
(ameera/arrahmah.id)