JAKARTA (Arrahmah.id) – Baru-baru ini viral di media sosial foto yang memperlihatkan prosesi pernikahan dua mempelai berbeda agama di sebuah gereja di Kota Semarang, Jawa Tengah.
Di foto tersebut, nampak mempelai pria mengenakan jas hitam dan mempelai wanita mengenakan gaun panjang berwarna putih yang dipadu dengan hijab.
Kedua mempelai itu berfoto dengan latar belakang simbol salib di sebuah gereja. Tampak mereka didampingi pihak keluarga masing-masing, seorang pendeta, dan konselor pernikahan beda agama Achmad Nurcholis.
Achmad Nurcholis mengakui bahwa pasangan yang menikah itu berbeda agama. Sang pengantin pria beragama Katolik, sementara pengantin perempuan beragama Islam.
Prosesi pemberkatan pernikahan pasangan itu sempat dilakukan di Gereja St. Ignatius Krapyak, Kota Semarang, Sabtu (5/3) lalu.
Terkait hal itu, Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Pusat Bidang Dakwah dan Ukhuwah KH. M Cholil Nafis menegaskan bahwa pernikahan itu tidak sah.
“Tidak sah,” ujar KH Cholil Nafis, pada Rabu (9/3/2022), lansir tvonenews.com.
Fatwa Majelis Ulama Indonesia Nomor: 4/MUNAS VII/MUI/8/2005 Tentang Perkawinan Beda Agama menyebutkan:
“Perkawinan beda agama adalah haram dan tidak sah. Perkawinan laki-laki muslim dengan wanita Ahlu Kitab, menurut qaul mu’tamad, adalah haram dan tidak sah,” dikutip pada Kamis (10/3/2022).
Dalam fatwa tersebut, dijabarkan beberapa firman Allah SWT yang menegaskannya, seperti surat An Nisa ayat 3:
“Dan jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil terhadap (hak-hak) perempuan yatim (bilamana kamu mengawini-nya), maka kawinilah wanita-wanita (lain) yang kamu senangi: dua, tiga atau empat. Kemudian jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil, maka (kawinilah) seorang saja, atau budak-budak yang kamu miliki. Yang demikian itu adalah lebih dekat kepada tidak berbuat aniaya.” (QS. al-Nisa [4]: 3)
Fatwa tersebut juga menyebutkan firman Allah SWT lainnya yakni Al Tahrim ayat 6.
“Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, yang keras, yang tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan. (QS. al-Tahrim [66]: 6).
Selain itu larangan pernikahan beda agama juga tercantum dalam Surat Al Baqarah 221.
“Dan janganlah kamu nikahi wanita-wanita musyrik, sebelum mereka beriman. Sesungguhnya wanita budak yang mu’min lebih baik dari wanita musyrik, walaupun dia menarik hatimu. Dan janganlah kamu menikahkan orang-orang musyrik (dengan wanita-wanita mu’min) sebelum mereka beriman. Sesungguhnya budak yang mu’min lebih baik dari orang musyrik walaupun dia menarik hatimu. Mereka mengajak ke neraka, sedang Allah mengajak ke surga dan ampunan dengan izin-Nya. Dan Allah menerangkan ayat-ayatNya (perintah-perintah-Nya) kepada manusia supaya mereka mengambil pelajaran. (QS. alBaqarah [2]: 221).
Sementara hadits yang menegaskan adanya larangan pernikahan agama dalam fatwa tersebut disebutkan sebuah riwayat dari Muttafaq Alaih dari Abi Hurairah RA.
“Wanita itu (boleh) dinikahi karena empat hal: (1) karena hartanya (2) karena (asal-usul) keturunan-nya (3) karena kecantikannya (4) karena agamanya. Maka hendaklah kamu berpegang teguh (dengan perempuan) yang memeluk agama Islam; (jika tidak), akan binasalah kedua tangan-mu. (hadis riwayat muttafaq alaih dari Abi Hurairah r.a.)”.
Fatwa tersebut dikeluarkan MUI dengan dasar banyak terjadinya pernikahan beda agama. Menurut MUI, selain mengundang perdebatan di antara sesama umat Islam, hal tersebut juga sering mengundang keresahan di tengah-tengah masyarakat.
Oleh dasar itulah untuk mewujudkan dan memelihara ketentraman kehidupan berumah tangga, MUI memandang perlu menetapkan fatwa tentang perkawinan beda agama untuk dijadikan pedoman.
(ameeera/arrahmah.id)