JAKARTA (Arrahmah.com) – Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) KH Cholil Nafis meminta pemerintah tidak salah menyikapi keberadaan agama Baha’i.
KH Cholil menegaskan, Indonesia hanya mengakui enam agama. Jadi, menurutnya, pemerintah tidak bisa menyamaratakan perlakuan antara enam agama yang diakui dengan agama lainnya.
“Memang negara wajib melindungi umat agama, tapi jangan offside menjadi melayani yang sama dengan enam agama yang diakui,” kata KH Cholil, Rabu (28//2021), lansir CNN Indonesia.
KH Cholil mengatakan negara melindungi pemeluk agama apapun. Namun, menurutnya, pemerintah tidak perlu melayani, apalagi memfasilitasi agama selain enam agama yang diakui.
Saat ditanya soal sikap MUI soal keberadaan Baha’i, KH Cholil mengatakan MUI sedang mengkaji sikap tentang agama tersebut.
“Baha’i yang sudah jadi komunitas agama jangan menodai agama lain,” lanjutnya.
Sebelumnya, Baha’i itu jadi sorotan publik usai mendapat ucapan selamat hari raya dari Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas.
Baha’i masuk Indonesia dibawa oleh saudagar dari Persia dan Turki bernama Jamal Effendy dan Mustafa Rumi melalui Sulawesi pada 1878. Ajaran dari Persia ini kemudian menyebar ke berbagai daerah di Nusantara.
Pada era Presiden Soekarno, Baha’i sempat dilarang melalui Keppres Nomor 264/1962, karena dianggap bertentangan dengan revolusi, dan cita-cita Sosialisme Indonesia.
Namun, zaman Presiden Abdurrahman Wahid alias Gus Dur, Keppres No 264/1962 dicabut dan diganti dengan Keppres No 69/2000 yang menyatakan penganut Bahai bebas menjalankan aktivitas keagamaannya.
(ameera/arrahmah.com)