JAKARTA (Arrahmah.com) – Majelis Ulama Indonesia (MUI) memastikan bendera yang dibakar oleh oknum Banser NU bukan simbol Hizbut Tahrir Indonesia (HTI).
“Karena tidak ada tulisan Hizbut Tahrir Indonesia, maka kita menganggap itu kalimat tauhid. Jadi memang dalam sejarah ada versi kalimatnya yang latarnya putih dan ada yang hitam. Dua-duanya itu adalah bendera Rayah dan Liwa di zaman Rasulullah SAW,” kata Wakil Ketua MUI Yunahar Ilyas di Kantor MUI, Selasa, (23/10/2018).
Untuk itu, ujar Yunahar, MUI menyayangkan peristiwa pembakaran bendera dengan tulisan Tauhid tersebut. Menurut dia, semestinya bendera Ar-Rayah dan Liwa ini tidak digunakan sebagai identitas kelompok tertentu.
“Karena ini menjadi milik umat Islam sedunia. Saya tadi ngomong-ngomong mestinya ini organisasi kerja sama Islam atau OKI mempatenkan, sehingga di manapun menjadi milik kita bersama, tidak boleh menjadi milik partai,” ujarnya.
Yunahar menerangkan, jika sebuah kelompok ingin menggunakan bendera tersebut, maka harus didesain secara berbeda. Tidak boleh sama persis dengan Ar Rayah atau Liwa.
“Tidak persis mengkopi seperti di dalam sejarah,” imbaunya.
Sementara itu, mantan Juru Bicara Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) Ustaz Ismail Yusanto menegaskan bahwa HTI tidak mempunyai bendera.
Ismail menyebutkan, bendera yang dibakar dalam video yang viral di media sosial itu merupakan Ar Roya (Panji Rasulullah), berwarna hitam dan bertuliskan kalimat Tauhid.
“HTI tidak punya bendera,” tegasnya.
Ismail menjelaskan, di beberapa kegiatan HTI, sebelum akhirnya dibubarkan pemerintah, HTI kerap menggunakan bendera hitam berlafaz Tauhid dalam setiap aksinya. Namun, kata Ismail, penggunaan bendera hitam berlafaz Tauhid atau Ar Roya dalam aktifitas HTI sebagai bagian dari dakwah mengenalkan kepada umat tentang Ar Roya yang merupakan panji Islam.
(ameera/arrahmah.com)