JAKARTA (Arrahmah.com) – Maraknya kisah tragis yang dialami para Tenaga Kerja Wanita (TKW) yang bekerja di luar negeri membuat prihatin Majelis Ulama Indonesia (MUI) Pusat. Masalah-masalah yang kerap dihadapi TKW adalah penyiksaan, hak-hak yang tidak terpenuhi, hingga perkosaan.
Padahal, sepuluh tahun yang lalu dalam Musyawarah Nasional ke 6 MUI telah mengeluarkan fatwa Nomor 7 tahun 2000 tentang hukum pengiriman tenaga kerja wanita. Fatwa tersebut dirilis MUI untuk meminimalisir persoalan para TKW yang sudah berulang-ulang seperti penyiksaan, perkosaan, perampasan hak, hingga kematian.
Menurut Sekretaris Komisi Fatwa MUI Pusat, Aminudin Yakub, dalam fatwa tersebut dijelaskan, para perempuan yang meninggalkan keluarga untuk bekerja ke luar kota atau ke luar negeri tanpa mahram merupakan tindakan yang tak sejalan dengan ajaran agama Islam.
Fatwa ini memiliki landasan syariat, salah satunya hadits Rasulullah shalallahu ’alaihi wassallaam yang diriwayatkan oleh Imam Muslim, ”Seorang perempuan yang beriman kepada Allah dan hari akhir tidak halal melakukan perjalanan selama tiga hari atau lebih kecuali disertai ayah, suami, anak, ibu, atau mahramnya.”
Namun, dalam fatwa tersebut MUI tetap membolehkan perempuan untuk bekerja di luar negeri. Syaratnya harus disertai mahram, keluarga, serta lembaga atau kelompok perempuan terpercaya. Jika tidak, maka haram bagi perempuan untuk bekerja di luar negeri.
Selain itu, MUI juga membolehkan perempuan bekerja di luar negeri jika benar-benar dalam kondisi darurat, yakni memenuhi kebutuhan minimal hidup dan karena keterbatasan lapangan kerja di Indonesia.
“Kondisi darurat yang disyaratkan MUI adalah benar-benar bisa dipertanggungjawabkan secara syar’i, qanuni, serta dapat menjamin keamanan dan kehormatan TKW yang bersangkutan. Sang TKW juga harus mendapat izin dari suami,” jelas Aminudin belum lama ini.
Namun, kata Aminudin, sampai sekarang MUI melihat pengiriman TKW ke luar negeri tidak disertai jaminan perlindungan keamanan. MUI juga belum melihat kesungguhan lembaga-lembaga penyalur tenaga kerja untuk melindungi kehormatan dan keamanan para TKW. Mereka, kata Aminudin, hanya fokus mengejar keuntungan.
”Pemerintah tak tegas dalam menindak lembaga atau PJTKI yang kerap melakukan pelanggaran-pelanggaran,” kata Aminudin
Negara, tambah Aminudin, selama ini belum serius melakukan upaya perlindungan kepada para TKW. Kata Aminudin, belum tercapainya kesepakatan antara Indonesia-Malaysia dalam hal ketenagakerjaan merupakan salah satu indikator ketidakseriusan itu.
Menurut Aminudin, sudah lama MUI mengusulkan agar pemerintah merevisi peraturan mengenai pengiriman tenaga kerja. Namun usulan tersebut dianggap angin lalu. Dengan fakta-fakta suram yang terjadi seperti sekarang ini, MUI meminta agar pengiriman TKW ke luar negeri ditunda.
”Jika tetap memaksa, maka hukum haram juga jatuh kepada pihak-pihak, lembaga atau perorangan yang mengirimkan atau terlibat dengan pengiriman TKW tanpa memenuhi syarat-syarat yang dimaksud MUI,” pungkas Aminudin. (hid/arrahmah.com)