JAKARTA (Arrahmah.com) – Majelis Ulama Indonesia (MUI) meminta penyelengara pemilu, yakni KPU, Bawaslu serta DKPP, untuk bersikap netral dan profesional dalam menjalankan tugasnya menyelenggarakan Pemilu 2019 yang jujur dan adil.
“Kejujuran dan keadilan ini sangat penting untuk tahapan selanjutnya,” ujar Ketua Dewan Pertimbangan MUI Prof Din Syamsudin dalam konferensi pers di Kantor MUI, Jalan Proklamasi, Jakarta Pusat, Jumat (19/4/2019) malam.
Dewan Pertimbangan dan Dewan Pimpinan MUI menggelar Tausiah Kebangsaan menyikapi dinamika politik setelah pemungutan suara Pemilu 2019 yang bersisi tujuh poin seruan atau imbauan.
Seruan tersebut antara lain mendesak kepada penyelenggara pemilu agar bekerja sesuai amanat konstitusi.
Menurut Din, pemilu diselenggarakan harus berdasarkan asas langsung, bebas, rahasia, serta jujur dan adil untuk melaksanakan tahapan-tahapan berikutnya dengan senantiasa berpegang teguh kepada asas pemilu khususnya kejujuran dan keadilan.
Din menyebutkan, poin keempat tausiah ini khusus bagi KPU, Bawaslu dan DKPP untuk menunaikan amanat konstitusi, agar pemilu yang diselenggarakan secara langsung umum, bebas, rahasia, jujur dan adil. Berlaku profesional, objektif, transparan dan imparsial atau non partisan.
“Netralitas KPU, Bawaslu, DKPP dapat poin khusus dalam rapat MUI. Tertuang dalam tausiah kebangsaan, mendesak KPU, Bawaslu, DKPP melaksanakan tahapan sesuai mandat kontitusi,” jelasnya.
Sementara itu, Ketua Komisi Luar Negeri MUI, KH Muhyidin Junaidi mengatakan, penyelenggara pemilu yang harusnya menjadi wasit terlaksananya pemilu yang jujur dan adil.
“Dari pantauan yang kami lakukan penyelenggara pemilunjustru seakan-akan menjadi bagian dari pemain di lapangan. Kami melihat absensi netralitas penyelenggara, menimbulkan konflik horizontal di masyarakat,” ungkap Muhyidin.
Muhyidin mengungkapkan, pemilu di Indonesia dinilai oleh pengamat luar negeri sebagai pemilu yang unik. Serentak dilakukan di 800 ribu TPS seluruh Indonesia. Tetapi pemilu 2019 ini penuh peristiwa yang justru merusak nama baik Indonesia di mata internasional.
Karena itu, Muhyidin mengimbau kepada penyelenggara pemilu bersikap dewasa serta jangan mau dipengaruhi, ditekan. Karena penyelenggara pemilu dipilih oleh pemerintah dan rakyat agar menjadi wasit yang jujur dan adil.
“Kalau penyelenggaran pemilu tidak netral akan merusak nama Indonesia,” tandasnya.
(ameera/arrahmah.com)